Kim Sunoo iri pada adik tirinya. Jungwon selalu dapat apa yang ia mau, sedangkan Sunoo harus berusaha terlebih dahulu dan memenuhi ekspetasi keluarganya. Ia tidak pintar akademi seperti Jungwon, ia cenderung pandai non akademi seperti, hobi berkuda memanah, atau melukis.
Keluarga Sunoo tidak mendukung kesukaanya justru, beranggapan itu adalah sebuah kegagalan yang membawanya pada amarah sang ayah. Jika nilainya terus turun, ayah tak segan melayangkan pukulan atau cambukan.
Muak? Tentu saja.
Sunoo ingin melarikan diri, namun keluarganya seakan merantai pergelangan kakinya. Ia terus berusaha sendiri supaya dapat pengakuan ayah dan ibu. Tidak ada satupun orang yang menolongnya. Sunoo perlahan lenyap dalam kegelapan.
Tahun terus berlalu. Jungwon akan menikah dengan pria yang ia cintai. Sunoo tak suka itu. Ia benci melihat adiknya bahagia. Sedangkan ia masih harus berjuang menuntaskan ekspetasi ayahnya.
Dua hari sebelum pernikahan Jungwon. Sunoo membunuh kekasih adiknya, tanpa siapapun lihat. Di malam yang sama, Sunoo kabur ke Texas. Bersembunyi dari kejaran antek-antek ayahnya.
Sunoo mengubah identitas selama berada di Texas. Beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia menghabiskan malam di sebuah bar kecil di pusat kota. Menyesap minuman yang entah sudah ke berapa.
Karena pengaruh alkohol, Sunoo mendekati seorang pria. Berambut hitam, bermata elang dengan wajah yang tegas. Ia tanpa sadar duduk dipangkuannya. Mengalungkan tangan pada leher si pria.
Mencium bibir dengan gerakan amatirnya. Meski Sunoo pernah punya pasangan, itu tidak membuat ia pandai ciuman dalam satu malam. Tubuh bawahnya menggesek bagian intim si pria. Sunoo mendesah pelan tanpa sadar kemudian, menatap pria berwajah datar.
Tangan besar si pria menyusuri lekuk tubuhnya, suara lenguhan terdengar ketika pria itu meremas pantat sintalnya. Mereka melakukan malam bergairah di sebuah hotel.
Pagi tiba, Sunoo melihat tubuhnya tak berbusana. Punggung dan pinggangnya nyeri bersamaan. Namun tubuhnya bersih, tak ada cairan tertinggal di dalamnya. Ia mendudukkan diri di pinggir ranjang, melihat lembaran uang dolar ditinggal atas nakas.
Sunoo berdecih, merasa direndahkan karena dianggap pelacur.
Matanya menangkap kartu nama dibawah lembaran uang dolar. Ia mengambilnya dan melihat satu nama seorang pria yang Sunoo yakini adalah pria yang tidur dengannya.
Tertulis 'Park Jay'.
Belakang kartu tertulis. 'jika butuh bantuan, hubungi saya.'
Tidak terpikir sedikitpun Sunoo menghubungi pria itu. Lagipula ia tidak mau bila ada yang tau bahwa dirinya seorang buronan.
1 tahun berlalu, Sunoo menikmati hidupnya yang santai meski beberapa bulan terakhir merasa diikuti seseorang. Ia mulai risih berada di lingkungan apartemennya, bahkan penghuni sekitar seolah memperhatikannya.
Hingga hari itu datang, masalah lebih besar menghampiri. Sunoo dengar para polisi dan detektif menemukan keberadaannya. Ia panik setengah mati. Menyusuri setiap sudut apartemennya untuk mengambil barang yang akan ia bawa pergi. Ketika membuka lemari untuk mengambil beberapa pakaian, sebuah kartu nama jatuh.
Kartu nama yang Sunoo dapatkan satu tahun lalu di sebuah hotel. Ia masih bisa melihat bekas pulpen tulisan itu. Segera ia ambil ponsel dan mengubungi nomor yang tertera.
Suara panggilan masuk dan suara pria terdengar.
"P-park Jay?" Sunoo menelan ludahnya. Sebelum menelepon tadi, ia memiliki keraguan tinggi untuk meminta bantuan orang asing.