P R O L O G

22 8 0
                                    

BONJOUR MOTHERFUCKERS 🖤
TERIMAKASIH MASIH ADA SAMPAI SAAT INI.

Selamat datang di cerita kedua Arbie Rubby Janné. Pastikan bijak dalam membaca, tidak salah lapak, apalagi membawa nama-nama tokoh lainnya di cerita ini. Terimakasih.
.
.
.

Happy Reading 🖤

MEZZANOTE

P R O L O G.

Bagaikan hujan yang turun saat tengah hari di jam duabelas siang, begitu pula suasana hati yang dirasakan oleh seluruh siswa penghuni SMA DUANTRA. Tak banyak yang turut masuk dalam pertempuran antar sekolah yang diadakan oleh SMA BUANA di lapangan perbatasan antara dua sekolah tersebut.

SMA DUANTRA, sekolah yang dari dulu hingga sekarang masih menerapkan sistem ‘SENGGOL BACOK’ untuk melakukan pertahanan di sekolah itu. Dari segi waktu, para pemimpin area pertempuran menurunkan beberapa rahasia agar sekolah masih menjadi benteng pertahanan mereka.

Hingga turunlah pada seorang anak laki-laki yang duduk di bangku kelas 12 IPS 1, yang dijuluki sebagai ‘PREMAN SMANTRA’. Dia Ailo Hachiko, si cowok berambut merah.

“Pulang lo semua! sebelum gue copotin gigi lo satu-satu.” Kata andalan Ailo keluar saat dirinya datang di tengah-tengah lapangan perbatasan.

Matanya melihat banyak sekali siswa nakal SMA DUANTRA yang bersiap untuk tumpah darah. Begitu juga dengan SMA BUANA, mereka nampak menyerahkan diri untuk kalah. Dapat Ailo lihat dari raut wajah, postur hingga nyali dari anak-anak BUANA. Nampak tak ada apa-apanya dengan SMA-nya.

“Kutu,” Remeh Ailo.

Salah satu pemegang SMA BUANA maju selangkah. Ia dikenal dengan namanya yang mirip dengan nama sekolahnya. Yaitu, Zio Cakrabuana. Laki-laki yang sebaya dengan Ailo itu mengkode untuk maju, menyerang duluan anak-anak SMANTRA.

Ailo melihat Zio maju duluan untuk memulai pertarungan. Sama seperti biasanya, maju paling awal, mundur paling cepat. Senyuman manis Ailo berubah menjadi senyum remehnya. Mari kita lihat, kali ini siapa yang akan menang.

“Gue tunggu lo di penjara.” Gumam Ailo yang dapat dibaca oleh Zio membuatnya tersenyum miring.

MEZZANOTTE

“Ngomong yang bener! mau lo gue copotin gigi lo satu-satu?!”

Pertempuran pagi tadi membuahkan hasil yang baik. Sesuai dengan keinginan Ailo yang merujuk pada kantor kepolisian, keduanya kini menghadap Komandan Dewan yang sering menjadi tatanan kenakalan remaja yang dilakukan oleh dua anak dihadapannya ini.

“Pihak sekolah kalian berdua sudah lepas tanggung jawab atas semua keresahan yang sudah kalian perbuat. Bapak tak tahu lagi harus kasih hukuman apa buat kalian. Pusing bapak tiap minggu ngurus kalian berdua terus. Selalu saja kalian. Tak ada yang lain.” Kata Komandan Dewan sembari memijat pelipisnya. Matanya melihat buku yang menuliskan nama Ailo dan Zio yang sudah berpuluh-puluh kali ditulis.

Komandan Dewan menyodorkan buku tebal itu dihadapan keduanya untuk di tanda tangani. Zio duluan menandatangani karena namanya duluan yang ditulis. Ailo sedikit mencondongkan tubuhnya mendekati Zio untuk mengintip tanda tangan anak itu.

“Congor lu bau menyan, Ai. Jauh-jauh lu.” Kata Zio saat Ailo terasa bernafas di dekatnya.

Ailo memasang wajah asamnya pada Zio. Ia berujar kesal, “Minta di copotin ya, gigi lo?”

Giliran Ailo yang tanda tangan. Ia tak lama untuk menggoreskan tinta hitam itu di atas kertas. Setelahnya, Ailo memberikan buku itu pada Komandan.

“Masukin sel aja si Zio, Ndan. Beban soalnya.” Usul Ailo saat dirinya berkemas untuk pulang.

“Minta part 2 lo? ayok diluar.” Zio berujar kesal.

“Ayok. Gue jabanin.” Ailo tersenyum miring.

Komandan Dewan yang mendengar pembicaraan keduanya sudah tak mau ambil pusing. Ia segera menelpon seseorang untuk segera menjemput Ailo dari tempat ini. Ia tak mau Ailo dan Zio akan membuat kegaduhan yang mengakibatkan kantor polisi ini hancur lebur karena ulah keduanya.

“Heh! Gak ada takut-takutnya memang, ya?! baru selesai berantem, masih mau lanjut diluar?! diem disini kalo gitu!” Gerutu Komandan Dewan.

“Gak bisa, Ndan. Ni anak kalau di biarin malah makin ngelunjak yang ada. Mangkanya harus di tinju dulu mukanya biar sadar.” Kata Zio yang nampak kesal.

Ailo tak menggubris ucapan Zio yang marah-marah itu. Ia hanya tersenyum-senyum sinis karena merasa geli dengan omongan besar Zio. Padahal Ailo hanya ingin bersenang-senang saja dengan dirinya.

“Tuh, gila tuh dia, Ndan. Bisa-bisa ni abis keluar nyopotin gigi orang dia.” Ucap Zio.

Komandan Dewan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anak dihadapannya ini. Ia melihat rambut Ailo yang rupanya berwarna merah maroon namun tak menyala karena berada di dalam ruangan.

“Kamu gak di marahin guru karena rambut kamu, nak?” Tanya Komandan pada Ailo.

“Dari lahir, Ndan. Ikut Mama.” Jawab Ailo. Ia jujur. Ia melihat reaksi Komandan yang menganggukkan kepalanya.

Zio merotasikan matanya, “Bohong. Dia ngecat rambut itu. Gak mungkin pirang dari lahir warnanya begitu.”

“Lo kalo gak tau, diem aja ngapa? bacot tau gak.” Sewot Ailo. “Udah pendek, kecil, bacot, idup pula.”

Zio tak terima di bilang seperti itu. Ia membalas, “Ngaca, jing! lo pendek. Pendekan lo di banding gue. Gue lebih gede lebih besar dari lo.”

“Congor lu gue tebas, ya! Tinggian gue daripada lo, setan! Gue paling besar!”

Zio tertawa remeh, “Dih?! gak gak. Gue lebih kakak ya, jadi gue paling besar.”

Ailo tak mau kalah. Ia berdiri dari tempatnya membuat Zio mau tak mau harus ikut berdiri di tempatnya. Komandan Dewan tak ada di tempatnya. Ia pergi dari hadapan keduanya karena tengah mengangkat telepon seluler.

Dengan lantang, Ailo berucap, “Asal lo tau, ya, jing! Gue paling besar!”

Zio hendak menjawab, namun seketika netra matanya melihat seseorang berbadan dua kali lipat lebih besar dari keduanya datang di belakang Ailo. Auranya yang sangat dominan membuat isi kantor terdiam sejenak saat orang itu berujar dengan tegas,

“Saya lebih besar.”

MEZZANOTTE

DISCLAIMER❗
Wajib Vote, Follow dan Comments sebagai bentuk dukungan dan sayang kalian buat Arbie.

MEZZANOTTE –A Janné, 2024.

MEZZANOTTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang