---
Di sebuah kota metropolitan yang sibuk, hiduplah seorang pemuda bernama Raka. Sejak kecil, Raka selalu menjadi sasaran ejekan dan fitnah oleh teman-teman sebayanya. Mereka menganggapnya lemah, tak berguna, dan tak memiliki masa depan. Di sekolah, dia sering dihina oleh teman-temannya yang kaya dan berpengaruh.
Raka duduk di bangku belakang kelas, sendirian seperti biasa. Ketika jam istirahat tiba, Dani dan Sinta, dua dari sekian banyak orang yang sering menghinanya, mendekatinya dengan senyum sinis.
"Hei, Raka! Kenapa kamu duduk sendirian di sini? Oh, aku lupa, siapa juga yang mau berteman denganmu," ejek Dani sambil tertawa terbahak-bahak.
Sinta menambahkan, "Lihat bajunya, Dani. Seperti pemulung. Kamu yakin kamu tidak salah jalan, Raka? Sekolah ini bukan tempat untuk orang sepertimu."
Raka tidak menjawab, hanya menunduk dan berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Setiap kata-kata mereka seperti pisau yang mengiris hatinya. Namun, di dalam hatinya, Raka memiliki tekad yang kuat untuk membuktikan bahwa mereka salah.
Malam itu, setelah pulang dari sekolah, Raka langsung menuju kamar kecilnya. Di dalam kamar yang sempit itu, dia membuka buku-buku pelajarannya dan mulai belajar. Lampu meja yang redup menjadi saksi bisu dari perjuangan Raka.
"Suatu hari, aku akan membuktikan pada mereka. Aku akan sukses dan mereka akan menyesal," gumam Raka pada dirinya sendiri.
Bertahun-tahun berlalu, dan Raka terus bekerja keras. Dia belajar dengan giat, mengikuti berbagai kursus online, dan berusaha mengembangkan keterampilannya. Setiap hinaan dan fitnah yang diterimanya menjadi bahan bakar semangatnya untuk terus maju.
Pada suatu hari, kesempatan besar datang. Raka mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Dia berkemas dan meninggalkan kota itu dengan tekad yang semakin besar.
Di negara baru itu, Raka belajar dengan giat. Dia mengikuti kelas-kelas yang menantang, bekerja di laboratorium hingga larut malam, dan berinovasi dengan tekun. Akhirnya, dia berhasil menciptakan sebuah teknologi revolusioner yang mengubah dunia. Kesuksesannya pun semakin besar, dan dia kembali ke kota asalnya sebagai seorang pengusaha sukses dan ilmuwan terkemuka.
Kepulangannya menjadi kejutan besar bagi penduduk kota. Orang-orang yang dulu sering menghinanya kini terkejut melihat perubahan besar dalam hidup Raka. Mereka yang dulu merendahkannya kini merasa malu dan menyesal atas perbuatan mereka. Mereka berusaha mendekati Raka, memohon maaf dan mencari kesempatan untuk memperbaiki hubungan.
Suatu hari, di sebuah acara reuni sekolah, Raka bertemu dengan Dani dan Sinta. Mereka mendekatinya dengan canggung.
"Raka, kami benar-benar minta maaf atas apa yang kami lakukan dulu. Kami tidak tahu bahwa kamu akan menjadi orang sehebat ini," kata Dani dengan nada penuh penyesalan.
"Ya, kami benar-benar menyesal, Raka. Kamu pasti telah melalui banyak hal untuk sampai ke titik ini," tambah Sinta.
Raka memandang mereka dengan tatapan tajam. Rasa sakit hati dan kecewa yang dalam membuatnya sulit untuk memaafkan mereka yang dulu meremehkannya.
"Dani, Sinta, aku mengerti kalian menyesal. Tapi luka yang kalian berikan tidak akan hilang begitu saja. Aku melalui banyak hal, bukan karena dukungan kalian, tapi karena aku harus membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku bisa. Kalian mungkin tidak akan pernah mengerti betapa dalam luka yang kalian tinggalkan," jawab Raka tegas.
Meskipun dia tetap profesional dan bersikap sopan, di dalam hatinya, dendam itu masih membara. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan pernah melupakan masa-masa sulit yang pernah dia alami.