Angin semilir cukup menghanyutkan suasana gundah di tengah gerahnya udara di musim kemarau. Walau saat ini musim kemarau tetapi, hatiku terasa sangat nyaman bergurau dengan pagi yang cerah ditambah riuhnya kicauan burung-burung bernyanyi riang dan salak anjing menggonggong di kejauhan.
Ketika aku hendak membuka mataku, terlihat pancaran sinar matahari yang menyilaukan dari langit biru. Kulihat disekelilingku, ada langit yang terbentang jauh diatas entah sampai dimana karena tak berujung. Tepat dibawahku ada rumput-rumput hijau. Jika rumput-rumput ini bisa berbicara, mungkin mereka akan protes terhadapku karena dengan seenaknya aku duduki mereka yang tak bersalah.
Pohon mahoni tua tempatku bersandar ini sangatlah sejuk. Seakan mengirim seutas senyum dari tarian tiap helai daunnya yang mengikuti alunan angin sepoi. Memang musim kemarau membuat keringat bercucuran tetapi jika berdiam di bawah naungan pohon udaranya seakan berubah spontan, sangat sejuk. Jauh berbeda dengan suasana di jalan raya yang dipadati kendaraan pribadi hingg kendaraan umum.
Ternyata tak terasa, rupanya aku berada di halaman belakang rumahku. Seakan mengerti dengan keinginanku hendak beranjak pergi, suara kicauan burung-burung itu bernyanyi merdu seakan tidak membiarkan aku meninggalkan tempat rindang ini dengan memamerkan kicauan indahnya.
Tapi, sejak kapan aku berada disini?
[cerita lengkap ada di KaryaKarsa dengan judul dan cover yang sama]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hampa
Short Story"Kakak... Kenapa semua orang mengacuhkanku? Mereka semua tidak melihat ke arahku seakan aku tidak ada disampingnya,"