Jakarta di Malam Hari

2 0 0
                                    

Malam ini pada tanggal 19 July 2024, kau memutuskan untuk mengajakku berkeliling kota Jakarta, kota yang memiliki banyak gedung-gedung dan bangunan serta tempat publik yang indah. Mungkin ini sepele, tapi membekas di hatiku bagaikan tembak yang terlukis gambar di permukaannya, hanya bisa ditimpa dan diamplas untuk menutupinya.

Sibuknya kota Jakarta tidak seperti kota kota lainnya. Meskipun kota ini harus merelakan sebutan 'daerah khusus ibukota'nya, kota ini tetap menjadi kota dengan tingkat kesibukan yang tinggi.

Mamaku pernah bilang "Jodoh itu akan kembali dengan sendirinya karena kamu memang jodohnya, tidak perlu memaksakan takdir yang sudah Tuhan tulis, suatu saat kamu akan mengerti apa yang mama bilang, nak. " Mah, aku mengerti maksudmu. Anak perempuan keduamu ini harus menjalankam hidupnya dengan segala rumitnya cinta.

*****

Hari ini adalah hari yang buruk, dimulai dengan aku yang lupa mengerjakan pr bahasa Indonesia yang diberikan oleh guruku, aku yang diomelin oleh mama karena ceroboh, botol parfume kesayanganku pecah, dan masih banyak lagi. Aku beristirahat dengan banyak pikiran negatif yang muncul. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk bersantai di balkon rumahku dan membaca buku 'Kau, Aku, dan Sepucuk Angpao Merah' karya Tere Liye.

Handphone milikku berbunyi. Aku bergegas menyalakannya dan melihat isi dari notif itu. "Sibuk gak? " itu adalah pesan dari Genio, teman seangkatan. Kami berbincang lewat Whatsapp kurang lebih 5 menit. "Ayo jalan jalan keliling Jakarta. " hatiku berdebar kencang, tidak pernah ada yang mengajakku berkeliling kota Jakarta seumur hidup kecuali keluargaku.

"Mau gak? Gue tinggal nih" tidak, aku tidak bisa menolak, sudah lama sekali aku tidak melihat perkembangan kota ini. Dengan sigap aku pun membalas pesan itu dan bersiap siap secepatnya.

20 menit kemudian, Genio datang dengan motor keren berwarna hitam yang amat membuatku terkesan. "Ngapain diem di situ? Cepetan ini pake helmnya" lamunanku terpecahkan. Aku pun memakai helm yang diberikan olehnya, "Pukul gue kalo motornya kekencengan ya!! " serunya. Motor yang kami naiki melesat dengan kencang menuju tempat tempat terkenal di kota ini.

Pukul 20.45, kami sampai di Gramedia. "Lo pengen beli novel dari penulis kesayangan lo itu kan? Ayo, gue beliin" apa? Dia akan membelikannya untukku? Dia meraih tanganku dan mengajakku masuk. Banyak buku buku disini, kami berjalan dan menemukan plang bertuliskan 'novel' ini dia yang kucari. Genio memberiku novel berjudul 'Teruslah bodoh jangan pintar' dia seolah bisa membaca pikiranku, "lo suka yang berbau hukum kan? Mungkin ini cocok. Oh ya, ambil aja sepuasnya, gausah sungkan. " aku tersenyum dan mengucapkan 'terimakasih' sembari memegang buku yang sudah ku impikan sejak dulu.

"Kita makan dulu, ya? Sekalian gue ngenalin resto pakde gue sama lo" aku hanya mengangguk, dia aneh sekali tetapi perasaanku padamu tidak bisa dijelaskan seperti menjelaskan betapa indahnya kenangan yang kau lukis di hidupku.

*****

Ini tujuan ke 3 kita, tempat yang sunyi, sepi, dan sejuk. Aku tidak tahu persis dimana kita berada sekarang, yang ku tahu, ini tempat favoritnya.

Genio menatapku, "lo suka menyendiri, ya? " pertanyaan sederhana. Jawabanku pun sederhana "itu cara gue meluapkan emosi, lebih baik langit yang menerima semua cerita yang gue pendam, daripada gue keceplosan ngomong yang aneh-aneh yang bikin sakit hati. " Genio tidak banyak berbicara dan membiarkanku berdiam diri hingga aku merasa puas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GeYa : Cinta Kita dan Kota IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang