Waktu terus beranjak seiring dengan detak jarum jam yang bergerak dengan ritme yang stabil, setiap detiknya mengiringi perjalanan matahari yang perlahan merangkak naik hingga tepat berada di atas kepala.
Langit biru membentang sejauh mata memandang, menciptakan kesan yang luas dan tak terbatas. Memberikan ruang pada sang surya untuk memancarkan sinarnya dengan leluasa.
Panasnya cuaca tak menghalangi setiap orang untuk terus beraktivitas. Suasana alun-alun kota tampak hidup dipadati oleh insan dari berbagai kalangan, saling berbincang dengan suara yang membaur dalam riuh rendah, menciptakan hiruk-pikuk yang menyatu dengan deru aktivitas sehari-hari.
Seorang gadis melangkah ringan menyusuri jalanan yang dilaluinya. Topi lebar menutupi wajahnya dari terik matahari, bayangannya jatuh di atas rambut panjangnya yang dikepang dengan sederhana. Tangan kanannya menjinjing sebuah keranjang anyaman yang penuh dengan buah-buahan, isinya terlihat menyembul dari balik kain penutupnya.
"Apa aku bisa menukar buah-buahan yang kumiliki dengan sepotong roti?"
Gadis itu -Yewon tersenyum simpul menatap seorang pedagang didepannya, senyuman yang memancarkan kehangatan sekaligus kepercayaan diri. Dengan gerakan anggun, tangan lentiknya memperlihatkan buah-buahan yang berada dalam keranjangnya, memamerkannya seolah seorang wiraniaga profesional.
"Jangan bercanda, apa kau tidak lihat banyak buah-buahan yang membusuk karena tidak laku?"
Senyum yang sejak tadi menghiasi mendadak memudar, lenyap bersama harapan yang memudar pula. Teriknya matahari yang membakar kulit seolah memantik emosi di dalam diri. Wajah yang semula cerah mendadak suram kehilangan gairah.
Entah sudah berapa kali ia mendengar balasan yang serupa, kata-kata itu mengalun dengan nada yang nyaris sama hingga ia bisa mengingatnya di luar kepala.
Yewon menghela nafas panjang, langkahnya yang lelah membawanya menuju sebuah bangku di dekat air mancur. Gadis itu mengipasi wajahnya yang mulai memerah karena cuaca panas, berharap sedikit angin dapat meredakan gerah yang menghampiri.
Matanya menyapu pemandangan di sekelilingnya, menatap beragam aktivitas yang memenuhi alun-alun. Pandangannya tertuju pada sekelompok musisi jalanan yang memainkan alat musik tradisional. Alunan melodi yang tercipta menarik perhatian orang-orang untuk berkumpul menikmati musik atau sekedar berteduh di bawah pohon.
Tak jauh dari sana, deretan kios makanan berjejer memenuhi sudut alun-alun, menawarkan hidangan menggiurkan dengam aroma harum yang menggoda siapapun yang hendak melintas.
Tak lama, Yewon bangkit dari duduknya. Ia berjalan dengan langkah mantap, kembali membaur dengan keramaian disekitarnya.
Netra kecoklatannya menyapu sekeliling. Kakinya terus melangkah melewati deretan kios makanan, hingga langkahnya berhenti di depan sebuah kios roti yang menggoda indera penciuman. Kios itu dikelilingi oleh keranjang-keranjang penuh roti yang terlihat menggugah selera. Penjualnya, seorang wanita paruh baya, tampak sibuk melayani pelanggan lain, sepenuhnya tidak menyadari kehadiran Yewon yang mendekat dengan langkah hati-hati.
Dalam hiruk-pikuk itu, tak ada seorang pun yang memperhatikannya. Semua orang tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing, memberikan gadis itu kesempatan yang ia butuhkan. Perlahan, Yewon mengulurkan tangannya, jemarinya dengan cepat mengambil sepotong roti yang terletak di ujung meja.
Sebuah senyum lebar tersungging di wajahnya, memancarkan kepuasan yang baru saja diraihnya. Segala hal terasa berjalan sesuai rencana, hingga sebuah teriakan berhasil mengejutkannya-
"Pencuri!"
Jantung Yewon berdegup lebih kencang, senyumnya lenyap seketika, digantikan oleh kepanikan yang mendesaknya untuk segera melarikan diri.