Kota metropolitan berdebu di hadapan jendela besar pejabat Nadia, memberikan pandangan yang kabur namun penuh kehidupan. Di luar, lampu-lampu jalan berkelip seperti bintang-bintang kecil di kegelapan malam. Nadia memandang ke arah itu, tetapi fikirannya jauh melayang, melintasi ribuan batu dan berpuluh ribu impian yang belum tercapai.
Pada usia 29 tahun, Nadia Syazwani berada di persimpangan jalan yang mengelirukan. Dunia di sekelilingnya bergerak pantas, penuh dengan harapan dan ekspektasi yang seolah-olah dicipta untuk menekan setiap langkah yang diambilnya. Setiap hari, dia berhadapan dengan soalan yang sama: "Dah ada tarikhnya?" Soalan yang mudah, tetapi bagi Nadia, ia seperti serpihan kaca yang menusuk dalam, merobek sedikit demi sedikit dari jiwanya.
Baru-baru ini, Nadia melalui perpisahan dengan Amir, lelaki yang pernah dianggap sebagai segala-galanya dalam hidupnya. Sembilan tahun bersama, penuh dengan harapan dan rencana pada masa depan, kini hancur berkecai. Setiap memori, setiap janji yang diucapkan, kini menjadi bayang-bayang yang menari di dalam ruang kosong hatinya.
Sekarang, di tengah-tengah kesedihan dan kekeliruan yang melingkari dirinya, Nadia berdiri di hadapan satu pilihan sama ada dia akan terbelenggu oleh ekspektasi yang membebankannya atau dia akan melangkah keluar dari garis batas yang membataskan dirinya. Setiap keputusan yang diambil adalah seperti satu langkah ke arah yang tidak pasti, tetapi satu-satunya cara untuk benar-benar menemui siapa dirinya adalah dengan melangkah keluar dari sempadan yang ditetapkan oleh orang lain.
Nadia menarik nafas dalam-dalam, matanya masih terpaku pada pemandangan kota yang kabur di luar jendela. Malam yang gelap menambah beban di hatinya, seolah-olah seluruh dunia luar mencerminkan kekosongan yang dia rasakan di dalam. Dulu, dia pernah bermimpi, membayangkan masa depan yang penuh dengan kebahagiaan. Namun kini, hanya tinggal angan-angan.
Fikiran Nadia kembali ke momen ketika semuanya terasa mungkin ketika dia dan Amir masih bersama, merancang masa depan yang mereka percayai akan mereka jalani berdua. Mereka pernah membicarakan tentang rumah yang akan mereka tempati setelah berkahwin, tentang perjalanan indah yang akan mereka ambil bersama, dan tentang anak-anak yang akan mereka besarkan. Nadia mengira dia sudah menemukan separuh jiwanya, orang yang akan menemaninya hingga ke akhir hayat. Namun kenyataan sering kali tidak sejalan dengan harapan.
Kesedihan yang melingkari Nadia bukan hanya tentang kehilangan Amir, tetapi juga tentang kehilangan dirinya sendiri. Dia merasa seperti kehilangan arah, seperti kompas yang kehilangan medan magnetnya. Setiap hari di pejabat, setiap mesyuarat yang dia hadiri, dan setiap projek yang dia selesaikan hanya menambah perasaan kekosongan dalam dirinya. Kehidupan yang dia bina dengan susah payah kini terasa seperti beban yang semakin menekan.
Malam ini, di hadapan jendela besar yang memisahkan dirinya dari dunia luar, Nadia tahu bahwa dia perlu membuat keputusan yang akan mengubah segalanya. Dia tahu bahwa jika dia terus mengikuti jalan yang sudah ditetapkan untuknya, dia akan terjebak dalam lingkaran yang tak ada akhirnya. Namun, keberanian untuk melangkah keluar dari garis batas yang membelenggunya bukanlah sesuatu yang mudah.
Nadia melepaskan pandangannya dari pemandangan kota dan menutup matanya sejenak, mencoba merasakan detik-detik yang berlalu. Dia tahu di dalam hatinya, jawaban yang dia cari bukanlah di luar sana, tetapi di dalam dirinya sendiri. Dunia mungkin penuh dengan harapan dan ekspektasi, tetapi hanya Nadia yang bisa menentukan jalan hidupnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa sedikit keyakinan tumbuh dalam dirinya—keyakinan bahwa mungkin, hanya mungkin, dia bisa menemukan jalannya sendiri, walaupun harus melangkah di jalan yang belum pernah dilaluinya sebelumnya.
ps: Hai dan Assalamualaikum semua. Setelah sekian lama saya mendiamkan diri,
kini saya kembali dengan karya terbaru. Karya yang lebih matang, harapnya.
Semoga ada sinar untuk cerpen ini.
YOU ARE READING
Melewati Garis Batas
Short Story"Melewati Garis Batas" membawa kita menyelami kehidupan Nadia Syazwani Ahmad Syazwan, seorang wanita berusia 29 tahun yang berada di persimpangan jalan dalam hidupnya. Dalam dunia korporat yang sibuk sebagai Pengurus Projek, Nadia terpaksa menanggun...