Happy Reading Minnasan ><...
BRAK!
"Aduh!" Manusia berambut hitam panjang itu mengaduh kesakitan. Tangannya sibuk mengusap lututnya yang sedikit terasa sakit. Mata hazelnya menangkap dua adik kelasnya yang sedang tertawa.
Hatinya berkata ingin menangis, tapi logikanya berkata untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Karena ini sudah jam 8!
"Karin? Terlambat lagi?" sapaan sinis pagi itu sudah menjadi makanan Karin sehari-hari.
"Apa alasanmu? Menolong nenek yang mau menyebrang? Mengantar anak sd yang sedang menangis? Atau telingamu yang rusak karena tidak bisa mendengar suara jam weeker dipagi hari?"
Karin hanya bisa diam dan menunduk tatkala rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut pedas guru sejarah di depannya.
"Ibu sampai bingung harus ngomong apa. Keterlambatan kamu ini sudah menjadi persoalan serius Karin. Semua guru yang mendapat jam pertama dikelas ini pasti mengeluhkan hal yang sama"
Seisi kelas hanya bisa menatap kasihan pada Karin yang sedang dipermalukan. Gadis itu terus menunduk tanpa berani menatap siapapun itu.
"Sekarang kamu pergi kelapangan, hormat bendera sampai jam istirahat pertama" nada suara Bu Indri menurun tapi penuh penekanan.
Karin hanya mengangguk tanpa menjawab. Pandangannya tetap dibawah, dia terlalu malu untuk memperlihatkan wajahnya pada guru dan teman sekelasnya. Karin menaruh tasnya pada meja diurutan paling pojok dan terbelakang. Dan dengan langkah cepat dia berlalu pergi menuju lapangan.
Mati-matian Karin menahan emosi yang terpendam. Dia tidak ingin menjadi anak pembangkang yang tidak tertib. Ini bukan kesalahannya, tapi juga dia tetap bersalah.
"Lemes banget, mau ngopi?"
Karin menoleh kesumber suara. Matanya menatap tak percaya, "Kenapa kalian disini?"
Nirvana terkekeh, "Gue ga ngerjain pr"
"Gue juga" sahut Archen.
"Ya sama, gue juga" ucap Jean.
"Me too" lanjut Marven.
Mata Karin menyipit, "Aku tau kalian bohong"
Mereka tersenyum, Karin selalu peka. Itulah yang membuat hati mereka selalu menghangat. Bukan karena rasa iba yang membawa mereka dibawah bendera, tapi karena merasa mereka juga harus merasakan apa yang Karin rasakan.
"Lo cenayang ya Rin?" Tanya Jean tanpa mengalihkan perhatiannya dari bendera.
"Cenayang bapak lo! Dia paranormal ege" sahut Archen.
Plak! Plak!
Pukulan renyah Nirvana mendarat rapi di kepala dua anak adam itu.
"Kenapa dipukul?" Tanya Jean sambil mengusap kepalanya.
"Omongan lo berdua ngaco" jawab Nirvana.
Archen mendelik, "Itu berdasarkan riset ya, ngaco dari mananya?"
"Udah, diem" ucapan Karin membuat mereka terdiam. Tapi tidak dengan Marven. Posisinya sudah tepat didepan Karin, disusul ketiga temannya.
Karin mendadak takut saat Archen mengangkat dagunya. Karin bisa melihat pancaran emosi yang meluap dari mata Jean dan Nirvana. Diam-diam Karin berdoa agar teman-temannya tidak berbuat yang aneh-aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.K
Teen FictionKarina masih kekeuh kalau alpha dan alpha itu sangat tidak mungkin. Demi rambut Harry Potter yang tidak pernah rapi! Karina tidak akan mau menikah dengan laki-laki alpha! Titik! Tapi siapa sangka, hidupnya malah berantakan karena status alphanya? . ...