1. Rumah

52 23 14
                                    

Rumah kecil ini yang selalu aku suka. Tempat dimana aku bisa berekspresi dengan bebas, tempat dimana aku bisa melampiaskan semuanya tanpa batas dan inilah yang di sebut rumah.

Kaki kecilku melangkah riang menuju halaman sederhana depan rumah. Rumah minimalis yang sangat nyaman ini telah menjadi hunian ku sejak kedua orang tuaku menikah. Saat ini usiaku menginjak sepuluh tahun, dan kedua orang tuaku mempunyai bisnis cafe kecil-kecilan yang mereka bangun sebelum memutuskan untuk hidup mengarungi bahtera rumah tangga.

Romantis sekali bukan? Aku memang belum mengerti apa-apa, tapi aku sering membaca kisah romantis yang ceritanya sama seperti orang tuaku. Suatu saat nanti aku ingin seperti mereka, di satukan dengan cinta dan membangun bisnis bersama.

"Sarah sayang...."

Aku suka suara lembut bunda ketika memanggil namaku. Rasanya seperti ada kasih sayang yang mengalir di sana meskipun tidak terlihat.

"Iya?" segera ku percepat langkah kaki ku agar bisa segera sampai di hadapan bunda.

Di depan sana sudah ada sepasang suami istri yang tengah asyik membakar jagung. Karena langkahku yang terlalu riang, sampai lupa kalau di kedua tanganku ada bumbu oles untuk jagung yang sedang di bakar.

"Hati-hati, sayang." Itu suara ayah ketika melihat bumbu yang aku bawa hampir saja terjatuh.

Aku hanya bisa memberikan senyuman ketika sudah ada di hadapan mereka. Meskipun wajah kedua orang tuaku menampakan mimik khawatir yang sangat kentara.

Setelah memberikan bumbu oles tersebut, aku memilih duduk di kursi kecil yang sudah tersedia di halaman rumah minimalis kami. Melihat kedua orang tuaku bercengkrama layaknya adegan di film romansa, membuatku semakin memimpikan masa depan dengan seseorang nantinya.

Hahh ya ampun aku masih sepuluh tahun!

"Sudah jadiii." Kata ayah. Dia menghampiriku sembari membawa satu nampan jagung bakar yang sudah siap untuk di santap. Aku berteriak gembira sambil bertepuk tangan ria.

"Pakai dulu jaketnya, udaranya sudah mulai dingin."

Aku mematuhi perintah bunda. Mengambil jaket berwarna pink dari tangan bunda, aku mulai memakainya dengan sedikit tergesa. Melihat tingkahku, bunda hanya geleng-geleng kepala.

Di tengah-tengah ketika kami sedang menyantap jagung bakar bersama, letusan kembang api menghiasi langit malam. Suaranya yang berisik membuat ku berteriak heboh sambil menunjuk langit, memperlihatkan kepada mereka kalau itu sangatlah indah.

"Selamat tahun baru, Sarah sayang."

Aku merasakan kedua sisi kepalaku di kecup lembut oleh ayah dan bunda.

"Selamat tahun baru juga, ayah bunda." Sekarang giliran ku untuk mengecup mereka berdua secara bergantian.

Aku suka, rasa hangat seperti ini ingin aku rasakan setiap harinya. Beruntung sekali rasanya aku terlahir di keluarga penuh dengan cinta seperti ini.

Aku suka ketika ayah mengusap lembut rambut ku, aku suka ketika bunda mengelus kedua sisi lengan ku, dan intinya aku suka perlakuan hangat mereka yang hanya di khususkan untukku.

"Kalo sudah besar seperti bunda nanti, Sarah mau punya suami seperti ayah saja." Ucapku sembari memeluk lengan mereka.

"Di ajarin siapa sudah tahu suami-suami, gitu?" dengan jahil ayah menjawil hidungku.

Bunda hanya tersenyum melihat interaksi aku dan ayah. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat betapa besar cinta untuk satu sama lain antara ayah dan bunda. Aku melihatnya ketika mereka bertatapan.

Whitout You (SUDAH TERBIT DI TEORI KATA PUBLISHING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang