PROLOG

145 13 0
                                    

Hujan deras disertai petir sejak sore tadi belum juga reda, Jihan masih bertahan di kampus, ia melihat arloji ditangannya, jam menunjukkan pukul enam sore sedangkan taksi online yang ia pesan tadi belum juga datang. Jihan memutuskan untuk berjalan sampai ke depan menggunakan payung yang selalu ia bawa ditasnya.

Kampus nampak lengang, ia merutuki dirinya sendiri yang menolak tawaran sahabatnya, Diah untuk pulang bersama.

Sreeeek.

Jihan menegang, ia menghentikan langkahnya, perlahan ia melirik ke arah belakang. Ia mengedarkan pandangannya, sepi, tidak ada siapa-siapa disana tapi, ia sangat yakin mendengar suara seperti Langkah kaki yang terseret. Ia mulai waspada, kemudian mempercepat langkahnya beberepa meter lagi ia akan sampai di halte didepan kampus. Ia akan menunggu taksinya disana.

Namun, semakin cepat Jihan berjalan, Langkah dibelakangnya semakin cepat mengikuti. Dan kali ini ia tahu bahwa ada seseorang atau sesuatu yang memang mengejarnya, Jihan terus saja berlari, ia bahkan melewati halte bus, sosok dibelakangnya semakin cepat mengejar, Jihan tidak menyadari sejak kapan payung hitam ditangannya terlepas. Tubuhnya sudah basah kuyup.

Hah..hah...hah...

Napas Jihan terdengar tidak beraturan, ia semakin ketakutan Ketika menyadari bahwa sekarang ia sudah berada diatas jembatan di atas danau yang terletak cukup jauh dari dikampusnya. Jihan todak kuat lagi, ia memegang pinggiran jembatan, perlahan ia melihat kearah sosok hitam yang mengejarnya. Ia memastikan bahwa sosok yangmengejarnya itu seorang pria. Melihat Jihan berhenti, sosok itupun berjalan pelan ke arahnya.

Hujan yang deras dan gelap membuat Jihan tidak bisa melihat dengan jelas, ia pasrah ketika sosok itu kini semakin mendekat ke arahnya. Jihan berbalik dan hendak berlari lagi tapi sosok itu tiba-tiba menyergapnya dan mereka terjatuh dari atas jembatan.

Byur....

Keduanya tenggelam didalam danau, mata Jihan masih terpejam, ia berusaha membuka mata di dalam danau, ia mulai kekurangan oksigen kedua tangannya menggapai ke atas. Ia harus segera naik ke permukaan, ia berusaha keras melepaskan diri dari sosok itu. Keduanya bergumul didalam danau lalu, "Aaaaaahhhhh."

Jihan terduduk diranjangnya, napasnya tersengal, matanya memindai seluruh ruangan dan ia baru sadar bahwa ia telah bermimpi. Ia menghembuskan napas lega, dan berusaha meraup oksigen sebanyaknya. Rasa sesak saat tenggelam di dalam mimpinya terasa sangat nyata.

Telu PurnomoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang