41. Forty-one

13 3 0
                                    

Happy reading


Zefrin, Dion dan Helmi bergegas menuju rumah sakit. Ketiga wajah pemuda itu di landa ke khawatiran. Mereka sama-sama ketakutan, berliannya, ratunya, tidak boleh terluka. Siapa pun yang berani melukainya, maka jangan harap orang itu akan bernafas esoknya.

Zefrin menyusuri koridor rumah sakit dengan tangan terkepal kuat. Takut kehilangan Zela begitu besar. Zefrin tidak bisa berpikir dengan tenang sekarang.

"Bang, gue kangen ayah," ucap Zela tanpa mengubah posisinya yang masih memeluk Zefrin dengan erat.

Zefrin tersenyum simpul. "Ayah udah di atas girl, mau kita sekangen apapun sama ayah, kita ga bisa ketemu."

"Bunda belum di atas, tapi kok susah banget ya buat ketemu?" tanya Zela.

Zefrin tidak tahu harus menjawab apa. Pemuda itu bungkam.

Jika Zela sedang manja begini, gadis itu akan terus membuka suara. Bertanya ini itu, dan yang tak jauh Zela tanyakan dan Zela ucapkan adalah perihal bunda dan ayahnya.

"Zel, apapun yang terjadi kita harus bareng-bareng ya?"

"Ngga, lo nyebelin. Gue mau sama ayah aja."

"Heh, mulut lo, jangan ngomong gitu ah," ucap Zefrin. Ia tidak sudak jika adiknya terus berucap yang tidak-tidak.

mengingat kembali ucapan-ucapan Zela kala itu. Membuat ketakutan Zefrin semakin bertambah.

Terlihat Vino yang sedang duduk di ruang UGD sana. Terlihat dari raut wajahnya Vino terlihat khawatir.

"Kenapa Zela bisa kaya gini, Vin?" tanya Zefrin to the poin.

"Masih di tangani, bang," jawab Vino.

Zefrin mengusap wajahnya gusar, pemuda itu meninju dinding sekuat tenaga.

"Sialan!"

"Zef, tenangin diri lo," ucap Dion seraya menepuk pundak Zefrin pelan.

"Bang, lo percaya kan Neza kuat?" tanya Helmi.

Zefrin memejamkan matanya sejenak seraya duduk di kursi tunggu rumah sakit.

Dalam hati Zefrin tidak ada henti nya meramal doa. Juga meyakinkan bahwa Zela gadis yang kuat.

Zefrin tidak tahu sehancur apa hidupnya jika Zela, Zela tiada. Gadis itu keluarga satu-satunya. Zefrin tidak punya siapa-siapa selain Zela. Maka dari itu, ia sangat takut akan kehilangan adik kesayangannya.

☆☆☆

"Sat?"

"Hm?"

"Berhasil ga ya?" tanya Kael seraya mengepulkan asap rokok nya ke udara.

"Berhasil dong, gue yakin Zela bakal jauhin tuh cowok brengsek," sahut Satria. Pemuda itu sama halnya dengan Kael. Mereka sama-sama sedang menikmati ketengan benda nikotin.

Kael tersenyum kemenangan. "Gue ga bakal biarin Zela deket sama tu cowok."

"Haha, iya dong. Gue juga ga rela Zela sama tu cowok," ucap Satria.

☆☆☆

Setelah tiga jam lamanya, akhirnya Zela sadarkan diri. Gadis itu sudah siuman, dan sudah di pindahkan ke ruang inap.

"Lo ga masuk?" tanya Revan dengan kantung kresek di tangannya.

Vino mengusap wajahnya gusar. "Biarin bang Zef dulu."

Revan manggut-manggut. Di depan ruang inap Zela, hanya ada Vino dan Revan. Inti gabores yang lain sudah pada pulang, atau mungkin ke markas.

"Nih minum," ucap Revan seraya memberikan satu botol minum pada Vino

VINOZELA [Unrequited revenge]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang