Hwang?

55 3 0
                                    

KAMPUS

Kehidupan kampus yang aku suka, ya Aku menyukainya. Juga dia...

Dia... dia yang mengajarkanku bahwa manusia itu diciptakan untuk manusia yang lain, bukan untuk diri sendiri.

Lelaki baik,

Aku tak pernah suka orang yang banyak bicara, aku lebih senang dengan orang-orang yang tenang, orang-orang yang tidak mengatakan omong kosong.

Tapi, jika dia diam...

Tidak, aku tidak pernah suka,

"KAU INI KENAPA?!"

Aku benci melihat dia menangis tapi tak mengeluarkan suara apa pun, aku lebih suka dia yang cerewet, aneh, dan berisik.

"BICARA BODOH!"

Aku tak suka melihatnya hancur, rasanya aku ingin menghancurkan apa pun yang membuatnya seperti ini. Aku akan melakukan segala hal, demi dia... 
















lelakiku.





************


"Oy! Lee Subin" Suara yang selalu kudengar setelah menginjakkan kaki di tempat bernama Universitas. Senyum cerah dan dua lubang di pipi yang muncul bersama senyum itu.

"Berisik,"

"Haha, berisik apanya? Benar-benar..." satu hal yang dia suka. Mengusak rambut yang susah payah ku sisir agar rapi, seperti sekarang.

"Kau mau mati?"

"Ampun!" Pose menyerah, mengangkat dua tangan sebatas kepala. Kebiasaan.

"Pergi sana, pagi-pagi sudah membuat kesal," aku tak peduli. Hanya meninggalkan dia di belakang sana yang di datangi teman-temannya. Rangkulan sialan itu selalu saja menjengkelkan, tapi... aku senang? Dia lebih memilih pergi denganku.

Pertemuan?

Entahlah, aku juga tidak tahu bagaimana kami bertemu. Bahkan sekelas pun tidak.

Kami berbeda jurusan, aku dengan sastra inggris dan dia yang seni rupa. Mungkin, saat ospek? Hanya pada saat itu aku melihatnya.

Dan...

Tiba-tiba saja kami berteman, kurasa?

"Hwang Hyunjin!!" Seseorang memanggil namanya. Seorang gadis.

Hyunjin hanya mengamati gadis itu, aku juga tidak paham. Tapi Hyunjin benci gadis itu. Apa lagi, melihat senyum itu pasti membuatnya mengepalkan tinjunya.

"Menyingkirlah!" Tangan itu menarikku, meninggalkan gadis yang menatap kami dengan sedih. Aku tak pernah tahu meski penasaran, karena memang enggan untuk bertanya.

Di saat seperti ini, aku cukup kesal. Ekspresi wajahnya yang cemberut dan dingin. Aku tak suka.

"Kau tidak ke kelasmu?" Dia hanya menggeleng. Yah, aku bisa apa. Kelasku akan segera di mulai, tapi dia enggan meninggalkan ruangan ini. "Hey, sudah jam segini..." sebenarnya aku tak masalah. Tapi setiap bertemu gadis itu dia akan begini dan beberapa kali ditegur dosen pengajarku.

"Kelasku masih nanti,"

"Lalu untuk apa datang sepagi ini?"

"Bertemu kau," Aku diam. Alasan yang sama setiap kali aku bertanya jika ada kejadian serupa. "Hahh... Aku pergi,"

Punggung itu, 

Aku ingin tanya, benar-benar ingin. Tapi aku takut jika kelakuan itu ternyata melewati batas baginya, bagaimana jika dia marah dan berpikir aku terlalu ikut campur? Bagaimana jika dia pergi? Hahhhh menyebalkan.

Kelas hari ini cukup membosankan.

Aku melihatnya duduk dengan beberapa teman sekelasnya di kantin. Aku berniat pulang karena kelasku selanjutnya kosong, dia terlihat diam bahkan di antara teman-teman berisiknya.

"Hei, subin... kau akan pulang setelah ini?" Gadis bernama Choi Sunmi itu bertanya. Disebelahnya ada Na Inha, dua temanku. Satu-satunya.

"Iya, Ibuku menyuruh pulang,"

"Sayang sekali, padahal aku ingin mengajak belanja..." aku hanya tersenyum pada Sunmi. Sejujurnya aku hanya mengikuti mereka karena tak ingin membuat mereka sedih setiap kali pergi, meski aku lebih suka duduk di depan tv bersama keripik dan Pizza.

Mereka gadis yang lucu. Aku suka berteman dengan mereka yang tak pernah protes dengan apa yang aku perbuat, aku bukan orang yang banyak bicara seperti Hyunjin atau orang yang senang pergi bersenang-senang seperti Sunmi dan Inha.

"Lee Subin?" Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil. Aku mengangguk menjawabnya. "Ini, dari Hyunjin" begitu katanya.

Aku menerima kopi itu, melirik sekilas ke tempat Hyunjin duduk dengan teman-temannya. Tidak ada.

Sebuah note, hanya beberapa kata tapi kata itu membuatku berlari pergi mencari si pemberi kopi. Perasaanku tak enak.

Aku menunggu sekitar setengah jam hingga bus tiba di halte. Tempat yang sama, yang selalu kami datangi.

"Apa-apaan?! Kau gila?!"







Berawal dari sebuah ide gila tentang memilikinya....

untitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang