Please Don't

123 3 0
                                    

Kanezawa Riu gila! Dia itu benar-benar sudah gila! Bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu dengan mudah? Dan yang lebih gilanya lagi, dirinya, seorang Hideki Arion, menyetujui ucapan Riu begitu saja. Dan sekarang, ia sedang bersiap menanggung konsekuensinya.

Hideki Arion menatap bayangan dirinya yang terpantul di cermin, hari ini ia memakai setelan tuksedo berwarna blue raven dengan kemeja putih yang menyembul pada bagian dadanya. Ia melepaskan kacamata berframe tipis yang selalu melekat menetralisir tatapan tajam matanya, menaruhnya di meja, memijat pangkal hidungnya dan memutuskan untuk memakai kacamatanya kembali. Astaga. Dirinya pasti sudah gila!

“Tidak perlu gugup seperti itu Ai-chan!” Yang mengatakan kata-kata itu barusan adalah perempuan jadi-jadian berambut pirang panjang di belakangnya. Kenapa perempuan jadi-jadian? Karena sosok bak model majalah vogue yang kini kau lihat sedang tersenyum menggoda itu berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki dengan tingkat kefeminiman melebihi ambang batas normal. “Kenapa kau diam saja, Ai-chan~?” Perempuan jadi-jadian itu sekarang mengalungkan tangannya di leher Arion, memeluknya dari belakang. Suaranya terdengar sangat sensual dan helaan napasnya tepat berada pada titik sensitif Arion, membuat laki-laki itu risih.

“Hideki-san, Kanezawa-san sudah menunggu anda di ta-” Kein menoleh, begitu juga dengan Arion. Di luar pintu berdiri seorang laki-laki yang setahu Arion adalah seorang pelayan dadakan bernama Diable-nama yang aneh- yang sedang menatap dirinya dan Kein dengan tatapan terkejut. Arion tidak menyalahkannya. Siapapun yang melihat kejadian itu tanpa tahu hal dibaliknya pasti akan bereaksi sama persis dengan pelayan itu. Seorang laki-laki yang akan menikah sedang berpelukan dengan gadis lain. Walau secara teknis Kein yang memeluknya tetap saja dirinya yang akan terlihat berbuat negatif.

“Hm. Sebentar lagi aku ke sana,” balas Arion tanpa berusaha melepas pelukan Kein maupun menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.

“Ba-baik.” Pelayan itu melirik Arion dan Kein sekilas sebelum meninggalkan ruangan tergesa.

“Pelayan bodoh,” gumam Arion. Di belakangnya, Kein masih setia memeluk Arion tanpa terganggu dengan kejadian tadi. Sekarang, Kein justru asyik meniup-niup telinga Arion, menimbulkan sensasi geli aneh yang menjalari tubuhnya. “Berhenti melakukan itu atau kulempar kau ke tembok,” ucap Arion dengan suara rendah.

“Rupanya kau seorang masocist ya, Ai-chan~!” goda Kein.

“Di sini sedang tidak ada orang lain, aku tidak akan ragu melemparmu walau penampilanmu seperti itu.”

“Ah… Kau tipe orang yang suka privasi dan tidak suka mengumbar kemesraan di depan orang lain, ya?”

Siapa saja, tolong singkirkan perempuan jadi-jadian ini darinya. Walaupun penampilan luarnya terlihat seperti seorang gadis elegan yang lemah, tangan langsing tidak berotot di lehernya sangat sulit dilepaskan. Kazehaya Kimura adalah seorang perempuan jadi-jadian yang tidak bisa dibilang lemah.

Pintu kembali terbuka, menampilkan sosok laki-laki berpenampilan serba hitam-dari rambut hingga sepatu. “Kenapa kau lama sekali Arion?” Kanezawa Riu terlihat terlalu terburu-buru mengatupkan bibirnya. Berkedip sekali, laki-laki itu kembali berucap, kali ini dengan nada sinis, “sedang sibuk bermesraan dengan gadis lain, eh?”

Walau sekilas, Arion bisa melihat sebuah seringai tercetak di bibir Riu.

Lain dengan Arion yang tampak pucat, Kein, tersenyum lebar dan langsung menghambur ke arah Riu. “Ri-u-kuuun~ aku merindukanmu~” Kein meraih lengan Riu dan memeluknya erat-erat. Tidak seperti biasanya, kali ini Riu membiarkan Kein menempel padanya dan memberi tanda dengan gerakan kepala supaya Arion mengikutinya.

Entah kenapa adegan ini terlihat seperti dirinya sedang mencoba merebut pacar orang, kemudian orang itu mengetahui perbuatannya dan ingin menghajarnya. Apapun yang meracuni pikirannya saat ini pasti sesuatu yang disebut orang-orang sebagai tekanan batin sebelum pernikahan.

Please Don'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang