DUA
15 Agustus 2007
My sweet diary ...
Lama aku berfikir tentang apa yang aku rasakan. Salahkah bila aku jatuh hati ?
Empat hari berlalu dari insiden pertemuan ketiga itu. Hatiku merasa terbebani. Rasanya, aku punya beban berat yang harus ku pikul sendiri. Aku tak percaya akan perasaan itu.
Aku mengira bahwa yang aku rasakan itu hanya sebuah perasaan semusim saja, yang tak lama lagi akan menghilang dari benakku. Aku kira aku telah keliru menafsirkan rasa simpati menjadi untaian kata cinta.
Sering aku memejamkan mata sendiri, memikirkan sintingnya otakku sekarang. Aku selalu meyakinkan hatiku dengan mantap, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya kekaguman biasa, karena malam itu, Mirza merampok seluruh perhatianku. Aku tak punya apa-apa lagi ... Semua cintaku dibawanya pergi.
Mungkin aku harus memikirkan lebih lanjut tentang perasaanku. Aku telah terpengaruh oleh insiden itu. Aku harus memeriksa batinku sendiri. Aku tak ingin kebersamaanku bersama Mirza yang telah terjalin baik menjadi sebuah kekeliruan perasaan lantaran salah menafsirkan. Aku benar-benar harus intropeksi diri lebih banyak. Aku tak ingin mencoreng nama baik Rohis.
* * *
20 Agustus 2007
MIRZA AHMAD MUZZAKI
Rt. 22 Rw. 06
Desa Sukamakmur Kecamatan Simpanglima Kuningan
Kesan : Disini kita pernah bertemu mencari warna seindah pelangi. Ketika kita bersama, itulah saat yang tak bisa kita lupakan.
Pesan : Sahabatku, bersyukurlah jika kau mendapatkan kebahagiaan.
Sebuah album alumni aku temukan di rak sekertariat mesjid. Aku tak sengaja menemukannya saat tangan-tangan terampilku menata satu persatu buku disana. Saat aku buka, memang itulah yang aku dapatkan. Aku tak ingin melewatkannya begitu saja. Aku ambil selembar kertas lantas menuliskannya. Aku ingin mengetahui sosok itu lebih dalam lagi.
Bukan hanya sebuah album alumni dan alamatnya yang tertera, ternyata sekertariat memang menyimpan semua jawaban atas pertanyaanku, tentang siapa pria itu.
Album foto berserakan tak jelas. Aku tak terbiasa melihat semua hal tak bertempat pada tempatnya. Saat ku bereskan, ku pandangi tiap-tiap foto yang ada. Banyak foto-foto Mirza. Aku sungguh-sungguh merasa tergoda. Setidaknya, rinduku selama ini sedikit ada yang terobati dengan hanya memandangi wajahnya saja.
Sifat negative-ku muncul. Aku mengambil salah satu foto yang terdapat wajah Mirza di dalamnya. Bukan untuk mencuri, aku hanya ingin meminjamnya untuk aku scan terlebih dahulu, agar aku bisa mencetaknya kembali. Padahal, hasil cuci negative fotonya masih ada di tangan ketua. Tapi, bagaimana bisa aku meminjamnya. Apa yang bisa aku meminjamnya. Apa yang harus aku jadikan alasan untuk meminjamnya?
No, no, no, no ...
Aku tak sebodoh itu untuk mengejar cinta. Aku tetap tak ingin para Rohis tahu bahwa aku jatuh cinta. Terlebih cinta itu memang untuk sesama Rohis.
Tidak ...
Aku tetap tak ingin mencoreng nama Rohis. Lebih baik aku keluar uang untuk menscan foto di rental, dari pada harus mati di tertawai Rohis.
* * *
22 Agustus 2007
Dear diary ...
Foto itu selalu menemaniku saat menjelang tidur. Tiap malam aku merasa ditemaninya menggapai mimpi indah. Ternyata bukan hanya wajah aslinya yang tampan, namun dalam foto juga telah menandakan bahwa wajahnya memang tampan.
Pencarian jati dirinya tetap ku lakukan sampai saat ini. Dengan wajah tanpa dosa aku mencari celah-celah agar bisa menanyakannya pada senior Rohis kelas tiga. Aku sama sekali tak membuka diriku pada mereka. Aku mencari-cari kalimat lain agar bisa tersambung dengan hal yang aku cari dan aku, memang berhasil mendapatkannya.
Katanya, Mirza mengambil jurusan IPS saat SMAnya karena ia ingin meluluskan niatnya dalam bidang ekonomi. Sekarang, Mirza sendiri kuliah di fakultas ekonomi di Bandung demi meraih cita-citanya. Mirza orang yang kuat. Dengan ketampanannya, ia tak pernah mau obral murah. Mirza tak pernah pacaran.
Aku tersentak mendengar semua itu. "Mirza tak pernah pacaran?" tanyaku terus menerus dalam hati. "Mungkinkah ? Aku tak percaya. Mana mungkin dengan kesempurnaannya itu, ia tak pernah pacaran. Apakah teman-teman perempuan seangkatannya mengalami katarak saat bertemu Mirza? tapi mungkin saja?" batinku mengalah juga.
Diary, apakah kamu tahu apa yang aku rasakan ? Aku semakin mengaguminya. Apalagi dengan anggapan orang padanya, aku semakin yakin, bahwa pria ini yang terbaik yang pernah aku temukan. Kenali wajahnya yang menyiratkan cahaya, aku pastikan bahwa Mirza bisa membawaku pada jalan yang benar. Aku yakin!
* * *
03 September 2007
Apa yang harus aku lakukan, diary.
Haruskah aku tetap memelihara rasa ini, ataukah harus menghempaskannya dan menguburnya dalam-dalam? Aku tak tahu, diary. Aku tak tahu. Sungguh, aku tak mampu mengenali diriku sendiri. Aku bingung.
Surat An-Nur yang baru ku baca 2 jam lalu mengatakan pada ayat ke 26, bahwa pria baik-baik, hanyalah untuk wanita yang baik-baik pula.
Aku semakin tergerak, diary. Aku ingin menjaga cinta ini, karena aku tahu, Mirza laki-laki baik. Aku semakin ingin berusaha lebih baik. Aku ingin menjadi wanita baik-baik seperti ayat itu. Aku ingin bersanding dengan Mirza, yaitu dengan pria baik-baik.
Tapi bagaimana juga? Aku tak mungkin mencoreng keras nama baik Rohis karena ulahku. Aku benar-benar tak bisa membayangkan, bagaimana jika semua Rohis menertawakan kebodohanku. Aku tak ingin. Aku ingin semua Rohis memberikan nilai plus padaku. Karena keaktifan, karena kegigihan, karena sholihah, karena baik dan karna segalanya. Aku ingin itu.
Lalu dengan cinta yang aku rasakan semakin mendalam ini? Bukankah ini anugerah? Anugerah yang tak terkira yang Allah berikan pada kita. Bukankah harus kita jaga agar kemurniannya tetap bisa dilestarikan.
Aaargrgghh ......
Aku benar-benar bingung.
* * *
09 September 2007
17 tahunku tiba, ......
Walaupun hanya mengucapkan kepada diri sendiri, tapi tak apalah, karena ada satu harapan yang kerap kali mengganjal otakku, yaitu mengharap cinta dari pria itu.
Entah apa yang aku fikirkan, walaupun memang tak mudah untuk bersamanya. Apalagi ku dengar bahwa dia tak pernah bersama dengan akhwat manapun. Bisakah aku mencintainya? Tak malukah?
Aku merindukannya, ya Allah ......
Aku mohon, pertemukan aku dengannya saat ramadhan-Mu tiba. Sudah satu bulan aku tak bertemu dengannya.
Aku mohon......
* * *
15 September 2007
Sudah tiga hari aku menjalani puasa Ramadhan, namun aku masih selalu sibuk dengan fikiranku sendiri.
Pria itu tak hentinya mengganggu batinku. Apakah ia tidak merasa capek seharian berlarian dalam fikiranku? Aku sungguh tak mengerti.
Siapa sebenarnya yang dapat menjelaskan perasaanku sendiri? Aku sulit mengenali diriku sendiri, dengan tiba-tibanya aku menyukai Mirza. Kenapa aku bisa menyimpan perasaan yang sangat begitu khusus padanya. Padahal belum lama aku mengenalnya. Tanpa bisa dikendalikan lagi jantungku selalu berdebar terus. Semenit rasanya satu bulan bagiku, saat kufikirkan kapan aku bisa bertemu lagi. Aku bahkan tak bisa membaca tulisan batinku.
* * *
30 September 2007
MCR (Mabit Cinta Ramadhan), sebuah acara yang diselenggarakan pengurus dalam mengisi bulan ramadhan.
Aku ada didalamnya sebagai panitia. Mempersiapkan, mengurus dan melaksanakannya. Aku selalu berharap-harap bahwa ia akan datang. Melebur bagaimana resahku menunggu kehadirannya. Aku selalu merindukannya setiap malam. Sebelum tidur dan sebelum aku pandangi fotonya.
YOU ARE READING
CINTA SUCI bagian 2
Teen FictionMenemukan diary yang lama tak tersentuh dan membukanya kembali, membuat ingatan Suci seolah-olah dikembalikan pada kejadian hampir 1 dekade yang telah lalu.