[ H e a r t b u r n ]
Kafssa berdiri di pembatas rooftop, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, membiarkan sinar matahari memancarkan cahaya yang tertuju pada mahakarya indah tersebut, semakin menambah kesan kharismatik yang dimiliki. Poin tambahan yang selalu unggul sebab wajahnya tampan nyaris tanpa celah kekurangan. Orang yang dinobatkan cowok paling pantas dan diidamkan menjadi pasangan. Tak jarang beberapa guru wanita berumur yang memiliki anak perempuan kerap membuat ajang perjodohan, tentu secara tak langsung mengatakan, bahwa putri mereka adalah yang terbaik, saling meningkatkan kualitas anaknya, berharap Kafssa akan tertarik dan mencoba pendekatan. Tetapi segala usaha para wanita tersebut tak pernah membuahkan hasil. Kafssa selalu menolak tegas maksud terselubung yang mereka sampaikan. Alih-alih sekedar memberi penolakan halus, Kafssa justru selalu dapat membuat mulut mereka tertutup rapat sebab dia memegang kartu as yang disembunyikan oleh mereka.
Cowok itu membuka dua kancing teratas, membiarkan tiupan angin menerpa permukaan kulit karena dia merasa gerah. Kafssa menunggu seseorang untuk membahas satu hal. Ada banyak waktu yang terbuang karena mereka sengaja meloloskan target, tetapi Kafssa pastikan ketika hati itu tiba, semuanya akan selesai secara bersamaan. Dia hanya perlu bersabar sedikit lagi, menjebak para tikus disatu perangkap yang sama setelahnya, menghanguskan mereka dalam satu waktu akan mempercepat masa pembalasan.
Tanpa menyadari kalau ada orang lain yang tiba disana. Amberly mengerutkan kening begitu melihat postur tubuh seseorang yang tak asing baginya. Dia menarik sudut bibir, berjalan mengendap-endap, usaha lebih supaya tak menimbulkan suara langkah. Dia berniat untuk mengejutkan sosok yang berdiri membelakanginya itu.
Namun semua tak berjalan mulus. Gerakannya terlalu cepat. Amberly menjerit ketika posisinya berubah. Punggungnya menghantam dinding disudut rooftop dengan keras, kedua tangannya entah bagaimana kini berada dibelakang dan terikat kencang! Amberly yakin pengikat yang mengunci pergerakannya adalah dasi Kafssa, sebab sebelumnya cowok itu masih mengenakan atribut tersebut, tetapi bagaimana bisa Amberly tak menyadari kalau tangannya sudah terikat. Lebih parah lagi saat ini, Amberly melebarkan kelopak matanya, tak menduga reaksi berlebihan Kafssa membuatnya tercengang.
Oksigen hampir putus. Kafssa terus mengencangkan kedua tangannya yang mencekik leher Amberly tanpa ampun. Wajah perempuan itu memerah, napasnya tercekat di tenggorokan, dia mencoba peruntungan dengan menggerakkan kakinya memberi perlawanan—menendang tubuh Kafsaa yang tak bergeser sedikit pun dari tempatnya. Demi apapun Amberly akan mati! Perempuan itu melihat sorot mata Kafssa yang lebih tajam dari biasanya, menghunus bagai samurai yang siap menancap di jantung, memberi kesan berbahaya yang mematikan syaraf penggerak. Amberly memohon dalam hati, meminta ampunan, semoga Kafssa sedikit saja menunjukkan rasa kemanusiaan yang tersisa. Tulang lehernya seperti akan hancur jika gerakan Kafssa diteruskan.
Ketika kesadaran Amberly nyaris hilang, Kafssa melepaskan cekikikannya beserta ikatan dasi yang melilit. Merasa puas. Tubuh Amberly meluruh lemas ke bawah, dia meraup oksigen dengan rakus, menetralkan degup jantung yang terasa nyeri, menormalkan tekanan darah serta berusaha menenangkan diri. Dia benar-benar benci dengan situasi saat ini. Ketidakberdayaan menyergapnya. Perempuan itu memegangi lehernya yang terasa panas dan perih secara bersamaan. Kafssa tak tanggung-tanggung memberi kekuatan diarea sana. Sungguh, sosok lain dari Kafssa baru kali ini dia lihat. Betapa bengis dan tak tersentuhnya cowok itu. Bahkan ketika Amberly menampilkan sorot permohonan, tindakannya justru memicu cengkraman lebih kuat pada lehernya.
“Lo gila! Mau bunuh gua? Dasar nggak waras!” Napasnya memburu. Amberly kesulitan menelan ludah, dia menatap nyalang pada Kafssa.
![](https://img.wattpad.com/cover/346830879-288-k651565.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt burn
JugendliteraturJust a new and better version! ★ Pada akhirnya, salah satu dari sang pemilik cinta abadi harus mengalah pada untaian garis takdir, semesta mengutuk cintanya yang hadir agar tak terbalaskan--karena karma merupakan akar dari penderitaan seseorang seba...