Rintik hujan yang turun secara bergantian terdengar, suara kipas angin berputar dan Bunda yang sedari tadi tak ada hentinya melantunkan lagu Twinkle Little Star untuk sang buah hati yang tengah berbaring diatas pangkuan sang Ibunda.
“Rambutnya Kay udah panjang lagi, ya. Bisa nih Bunda kepang, pasti lucu deh,” ujar Bunda, sembari mengusap lembut rambut Kayana yang sudah mulai memanjang lagi.
Rambutnya itu bisa dibilang mudah tumbuh, yah walau kadang mudah rontok juga, tergantung mood kayaknya.
“Aku mau di kepang kayak princess, Bun! Yang cantik pokoknya!”
“Iya, iya. Nanti Bunda kepang yang cantikkkk banget, biar Kayana jadi princess, setuju?”
“Setuju! Terimakasih Bunda, pokoknya nanti aku mau jadi princess terus ketemu pangeran habis itu tinggal bareng deh”
Bunda tertegun, menatap Kayana secara lekat sambil kembali membelai rambutnya perlahan. Bunda tersenyum, bertanya dengan lembut kepada Kayana
“Kay tau soal pangeran dari siapa? Kay diajarin kak Naya?”
Kayana menggeleng, dia mengambil buku gambar yang terletak di atas meja dan juga sebuah cd yang berada di bawah meja televisi.
Dengan penuh semangat, ia menunjukkannya pada Bunda, tersenyum riang dengan wajah polosnya.
“Kay nonton ini tadi sama kakak. Habis itu, Kay juga diajak gambar bareng sama temen Kay. Katanya kalau kita udah ketemu pangeran terus tinggal bareng, udah deh bahagia selamanya”
Bunda tergelak, hampir saja salah paham dengan tingkah laku anaknya. Yah, wajar saja anak segitu pengen jadi princess kan?
“Iya, Kay bakal jadi princess dan juga hidup bahagia. Tapi, sama pangerannya nanti ya? Sekarang sama Bunda dulu”
Kayana, dan mimpi kecilnya menjadi seorang princess ternyata berlanjut bahkan hingga sekarang ia telah dewasa.
Tentunya, bukan lagi menjadi seorang princess seperti di kartun. Melainkan dalam artian diperlukan layaknya seorang princess dan bertemu pangeran dan cinta sejatinya.
Bolehkah Kayana mengharapkan hal semacam itu?
“Ah! Bohong lo, masa iya ga pernah pacaran sama sekali? Seorang Kayana?”
Anela mengangguk, ia melirik Kayana dari atas sampai bawah, berulang kali sampai Kayana lelah sendiri dengannya.
“Ga mungkin, deh. Secara nih ya, lo tuh cantik iya, pinter juga lumayan, terus apa lagi? Bakat? Lo bisa semuanya kan kecuali roll depan aja”
“Engga semuanya juga kali... Gue kan juga manusia biasa, ya mungkin belum nemu yang pas aja?” balas Kayana.
Serius deh, sudah hampir satu jam lamanya topik ini berlangsung. Salah Kayana sendiri yang memulai topik ini, padahal dia tau kedua temannya itu jika sudah berbicara soal cinta pasti urusannya lama.
“Terus lo selama di sekolah ngapain, Kay? Masa ga ada pengalaman school romance nya sih,” Anna kembali membuka suara
“Ya emang, engga ada sama sekali. Kita bahas yang lain aja ya? Emang ga bosen apa bahas ini mulu” pinta Kayana sudah mulai jengah dengan pembahasan cinta masa sekolah itu
“Kita penasaran aja, sih. Kalau yang modelan lo aja ga pernah, lah apa kabar kita”
Anna mengangguk, begitu pula dengan Anela ikut mengiyakan.
“Satu pertanyaan terakhir deh, Kay. Tipe ideal lo yang kayak gimana?”
Tipe ideal?
Tipe ideal seperti apa yang mereka maksud. Seumur-umur Kayana tidak pernah mendapatkan pertanyaan tipe ideal, jadi tidak ada waktu untuknya memikirkan hal itu.
Kalau diingat lagi, ia hanya ingin dirinya merasa dicintai layaknya seorang putri. Bertemu cinta sejati, dan berakhir bahagia.
Layaknya film yang ia tonton. Kisah happy ending setiap princess yang selalu ia lihat.
Kisah yang sama dengan dirinya sebagai karakter utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
dear diary: we fell in love in march
Teen FictionKota itu menjadi saksi bisu cerita kita. Menjadi latar dari berbagai ekspresi yang kita buat, bahagia, sedih, dan juga kecewa. Mungkin bagimu hal ini terdengar sederhana, tapi bagiku itu adalah suatu hal yang berharga. Pertama kalinya dalam hidupku...