Doa' sepertiga malam
Dari sebuah rumah dipinggiran jalan, nampak sekumpulan keluarga yang lagi diuji oleh yang maha kuasa. Seorang wanita duduk diteras rumah dalam keadaan lesu, lemas tak berdaya. Ia berkata
"Nasib sedang tidak berpihak kepadaku, tapi aku yakin Allah tetap berpihak kepadaku"
Aku duduk disamping wanita, sembari berkata
"Ma, cepat sembuh ya Ma"
"Iya Nak"
Dua hari setelah itu, wanita yang biasa kupanggil mama kini dibawa ke rumah sakit. Nampak kesedihan dari raut wajah papaku. Aku ikut bersama papa mengantar mama kerumah sakit. dikala itu aku juga tidak enak badan, tak cuma aku hampir semua anggota keluargaku dalam keadaan yang sama.
Di dinding rumah sakit, papaku menyandarkan punggungnya. Ia berkata sambil menangis
"Ya Allah, hampir semua anggota keluargaku sakit, melihat kondisi istriku yang drop karena kehilangan sesuatu membuatku tak sanggup dengan keadaan ini."
Empat bulan yang lalu, keluarga kami ditimpa musibah yang besar. kami harus pindah dari rumah kami yang bagus itu, karena tanah tempat kami tinggal dalam keadaan perkara.
Tetangga kami yang kaya raya itu berpihak kepada pihak lain, dari hasutan-hasutan pihak itu membuat ia berani mengganti rugi rumah kami, meski bergitu tetap tidak sebanding dengan bangunan dan tanaman yang ada.
Orang tuaku lebih memilih pindah dari pada bertahan ditempat yang tidak pasti.
Kami sekeluarga harus pindah ke kontrakkan kecil. Anak dari kontrakan itu sering kali membuat keluarga kami sakit hati.
"He.. kalian jangan banyak gaya, kalian ini cuma hidup numpang"
ucap anak pemilik kontrakkan itu.
Meskipun ia cuma anak kecil berusia dua belas tahun, untuk orang yang baru saja ditimpa musibah tak mungkin bisa tenang bergitu saja."Anak itu, setiap kali ia main kesini. Walau kontrakkan kita bayar, disaat kita makan ia juga kita beri makan, kita kasihi seperti anak kita. Lalu ini dibalasnya."
Hal itu membuat orang tuaku mengupat.
Setiap malam aku sering melihat orang tuaku berdoa' dan memohon sesuatu."Ya Allah, ya tuhan ku. Hamba ridho dengan takdir yang telah engkau tetapkan ini. Hamba mohon ya Allah, berilah kami rezki untuk bisa kembali tinggal dirumah sendiri. Dekat dengan air yang mengalir dan Musholla ya Allah, seperti dahulu kala. Hamba ingin dekat dengan rumahmu ya Allah untuk beribadah ya Allah."
Air mata orang tuaku pecah dan berderai dipipinya.
Kami melihat orang-orang kampung sengaja berlalu lalang didepan rumah melihat kearah kami untuk memastikan kami benar-benar tinggal disitu. Orang tuaku tetap menanggapinya dengan senyuman. Orang-orang kampung menganggap bodoh orang tuaku. Dari musibah itu nampaklah mana orang yang benar-benar baik.
Pamanku dari Bukit Sileh dan dari Malaysia datang ketempat kami, dari wajahnya nampak kesedihan dan mata yang memerah meski tak ada air mata yang jatuh. Itu bukan sandiwara, aku tahu tiap kali suka dan duka dari kami mereka memang selalu ada.
Orang tuaku hanya sanggup tinggal dua bulan dirumah itu, papaku mengajak kami tinggal dirumah orang tuanya yang ada ditepi jalan. Dan dirumah itulah kami kembali mendapat ujian.
Ada seeorang wanita berkata kepadaku
"Na, mungkin usia Mamamu tak lama lagi. Kamu harus iklhas dengan semua ini ya nak." Seketika air mataku mengalir dengan deras dipipiku. Aku tak sanggup mendengar itu.
Malamnya aku tidak bisa tidur, terngiang-ngiang ucapan tadi. Sebelum tidur aku berdoa' kepada tuhan."Ya Allah mudahkan aku tidur dan bangunkan aku disepertiga malam".
