Happy Reading
Sorry for the typo(s)
⚠️
──●●──
Akhirnya, Haechan mampu menghela napas lega sesampainya di apartemen seseorang yang telah menempati hatinya lebih dari tiga tahun. Begitu topi dan maskernya ia tanggalkan, wangi madu dan buah persik merebak ke indera penciumannya. Senyum lebarnya ia lukis melihat kepala si cantik menyembul dari balik dinding.
"Ternyata beneran kamu."
Jaemin pun bergegas menghampiri Haechan dan memeluknya. Ia tersenyum tipis saat pinggangnya direngkuh tanpa menyisakan jarak, membalas pelukannya tak kalah erat. Tangannya yang masih memegang spatula ia kalungkan di leher yang lebih tua.
Sepasang kekasih ini memejamkan mata sembari merasakan hidung mereka yang bersentuhan. Lima menit telah berlalu namun mereka bergeming, mempertahankan posisi yang sama karena enggan berjauhan lagi. Satu bulan tidak berjumpa cukup sudah untuk memendam rindu yang menyiksa.
"Ayamku!" Jaemin buru-buru melenggang pergi padahal bibir mereka sedikit lagi bertemu. Di sela memeriksa rasa, Haechan mendekapnya dari belakang dan menumpu dagu di bahunya. "Mandi dulu sana."
"Aku sudah mandi di rumah."
Sebetulnya Haechan berniat menginap di rumah orang tuanya, namun rencananya kandas di tengah jalan lantaran ayah, ibu, dan adik-adiknya sedang liburan. Daripada mati kesepian dalam bosan, lebih baik ia beristirahat di apartemen mereka berdua. Ia menggeleng, menolak titah Jaemin yang menyuruhnya duduk. "Kangen, Sayang," ucapnya lalu mengecup leher yang lebih muda, menghirup dalam-dalam harum yang selalu terpenjara dalam benak.
"Iyaa, aku juga tapi lepas dulu. Aku mau taruh ini di meja."
Dengan amat terpaksa, Haechan menarik dirinya menjauh. "Aku ke kamar dulu," pamitnya untuk meletakkan jaket kulit yang ia kenakan sekaligus berganti baju yang lebih nyaman. Sebelum ke sini, ia memang pergi ke perusahaan sebentar bersama rekan satu grupnya yang lain. Ketika ia kembali ke dapur, Jaemin sudah duduk manis menunggunya. "Duduk di sini," pintanya seraya menepuk-nepuk pahanya.
Membangkang bukanlah hobinya sehingga Jaemin menurut dan duduk menyamping di atas pangkuan yang lebih tua. Dengan sabar ia menanti Haechan yang tengah menautkan kedua tangan, berdoa dalam hati. "Kamu libur berapa hari?"
"Lima hari."
Jaemin manggut-manggut meski batinnya mengeluh. Lima hari tergolong sebentar dan ia ingin menghabiskan waktunya dengan Haechan lebih lama. "Habis Amerika, kamu tur ke Eropa 'kan?"
Di ujung kunyahannya, Haechan menahan senyum. "Makanya ikut. Kalau kamu ikut aku bisa sekamar sama kamu. Lebih enak kalau mau ngapa-ngapain." Sentilan di keningnya tak elak memecahkan kekehannya. Kedua tangannya melingkar apik di pinggang ramping yang terkasih. Sama seperti pipinya yang menempel di dada Jaemin.
"Sungkan ah sama yang lain. Mereka aja gak bawa pacar. Masa kamu yang paling muda berani bawa pacar ikut tur?"
"Bias kamu pacaran terus sama pacarnya tahu. Satu kamar lagi."
Manik cokelat Jaemin membulat. "Mark punya pacar?!"
"Bukan Mark."
"Oh! Kak Jaehyun ya?! Ih siapa pacarnyaa?" Bibir Jaemin melengkung ke bawah pasalnya kekasihnya ini enggan memberitahu. Padahal ia pandai menyimpan rahasia hingga baunya tidak tercium. "Gak apa-apa deh. Yang penting bukan Mark," tuturnya tenang.