Happy Reading, Love.
...
Yogyakarta, 03 Agustus 2024
Ketika Shun kembali ke asrama setelah seminggu lamanya, suasana di asrama terasa sepi, seperti tempat yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya begitu lama. Dengan tenang, ia mulai membersihkan kamar yang terlihat berantakan. Shun mengangkat pakaian-pakaian Dai yang berserakan dan melipatnya dengan rapi sebelum menyusunnya kembali ke lemari. Tempat tidur Dai yang tampak tidak pernah dirapikan juga menjadi sasaran Shun, dan ia berpikir mungkin Dai terburu-buru ke kampus sehingga tidak sempat merapikan. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya saat melihat tempat tidurnya sendiri yang sedikit berantakan. Sejenak, ia bertanya-tanya apakah mungkin Dai tidur di tempatnya selama dia pergi.
Setelah semuanya tampak rapi, Shun memutuskan untuk memasak. Dia menikmati proses memasak, merencanakan makanan sederhana yang bisa dinikmati sore itu. Dalam pikirannya, ada harapan kecil bahwa Dai belum makan, dan mereka bisa menikmati makan bersama. Mungkin ini cara Shun untuk menunjukkan bahwa dia peduli, meski tanpa banyak kata-kata.
🌱
Dai pulang ke asrama dengan tubuh yang lelah dan langkah yang berat. Hari sabtu yang panjang membuatnya ingin segera beristirahat, tetapi begitu ia membuka pintu asrama, pemandangan yang berbeda langsung menyambutnya. Asrama yang biasanya berantakan kini tampak rapi dan bersih. Aroma pengharum ruangan yang segar menyelimuti udara, dan saat Dai melewati dapur, ia mencium aroma masakan yang masih hangat. Segera, hatinya penuh dengan harapan. Bisa jadi itu Shun, pikirnya. Dai tidak bisa menahan senyum kecil yang mulai merekah di wajahnya. Dia telah merindukan Shun lebih dari yang dia sadari selama ini, dan sekarang perasaan rindu itu membuncah dalam dadanya.
Ketika Dai mendekati pintu kamar, jantungnya berdetak lebih cepat. Dia berharap, berdoa, bahwa saat ia membuka pintu, ia akan melihat sosok yang selama ini membuat pikirannya tidak tenang. Benar saja, saat pintu terbuka, di sana berdiri Shun, tampak segar seperti baru selesai mandi dan berpakaian.
Tanpa berpikir dua kali, Dai berlari menghampiri Shun dan memeluknya erat. Semua rasa rindu dan kekhawatiran yang selama ini menumpuk seolah-olah tumpah dalam pelukan itu. Dai tidak peduli apakah Shun akan marah padanya atau tidak-baginya, yang terpenting saat ini adalah merasakan kehadiran Shun yang nyata di hadapannya. Dalam pelukan itu, Dai merasakan beban di dadanya perlahan terangkat, seolah-olah semuanya akan baik-baik saja selama Shun ada di sana. Pelukan itu bukan hanya sekadar ungkapan rindu, tetapi juga luapan emosi yang telah terkumpul selama seminggu penuh tanpa kehadiran Shun. Dai telah merindukan Shun lebih dari yang ia kira, dan kini, ketika Shun benar-benar ada di hadapannya, perasaan itu tumpah ruah tanpa bisa dihentikan.
Shun, yang terkejut dengan pelukan hangat itu, butuh beberapa detik untuk merespons. Namun, beberapa saat dia akhirnya membalas pelukan Dai dengan tidak kalah erat, sesuatu di dalam dirinya terasa tenang. Ia menumpukan dagunya pada pundak Dai, membiarkan rasa lelah yang menumpuk selama seminggu itu mengalir keluar bersama kehangatan pelukan tersebut. Shun tidak mengerti sepenuhnya mengapa Dai begitu emosional, tetapi dia bisa merasakan bahwa Dai benar-benar merasa kehilangan selama ia tidak ada. Itu membuat Shun berpikir-apakah kepergiannya benar-benar memberikan pengaruh besar pada Dai? Apakah dirinya sepenting itu bagi Dai?
Shun yang biasanya jarang memikirkan tentang perasaan orang lain terhadap dirinya, kali ini membiarkan dirinya tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tetapi, sebelum ia bisa terlalu jauh terlarut dalam pikirannya, Dai mulai berbicara. Suara Dai terdengar lembut, nyaris berbisik, mengungkapkan betapa ia merindukan Shun selama seminggu terakhir. Dai berbicara tentang betapa bahagianya dia melihat Shun kembali dalam keadaan baik-baik saja, dan betapa sulitnya hari-hari tanpa kehadiran Shun. Setiap kata yang keluar dari mulut Dai terasa tulus, begitu dalam, dan menyentuh hati Shun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlit Embrace
FanfictionCerita ini berpusat pada seorang pemuda bernama Dai, mahasiswa jurusan Film dan Televisi, yang memilih menutup hatinya terhadap cinta karena pengalaman pahit di masa lalu, membuatnya tidak ingin lagi terlibat dalam hubungan romantis. Sebagai gantiny...