03. Gelisah

3 0 0
                                    

Setelah perjalanan panjang dan hening, kereta kuda akhirnya tiba di sebuah kediaman megah yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi dan taman yang terawat dengan sempurna. Bangunan itu, dengan dinding batu yang menjulang tinggi dan menara-menara yang menjangkau langit, memancarkan aura kekuatan dan kemegahan. Saat kereta berhenti di depan pintu masuk utama, prajurit-prajurit segera membuka pintu, mempersilakan Eirene dan Aric untuk turun.

Eirene memandang sekeliling dengan kagum bercampur bingung. Dia tidak pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya, bahkan dalam novel yang pernah dia baca. Kediaman ini tidak hanya besar, tapi juga terasa… hidup. Ada energi yang menyelimuti setiap sudutnya, seakan-akan tempat ini memiliki jiwa yang berdenyut bersamaan dengan alam.

Aric mengulurkan tangan, membantu Eirene turun dari kereta. "Selamat datang di kediamanku," ucapnya lembut. Suaranya tenang, namun tersirat kekuatan yang tak terbantahkan di dalamnya.

Eirene menatap tangan yang terulur itu dengan ragu-ragu sebelum akhirnya menerimanya. Begitu kakinya menyentuh tanah, dia menarik tangannya kembali dengan cepat, seolah-olah tersentak oleh sesuatu yang tidak terlihat. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan. Meskipun Aric tidak menunjukkan tanda-tanda ancaman, Eirene merasakan ketidaknyamanan yang dalam. Tapi di balik itu, ada juga sesuatu yang lain—sesuatu yang terasa familiar, namun asing.

"Kenapa kamu membawa aku ke sini?" Eirene akhirnya bertanya, suaranya sedikit bergetar. Dia mencoba tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. "Aku tidak tahu siapa kamu, dan kenapa kamu tiba-tiba muncul dan menolongku. Siapa kamu sebenarnya?"

Aric menatapnya dengan mata yang penuh perasaan. "Namaku Aric. Aku adalah dewa perang, keadilan, dan alam di dunia ini. Tapi yang lebih penting, aku adalah seseorang yang telah menunggu dan mencari keberadaanmu, Eirene."

"Menunggu… mencari?" Eirene mengulang kata-kata itu dengan bingung. "Tapi kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Bagaimana mungkin kamu bisa bilang kalau kamu sudah lama menungguku?"

Aric tersenyum tipis, namun ada kepedihan di balik senyuman itu. "Memang benar, mungkin di kehidupanmu sekarang, kamu tidak mengingatnya. Tapi kita memiliki sejarah yang panjang, lebih panjang dari yang bisa dijelaskan dalam satu pertemuan. Aku tahu semua ini membingungkanmu, dan aku tidak ingin memaksamu untuk menerima semuanya sekaligus. Tapi percayalah, aku tidak akan membawamu ke sini jika tidak ada alasan yang sangat penting."

Eirene merasa lebih bingung daripada sebelumnya. "Aku… aku tidak tahu harus berpikir apa. Semua ini terasa seperti mimpi. Kamu bilang kita punya sejarah, tapi aku sama sekali tidak ingat. Aku bahkan baru tahu namamu sekarang. Dan kenapa… kenapa aku merasa sesuatu yang aneh setiap kali melihatmu? Seperti ada sesuatu yang mencoba menghubungkan kita, tapi aku tidak tahu apa."

Aric menatapnya dengan lembut. "Itu karena ikatan kita, Eirene. Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ingatan fisik. Hatimu mungkin belum menyadarinya, tapi jiwa kita telah terikat selama berabad-abad. Itulah yang kamu rasakan."

Eirene menarik napas panjang, mencoba mencerna semua yang dikatakan Aric. "Jadi, apa yang terjadi sekarang? Apa yang kamu harapkan dariku?"

"Aku tidak mengharapkan apa pun selain kehadiranmu di sini. Dan meskipun aku tahu ini terlalu banyak bagimu untuk dipahami dalam satu waktu, aku akan memberimu ruang untuk menemukan jawabanmu sendiri. Tempat ini, rumahku, sekarang juga adalah rumahmu. Kau bisa tinggal di sini selama kau inginkan, dan ketika kau siap, aku akan menjawab semua pertanyaanmu."

Eirene menatap Aric dengan keraguan. "Aku masih merasa seperti orang asing di dunia ini. Dan semua yang kamu katakan… aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayainya atau tidak. Tapi… ada sesuatu dalam diriku yang ingin mempercayaimu, meskipun aku tidak tahu kenapa."

BENANG MERAH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang