Malamnya sunyi, tiga orang sedang termenung menatap ke bawah, melihat bagaimana orang-orang beraktivitas. Mereka adalah mahasiswa yang sedang mengikuti kegiatan di kampus bersama yang mengharuskan mereka menginap di asrama kampus. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 dan seharusnya mereka telah kembali ke kamar mereka.
Pertanyaan yang tadinya hanya basa-basi kini membuat mereka terjebak, menunggu satu orang menjawab, sedang dua yang lain bersiap mendengarkan.
"Ya, Pak Badi memang sebenarnya dikeluarkan dari kampus. Seharusnya penyebab dia dikeluarkan cuma karena dia dianggap gak membantu menaikkan akreditasi program studi sedangkan dekan fakultas teknik bilang kalau fokus utama untuk program studi teknik sipil saat itu adalah untuk menaikkan akreditasinya. Sederhananya, Pak Badi dianggap gak membantu padahal dia termasuk dosen unggul yang seharusnya ikut andil menaikkan akreditasi prodinya. Tapi kalian tau lah, banyak penjilat, orang iri, dan lain-lain. Maka saat mereka menemukan kesempatan untuk menjatuhkan yang lain, maka mereka lakukan. Sayang sekali dosen berkualitas seperti Pak Badi justru malah pergi meninggalkan kampus kita."
"Loh, kampus kita rugi dong? Tapi masa iya sih cuma karena dianggap gak membantu doang? Memangnya menjengkelkan banget kah?"
"Ya, mereka kekeh dan sepakat menganggap demikian. Lalu Pak Badi ditawarkan untuk melanjutkan S3 ke luar negeri. Padahal kalian tau, itu adalah cara kampus kita mengeluarkan dia."
"Wah, gua yang gak kenal dan gak tau orangnya yang mana jadi prihatin, cok."
Desta nampak sudah selesai dengan ceritanya mengenai Pak Badi. Ia mengangguk setuju saat Wildan yang bahkan tidak tau yang mana Pak Badi itu kini ikut prihatin mendengar bagaimana beliau difitnah dan dikeluarkan.
"Lu diam aja dari tadi memangnya tau Pak Badi yang mana, Nga?" Kini Desta bertanya. Melirik ke sebelah kirinya dimana Bunga kini nampak melongo.
"Woi." Sentil Wildan ke pundak Bunga dengan tangannya yang panjang.
Bunga kini menatap mereka berdua dengan kedua alis yang terangkat, benar-benar nampak seperti orang yang baru saja bengong "Gua kayaknya udah mulai ngantuk cuy. Gua balik ke kamar ya? Duluan." Bunga justru pergi tanpa memberi jawaban.
Wildan segera bangun juga dan buru-buru mengejar Bunga sambil bilang ke Desta "Kita harus tidur juga, cok. Besok udah harus di kampus sebelum matahari terbit!"
Desta mau tidak mau pun berdiri dan membuang rokoknya "Biasa juga gak tidur lu, Dan." Celotehnya namun tetap mengikut.
Di tengah diamnya Bunga bersama Wildan dan Desta yang tidak membiarkan dirinya sendirian di lift tengah malam. Nama dia terngiang-ngiang, terus menerus, yang bahkan dirinya sendiri tidak dapat menghentikannya.
ABADI, ABADI, ABADi, ABAdi, ABadi, Abadi, abadi. . .
BADI.
A-BA-DI.
Bunga terbangun saat merasakan sesuatu seperti membisik dekat sekali ke telinganya. Dia melihat dua teman sekamarnya tengah bersiap sedangkan dia bahkan baru saja bangun.
"Jam berapa sekarang?" Tanya Bunga sambil beranjak mengambil handuk.
"Jam lima! Lu daritadi dibangunin gak bangun bangun anjir, alarm lu udah di kuping lu padahal, malah kita berdua yang bangun!" Celoteh temannya sedangkan temannya yang lain hanya menggelengkan kepala.
Pagi itu, mereka bertiga berhasil tiba di kampus sebelum matahari terbit, sebelum mereka berpapasan dengan calon apoteker yang akan mengikuti ujian OSCE. Mereka bertiga, dan juga Wildan dan Desta adalah mahasiswa yang menjadi Pemeran Standar. Yang akan menjadi soal bagi para calon apoteker.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Abadi
RomanceBunga, apabila memang tiada yang abadi, maka saya harap kamu akan abadi. Kamu benar, tiada yang abadi kecuali tuhan, tapi aku akan tetap berharap apa yang dunia ini saksikan tentang sebuah rasa, diceritakan bahwa rasanya adalah Abadi. Published : 30...