Disepertiga malam aku terbangun, aku shalat dan berdoa'"Ya Allah, Hamba belum sanggup kehilangan Mama hamba ya Allah, Berilah Mama Hamba kesembuhan dan bergitu juga yang lainnya Ya Allah. Ya Allah Hamba mohon padamu mudahkan lah semua jalan Orang tua Hamba ya Allah"
Keesokan pagi nya, aku pergi ketempat mamaku dirawat, mamaku tak lagi mengenali diriku. Tak cuma itu abangku juga ikut dirawat.
Aku lebih memilih duduk disamping abang, menemani ia dirawat karena aku tak sanggup melihat mama yang sana sini pakai selang, bahkan bab dan bak pakai selang, tak cuma itu kabel didada dan diperut, oksigen dihidungnya, makanpun lewat hidung, impus ditangan kanan dan kiri.
Aku menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh abangku. Abang ku hanya diam karena saat itu ia sama dengan mamaku yang tak lagi mengenalku.
Setiap usai shalatku, aku selalu mengulangi doa' yang sama. Cukuplah kehilangan rumah bagiku jangan keluargaku.
Adik perempuan papaku, atau kusebut ante, ante berkata kepada papaku, bahwa rumah yang kami hunyi saat ini tidak baik-baik saja. Rumah itu sudah lama tinggal tentu ada hal mistis didalamnya, apalagi kondisi mamaku masih terpuruk tinggal dirumah itu. Ia berkata, bagaimana kami tinggal ditempatnya sementara waktu. Aku dan saudaraku tinggal dirumah ante kami selama mama dirumah sakit, disitu kami diberi makan dan fasilitas yang baik. Apalagi saat itu papaku sibuk merawat mamaku, istri tercintanya.
Suatu ketika aku pernah berkata kepada papa"Pa, ana nggak sekolah besok ya. Mau nemanin mama" tetapi papaku menolaknya
"Nak, jangan nak. Papa memang tidak mewariskan kamu harta melimpah tapi Papa ingin mewariskan ilmu kepadamu Nak, Papa ingin semua anak Papa Sarjana dan mempunyai pekerjaan lebih baik dari Papa."
seketika hatiku luluh dibuatnya. Aku ingin menangis tapi aku berusaha menahannya. Sejak saat itu Aku tetap datang kesekolah dengan sepenuh hati, tidak menampakkan luka yang saat ini kurasakan. Aku kesekolah berjalan kaki lebih pagi karena jaraknya dua kali lipat lebih jauh dari sebelumnya.
Allah yang maha mendengar, membawa kembali abang dan mamaku bersama aku dan keluarga. Meski belum dalam keadaan pulih sepenuhnya.
Ante meminta kami tinggal dirumahnya sementara waktu. Dirumah itu mamaku berkata."Kita dimana? Kita dirumah kita ya?"
Ia mengambil dompet dan tak tahu cara membukanya.
Melihat tingkah aneh dari mamaku, aku berdoa' kepada yang maha kuasa."Ya Allah, Hamba tak pernah menginginkan kondisi seperti ini untuk Mama hamba ya Allah. Tolong kembalikan ia seperti semula ya Allah."
Papaku mengambil semangkok air dan membacakan ayat kursi sekeliling rumah orang tuanya. Ia membersihkan rumah itu sebersih-bersihnya. Dan disekeliling dinding yang berlubang ia mengambil segulung demi segulung rambut yang tertempel disitu dan menguburnya. Papa berkata jika itu adalah rambut alm Ibunya dikala sakit. Setelah itu kami bisa nyaman tinggal dirumah itu.
Allah yang maha adil, yang maha penyayang mengabulkan doa' demi doa' yang terucap dari bibir kami berulang kali. Ada-ada saja rezki yang datang setelah itu. Kondisi Orang tuaku dan saudaraku kembali keseperti semula termasuk aku. Kami bisa membeli tanah yang mana tempatnya tak jauh dari rumah kami sebelumnya. Masih dekat Musholla yang sama bahkan didepannya ada perairan irigasi sesuai doa' orang tuaku.
Papaku bisa bekerja seperti semula bahkan bisa mengambilkan waktu mengurus kebunnya. Mamaku bisa buat kerupuk lagi bersama kami bahkan kami juga sering membantu mama mengurus sawah.
*****Suatu hari kami mendapat kabar burung bahwa rumah yang kami tinggali sebelumnya akan dihancurkan karena masuk kepeta jalan. Kini tetanggaku yang kaya raya itu sedang bertengkar mempertahankan rumah itu.
Kami bersyukur, untung kami sudah pergi dari situ, Orang tuaku berkata kepada ku dan kepada kami semua untuk tidak menyimpan dendam dihati. Kami setiap kali bertemu dengan tetangga kami tetap bersenyum sapa.
-selesai