PERTEMUAN

19 3 3
                                    

"Ayah, bolehkah aku menikah dengan Xiumin?"

Suara wanita itu bagaikan sajak puisi terindah yang pernah didengar manusia. Suara pelan nan menawan itu berhasil membuat semua orang disana terdiam, tapi juga tersenyum. Mereka saling tatap satu sama lain, berharap ada seseorang yang membuka mulut dan menjawab pertanyaan tersebut.

"Ayah, Ibu. Bolehkan?"

Suara itu kembali terdengar. Sang Ayah mulai berdiri, kemudian menarik pria di sebelah sang wanita menuju halaman.

"Tidak," jawab pria paling dituakan disana.

"Sudah kubilang, jangan dekati anakku." Orang yang dipanggil Ayah itu berucap, "dia tidak cocok untuk bajingan sepertimu. Kamu orang rendahan tidak bisa disandingkan dengan keluarga ini."

"Aku berjanji akan menjaga Amanda dengan baik, Ayah."

"Jangan panggil aku Ayah! Itu menjijikkan jika terucap dari mulutmu!" teriaknya keras.

"Dia tidak boleh menikah denganmu!"

Pria berusia 50an tahun itu mendorong pria bernama Xiumin itu kencang, kemudian menodongkan sebuah pistol ke arahnya. Sekali Xiumin berucap, peluru di dalam senjata itu akan keluar dan menembus tubuh Xiumin kapan saja.

Suara gaduh 2 pria di luar membuat hampir seluruh keluarga di dalam keluar. Ibu mulai berteriak ketakutan kala Sang Ayah memegang benda berbahaya tersebut. Belum sempat Sang Ibu mencegah, suara tembakan terdengar kencang.

Namun, bukan Xiumin yang tertembak, tapi si pemilik suara indah nan menenangkan itu.

"Tidak, Amanda!"

Suara tangis Xiumin meraung di tengah malam nan dingin, membuat semua orang merinding mendengar suaranya. Dia memeluk Amanda yang sudah terbujur kaku dengan darah yang keluar dari kepalanya. Rasa menyesal serta amarah membuat tangisan Xiumin semakin kencang.

"Kenapa kamu bodoh sekali, Amanda?" gumam Xiumin sambil membelai rambut semir cokelat Amanda.

Wajah Ayah memucat, dia tak melihat bahwa Amanda memeluk Xiumin tepat saat dia menarik pelatuk pistolnya. Kini, hanya rasa menyesal mendalam yang beliau miliki saat melihat sang anak mati di tangannya sendiri.

"Ayah, aku akan membalas ini semua. Kalian akan terus dihantui oleh kesalahan yang Anda buat," ucap Xiumin dengan tatapan tajam.

"Hah?! Bisa apa kamu? Gara-gara kamu anakku mati!" teriak Ayah kencang.

"Itu juga salahmu! Jika kamu menyetujui hubungan kami, Amanda tidak begini! Pergi dariku!"

Kedua orang tua Amanda segera pergi dari sana, tanpa membawa barang ataupun meminta maaf ke Xiumin.

Xiumin, orang itu sangat emosi saat ini. Dia sudah memiliki siapa-siapa lagi. Orang tua, keluarga, dan kini kekasih hatinya, Amanda.

"Aku akan hidup abadi, sampai menemukan kalian dan Amanda."

***

Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun Xiumin menunggu kehadiran Amanda. Dia sudah mengelilingi dunia, mencari orang ataupun makhluk hidup seperti Amanda, tapi hasilnya nihil. Tak hanya Amanda, Xiumin juga mencari kedua orang tua Amanda yang sudah membuatnya hidup lama begini, tapi hasilnya juga nol besar.

Suatu hari, Xiumin terdiam di sebuah dermaga, melihat betapa riuhnya ombak untuk sampai di tepian. Apakah dia harus membunuh dirinya? Tapi, berkali-kali Xiumin mencoba itu, dia akan tetap hidup. Tuhan seakan ogah mengambil nyawanya karena sumpah yang dia ucapkan.

"Bodoh," umpat Xiumin pada dirinya sendiri.

Setelah merenungi nasib dan mengumpati dirinya sendiri, Xiumin membersihkan diri kemudian pergi dari sana. Namun, langkah Xiumin terhenti ketika melihat seorang pria dengan kacamata serta payung berwarna kuning tengah menatapnya. Mata hazel itu mengingatkan Xiumin pada seseorang. Rambut cokelat yang kini menjadi pendek membuat mata Xiumin membelalak.

PUNARBHAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang