"Dan hari ini kalian resmi menjadi pasangan. Silahkan cium pasanganmu..."
Arayya dan Anchika tersenyum penuh kasih, wajah keduanya kemudian bergerak dan saling mendekat, bibir lembut dan beraroma manis mereka menyatu.
Suara riuh tepuk tangan terdengar dari para tamu yang menghadiri pernikahan keduanya.
Setelah melewati begitu banyak badai, mereka akhirnya bisa hidup bersama dan resmi menikah. Orang tua keduanya tersenyum haru, jauh di dasar hati mereka ada rasa penyesalan karena pernah menjadi tembok yang tinggi, menghalangi cinta tulus Arayya dan Anchika.
Pesta berlangsung begitu meriah dan hidup, para tamu bergantian datang ke kedua mempelai dan bersulam. Wajah Anchika sudah memerah karena wine yang sejak tadi diminumnya, sedangkan Arayya yang terbiasa dengan minuman beralkohol hanya menggeleng kecil setiap kali dia merasa pusing.
"Kapan acara selesai?" Tanya Anchika, tubuhnya goyah. Beruntung Arayya dengan sigap menangkap pinggangnya dan memeluknya erat.
Arayya melihat sekeliling, para tamu tidak ada lagi yang mendatangi mereka dan tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Ada orangtua kita di sini, Ara ayo pergi...." Rengek Anchika dengan diselingi kecupan kecil di pipi merah Arayya.
Arayya tersenyum lebar, dia mengangguk dan menggandeng Anchika untuk meninggalkan pesta.
Derap langkah kaki terdengar saling bersahut-sahutan saat Arayya menggandeng Anchika untuk berlari kecil di jalanan setapak.
Disekitar mereka hanya ada hamparan bunga-bunga yang mekar dan mengeluarkan aroma manis.
Keduanya terus berlari dan tidak ada jeda untuk berhenti sampai mereka tiba di pinggiran hutan.
Nafas Anchika tersengal, pengantin yang tadi pagi terlihat segar dan cantik itu sekarang berubah. Anchika berkeringat, gaunnya yang panjang dan menjuntai ke tanah, sedikit kotor di bawahnya. Itu adalah gaun yang sama di siaran televisi seminggu lalu, gaun mewah yang dirancang khusus untuknya oleh desainer terkenal atas perintah Arayya.
Arayya yang berdiri di samping Anchika berjongkok, meskipun gaunnya tidak seberat milik Anchika namun tampaknya dia jauh lebih lelah.
"Sekarang tidak ada orang" Ujar Arayya ditengah-tengah tarikan nafasnya. Anchika mengangguk, dia meraih tubuh Arayya dan memeluknya.
Arayya membalas pelukan Anchika penuh kasih, pundak Anchika yang tidak tertutupi diciumnya lembut.
"Kamu hari ini cantik sekali..." Puji Arayya, matanya menatap wajah cantik Anchika yang dihiasi bulir keringat. Dengan penuh kehati-hatian Arayya menggerakkan telapak tangannya dan mulai mengusap keringat Anchika.
"Kamu juga cantik Ara, sangat cantik..." Balas Anchika. Dia tidak bohong, Arayya hari ini masih sama dengan Arayya beberapa tahun yang lalu. Seorang remaja berseragam putih abu-abu yang satu sekolah dengannya, yang menjadi idola di sekolah khusus perempuan, dan sangat cantik.
Anchika berpikir, Arayya akan selalu dan tetap cantik bahkan di saat ulang tahunnya yang ke-50 nantinya. Dan dia, sebagai pasangan Arayya, dia akan ada di sana melihatnya.
"Hey, kenapa diam?" Suara lembut Arayya membuyarkan lamunan Anchika.
"Aku sedang berpikir, secantik apa kamu saat tua nanti" Jawab Anchika, senyumnya terangkat.
"Tidak tahu, yang aku tahu perasaanku akan tetap seperti hari ini meskipun aku sudah tua"
"Benarkah?" Alis kanan Anchika terangkat, kedua tangannya bergerak dan melingkar di leher Arayya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIPOLAR (Oneshoot)
RomanceJangan terlalu bahagia di awal karena mungkin saja di akhir kamu akan menangis.