Zhan duduk di tepi ranjang, tatapannya kosong menatap keluar jendela. Cahaya rembulan memantul di wajahnya yang pucat. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan debar jantungnya yang tak menentu.
"Ayah tidak akan pernah mengerti," gumamnya lirih.
"Aku tidak bisa mengendalikan hatiku, Ayah."Zhan teringat kembali perdebatan sengitnya dengan ayahnya tadi sore. Ayahnya dengan tegas melarang hubungannya dengan Wang Yibo. Alasannya sederhana: Wang Yibo segender tak terarah akan membawa aib keluarga besar dan tidak memiliki masa depan yang cerah.
"Kenapa harus sesulit ini?" Zhan meremas selimut, matanya berkaca-kaca. "Aku mencintai Yibo. Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri."
Kenangan manis bersama Wang Yibo berputar di kepalanya. Senyum Wang Yibo yang hangat, tatapan matanya yang penuh kasih sayang, dan sentuhan lembutnya. Semua itu membuat Zhan merasa hidup.
"Aku tahu Ayah hanya ingin yang terbaik untukku," lanjutnya, suaranya bergetar. "Tapi, apakah kebahagiaan itu harus selalu diukur dengan gender dan kekayaan?"
Zhan bangkit dari ranjang dan berjalan menuju meja kerjanya. Ia mengambil sebuah buku harian dan mulai menulis. Tulisannya tergores cepat, penuh emosi.
"Yibo, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Ayah sangat marah padaku. Aku takut kehilanganmu."Zhan menutup buku hariannya dan memeluknya erat. Dia merasa sangat kesepian dan bingung. Misteri yang membingungkan
Zhan merasa seperti terperangkap dalam sebuah labirin. Hilangnya Wang Yibo tanpa jejak semakin memperburuk keadaan. Ia mencari ke mana-mana, bertanya kepada teman-teman Wang Yibo, bahkan menyewa detektif swasta. Namun, semua usahanya sia-sia, mereka bergerak begitu lama.Di sisi lain, pertentangan ayahnya terhadap hubungan mereka semakin menguat. Tuan Besar bahkan mengancam akan menghentikan semua aktivitas bisnis Zhan jika ia tidak segera melupakan Wang Yibo. Tekanan dari berbagai arah membuat Zhan semakin terpuruk.
Konflik internal yang mendalam
Zhan mulai mempertanyakan segalanya. Apakah ia terlalu egois dengan mengejar cinta? Apakah kebahagiaan pribadinya lebih penting daripada nama baik keluarga? Ia merasa bersalah karena telah menyebabkan kekacauan ini.Shen bertemu dengannya dengan membawa kabar perkembangan kasusnya, walau tak begitu buruk namun Zhan bernafas lega. Shen memesan dua cangkir kopi untuk berbicara dengan Zhan di perusahaan.
"Maaf, Tuan Zhan," ujar detektif itu dengan nada berat."Hasil penyelidikan kami cukup mengejutkan." Ia menjeda sejenak, seolah-olah mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan.
"Kami menemukan Tuan Wang Yibo. Namun, keadaannya... tidak seperti yang kita harapkan."
Zhan terdiam, jantungnya berdebar kencang. "Maksudmu?" tanyanya dengan suara serak.
"Tuan Wang Yibo mengalami amnesia. Ia tidak mengingat siapapun, termasuk Anda." Detektif itu menatap Zhan dengan simpati.
"Yang lebih mengejutkan lagi, ia seringkali menyebut nama Anda dengan nada penuh kebencian. Seolah-olah ia memiliki trauma mendalam terhadap nama itu."
Zhan merasakan dunia seakan runtuh. Ia tidak pernah menyangka akan menerima kabar seperti ini. "Kenapa? Kenapa dia membenciku?" lirihnya.
"Kami masih menyelidiki lebih lanjut mengenai penyebab amnesia dan kebencian Tuan Wang Yibo. Mungkin ada sesuatu yang terjadi pada beliau sebelum hilang," jelas Shen
Zhan tidak memiliki tenaga lagi mendengarkan, perutnya terasa mual hanya dengan kabar ini, dirinya sudah mati-matian memenuhi semua ekspetasi namun hadiah yang dia dapatkan tidak yang seperti diharapkan.
Shen hendak berbicara lagi namun Zhan mengusirnya dengan halus, kepalanya sudah sangat sakit, mendengar jika Yibo menyebut namanya dengan penuh kebencian membuat Zhan lemas.
"Jim," panggil Zhan dengan suara lemah, matanya terpejam.Jim yang sedang mengutak-atik dokumen langsung menoleh dan menghampiri bosnya. "Ada apa, Tuan Zhan? Apakah ada yang bisa saya bantu?"
Zhan tidak menjawab, ia hanya terdiam dengan napas yang sedikit memburu. Jim memperhatikan dengan seksama dan mendapati ada noda merah segar di kemeja putih Zhan.
"Tuan Zhan, Anda sedang berdarah!" seru Jim panik. Ia segera mengambil tisu dan mencoba menghentikan pendarahan hidung Zhan.
Zhan masih memejamkan mata, wajahnya pucat pasi. "Aku... lelah sekali, Jim," gumamnya."Tuan Zhan, saya benar-benar khawatir dengan kondisi Anda. Kita harus segera ke rumah sakit," bujuk Jim dengan lembut.
Zhan menggeleng lemah, "Tidak perlu, Jim. Ini hanya sedikit pusing. Aku akan baik-baik saja setelah istirahat sebentar."
"Tapi, pendarahan Anda belum berhenti. Ini tidak bisa dianggap remeh," tekan Jim.
"Aku bilang tidak perlu!" bentak Zhan, suaranya terdengar lemah dan parau.
"Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jika aku sakit, semuanya akan kacau."Jim terdiam, merasa sedih melihat keadaan bosnya. Ia tahu Zhan adalah seorang pekerja keras, tetapi kesehatan jauh lebih penting.
Dua jam kemudian, saat Jim bersiap untuk pulang, ia kembali ke ruangan Zhan untuk meminta izin. Namun, yang dilihatnya adalah Zhan yang sudah tergeletak tidak sadarkan diri di atas meja kerjanya."Tuan Zhan!" teriak Jim panik. Ia segera menghampiri Zhan dan mencoba membangunkannya. Namun, Zhan tetap tidak memberikan respons.
.
.
Jim sesekali melirik ke belakang, menatap wajah Zhan yang masih pucat. Keringat dingin membasahi dahinya, dan napasnya masih terdengar sedikit tersengal."Tuan Zhan, bagaimana keadaan Anda sekarang?" tanya Jim dengan suara lembut.
Zhan membuka matanya perlahan, tenggorokannya terasa kering dan perih. Ia batuk kecil, lalu meneguk ludah. "Aku... aku baik-baik saja," ujarnya lemah."Jangan memaksakan diri, Tuan Zhan," kata Jim khawatir. Ia segera menepikan mobil di bahu jalan. "Sebentar ya, saya akan belikan air minum."
Jim keluar dari mobil dan bergegas menuju minimarket terdekat. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan membawa sebotol air mineral. Ia membantu Zhan untuk duduk lebih tegak, lalu memberikan air minum itu.
Zhan meminum air itu dengan perlahan, merasa sedikit lega. "Terima kasih, Jim," ucapnya.
"Tidak usah berterima kasih, Tuan Zhan. Yang penting Anda sudah siuman.".
.
"Dokter, saya yakin ada kesalahan dalam laporan keuangan divisi pemasaran. Jim, kau sudah cek kan? Kenapa bisa ada selisih sebesar itu?" tanya Zhan, suaranya sedikit meninggi meski tubuhnya sedang diperiksa.Jim yang sedang mendengarkan penjelasan dokter tentang kondisi Zhan, hanya mengangguk kecil. "Sudah saya cek, Tuan Zhan. Tapi, mungkin bisa kita bahas setelah Anda selesai diperiksa."
"Tidak bisa! Ini sangat penting. Kita harus segera mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan ini. Dan soal rencana ke pulau kecil itu, pastikan semuanya sudah siap. Saya ingin bertemu dengan Wang Yibo secepatnya."
Dokter yang sedang memeriksa jantung Zhan, menghentikan sejenak stetoskopnya. "Tuan Zhan, coba tenang dulu. Kesehatan Anda lebih penting daripada pekerjaan. Kita akan bahas soal pekerjaan setelah Anda benar-benar sehat."
Zhan berusaha untuk tenang, namun pikirannya terus berkecamuk pada masalah pekerjaan dan rencana untuk bertemu Wang Yibo.
.
.
.
Tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/374501760-288-k736449.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Price of Love ( Zhanyi Yizhan)
FanfictionPria yang lebih tua memiliki keluarga yang tidak harmonis dengan status dirinya adalah anak hubungan gelap, dia jatuh cinta dengan anak sekolahan yang bahkan hanya mengerti sebuah uang dan pria yang lebih tua rela membayar anak sekolahan itu untuk t...