23. HATI YANG INGIN MERDEKA

4 0 0
                                    

HATI YANG INGIN MERDEKA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HATI YANG INGIN MERDEKA

Senangnya mungkin sudah tidak ada, barangkali usai, tapi perkara pernah dan sudah akan menjadi bagian cerita yang tidak ada habisnya. Tapi, untukmu, semoga selalu senantiasa.

...

Menepikan patah hatinya tentang keputusan El, ternyata itu tidak ada apa-apanya. Ada kenyataan lain yang lebih pahit dari sekedar cinta yang tidak jadi, adalah fakta tentang kelahirannya yang sudah 16 tahun dirahasiakan oleh Bunda.

Suara isak tangis Kasih masih belum mereda. Pada setiap sudut rumah yang Kasih ingat sebagai kenangan tentang Bunda, kini harus Kasih relakan hilangnya. Rumah ini dijual, dan itu tanpa sepengetahuan Kasih. Katanya, pemilik asli rumah ini ingin Kasih melanjutkan kehidupannya di tempat yang lain.

"Terus gimana cara gue mengingat Bunda? Gue harus lari ke mana saat kerinduan tidak waras adanya?"

Suara itu bergetar, bahkan Sora sampai membuang muka karena tak cukup sanggup melihat Kasih hancur di hadapannya. Rei sedang berbicara dengan orang yang diamanahkan pemilik rumah ini, berharap negosiasi itu berjalan dengan lancar, walau harapan hanya berujung sia-sia. Sosok Ken turun dari lantai dua, mengangkat dua koper besar Kasih dengan sorot mata gelapnya. Laki-laki itu adalah orang pertama yang tiba saat Kasih mengatakan rumah ini akan dijual.

"Sisa-sisa barangnya, nanti dikirim sama sopir keluarga gue."

Ken lalu berhenti di sebelah Kasih, menyodorkan sapu tangan miliknya. Bahkan, meski membenci Ken bagaimanapun, Sora tetap tidak bisa menolak kebaikan anak itu. Ya, walau kebencian Sora tak berdasar, membenci karena Ken tidak melakukan hal yang dia ingini, tetap saja, terkadang kebaikan menghanyutkan seseorang.

"Kasih, yang hilang cuma tempatnya, kenangannya tetap abadi," ucap Ken mencoba menenangkan.

Kasih tak sanggup bicara, bahkan saat Rei tiba dan membawanya keluar dari area dalam rumah, Kasih masih tidak berbicara sepatah kata. Meninggalkan Ken dan Sora yang sama-sama terdiam di tempatnya, kemudian masing-masing menarik koper besar Kasih keluar rumah. Pada keheningan di antara mereka, rupanya Sora jadi yang pertama memecahkannya.

"Ken, perasaan yang tidak diutarakan, tidak akan jadi apa-apa."

Ken mengangkat kedua alisnya, tak lama menoleh dan menunggu kelanjutan kalimat Sora di depan pintu rumah.

"Ya, perasaan lo. Perasaan lo untuk Kasih, kalau tidak terutarakan, tidak akan tersampaikan, dan tidak akan jadi apa-apa. Perasaan itu akan sia-sia."

Lantas keheningan mengambil alih mereka. Pada sepasang mata yang kini bicara, juga bumi sebagai saksi bagaimana Ken menunjukkan perasaannya, rupanya Sora masih tidak paham. Gadis ini tidak pernah bisa membaca pikiran dan maksudnya, dan Ken tidak berharap demikian. Akhirnya, koper besar itu Ken lepas seketika. Ia melepas kancing bagian atas kemeja kotaknya. Tiba-tiba gerah melanda. Dan, terakhir, sepasang mata itu jatuh mengunci pergerakan Sora.

Memulai Mengakhiri ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang