Story 2: Blood and Curse

126 17 7
                                    

.
.
.
👑
.
.
.

Dibalik wajahnya yang tersembunyi, ia tersenyum. Ada hal yang membuatnya begitu senang. Sesuatu yang ditunggunya selama ini. Ia duduk di singgasananya yang agung. Istananya terletak di balik hutan hitam. Menurut kepercayaan masyarakat, hutan tersebut biasa dijuluki sebagai hutan kematian. Tidak ada seorangpun yang mampu melewati hutan itu, karena mitos mengatakan bahwa tempat tersebut, juga apa yang ada di baliknya adalah wilayah terlarang yang menjadi daerah kekuasaan seorang raja yang dingin dan menakutkan.

Di sudut ruangan, ada sebuah tabung kecil berisi cairan merah pekat, memanifestasikan bahwa dirinya adalah makhluk abadi. Cairan khusus itu ia dapatkan dari manusia istimewa yang memiliki darah murni.

Raja Blair, sang penguasa kerajaan Barat. Kerajaan yang terletak di balik hutan kematian. Tiga hari lagi, peristiwa bulan berdarah akan muncul. Dan ia sangat menantikannya.

"Sudah lama aku menunggu. Hari dimana aku tidak perlu lagi membantai manusia." Ia berbisik seorang diri. Di hadapan bola kaca yang menyala. Kedua mata merahnya menatap nyalang seseorang yang berada di dalam bola kristal. "Tunggu aku, Seokjin."
.
.
.
.
.

Sementara itu, dalam jarak ratusan kilometer, di dalam menara kastil Timur. Seorang grand duke terlihat gamang saat kakinya terpaku di depan pintu kamar. Ia mengangkat wajah, air mukanya berubah menjadi lebih serius saat menatap pintu yang dipenuhi dengan ukiran berupa tulisan-tulisan yang sulit dibaca.

"Ada apa?" Seorang wanita datang menghampiri. "Kenapa kau terus memandangi pintu itu?" Ia mengangkat sebelah tangan, dan menyentuh pundak suaminya.

"Aku tidak siap dengan semua ini." Sebuah keluhan keluar dari mulut duke.

Meskipun tampak ragu, sang istri meyakinkan suaminya. "Masuklah. Kita harus bicara pada putra kita."

Pintu kamar dibuka, seorang pemuda tengah duduk sembari menatap langit dari jendela kecil yang sudah dipagari dengan jeruji perak. Saat kedua orang tuanya memasuki kamar, ia memberikan seulas senyum pada mereka, lalu kembali beralih menatap celah jendela.

Sang ibu sedikit melayangkan protes, saat putra semata wayangnya membuka jendela itu lagi. Jendela yang sebelumnya telah ditutup dengan tirai khusus yang menjadi relikui peninggalan leluhur mereka. Namun, sang putra hanya menanggapi hal demikian dengan reaksi serupa, seperti biasa. Ia berjanji akan kembali memasangnya sebelum matahari terbenam, dan ia tidak akan pernah melupakan hal itu. Ayah ibu terlalu berlebihan mengkhawatirkan dirinya. Padahal, ia sudah berusia sembilan belas tahun, dan cukup mengerti untuk menjaga dirinya sendiri.

Akan tetapi, ini bukan sekedar masalah yang bisa dianggap sederhana. Ini menyangkut masa depannya sebagai salah satu pewaris dari kerajaan Timur.

Namanya Seokjin, ia sudah sangat mengerti perihal hidupnya selama ini. Saat usianya masih sangat muda, Seokjin bertemu dengan seorang pria berjubah hitam di ladang bunga. Pria yang menghampirinya itu memiliki sorot mata tajam, dan senyum yang menakutkan. Ia memberikan Seokjin kecil sekuntum bunga peony. Dan, menandainya dengan gigitan di bahu kirinya. Semenjak kejadian itu, Seokjin terus menerus mendapatkan mimpi buruk disetiap malam ganjil. Satu masalah lainnya, darah segar sering keluar dari bekas luka gigitan yang ditinggalkan. Hal itu cukup menyiksanya, karena Seokjin akan merasakan sakit yang luar biasa saat luka itu bereaksi. Seorang tabib kerajaan mengatakan, jika Seokjin mendapat kutukan lantaran gigitan tersebut. Dan puncak dari kutukan itu adalah saat bulan berdarah muncul, tepat pada saat usianya memasuki sembilan belas tahun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Drops of Blood [KookJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang