Sejak perbincangannya malam itu, Kento tidak segan-segan mengikuti Sheila kemana pun dia berada. Ke kantin, kelas, lab, perpustakaan, acara organisasi yang sebenarnha bukan tempat Kento berada ia akan mengikuti Sheila. Walau itu hanya sekedar menunggu di depan pintu.
Saat baru saja Sheila ingin keluar dari pintu, seorang pemuda bernama Rangga mencegatnya keluar. Ia tampak sangat akrab dengannya. Bahkan Rangga sampai tertawa dan tersenyum hangat pada Sheila. Kento yang melihat hal tersebut tentu saja menjadi panas, segera ia menghampiri Sheila.
"Udah selesaikan? Pulang yuk." Kento menarik lengan Sheila.
"Eh! Tunggu bentar, sorry ini belum selesai pembahasannya." Rangga menarik lengan Sheila yang satunya.
Kento menatap tidak suka pada tangan Rangga yang seenaknya menggenggam lengan Sheila.
"Itu boleh dilepas?" Geramnya, matanya tidak beralih sedetikpun dari tangan itu."Lu lepas, gw lepas." Tolak Rangga, Sheila hanya diam melihat tingkah laku dua pemuda yang entah sedang berargumen apa.
"B*j*ng*n." Kento melepas genggamannya namun beralih melayangkan pukulan ke pipi Rangga yang nganggur didepannya. Sontak dia terpental ke lantai.
Rangga hanya diam terduduk sebentar, lalu menatap Sheila. "Sheila, lari."
Mengerti apa yang Rangga maksud namun dia memilih untuk membantu Rangga berdiri. "Bisa bisanya kena bogem. Ga berdarahkan?" Santai Sheila sambil terkekeh.
"Sheila!" Teriak Kento tidak suka Sheila membantu Rangga.
"Sampai situ aja Kento, gw ga suka kekerasan." Sheila mengangkat tangannya untuk memberhentikan Kento mendekat.
"Maksudnya apa 'sampai situ'?" Kesal Kento.
"Tindakan kamu yang kasar sampai situ aja, oke?" Pinta Sheila untuk menghentikan aksi kekerasannya.
Setelah berminggu-minggu menganalisa, jawaban dari tindakan Kento yang diluar dugaan ini hanya bisa disimpulkan satu; yaitu Kento memiliki kesehatan mental yang tidak baik. Beruntung Sheila ini sudah pernah belajar psikologi sebelumnya. Ketertarikan Kento padanya yang sangat singkat, haus kasih sayang, mudah marah. Sudah pasti penyakit mental. Maka satu-satunya solusi adalah bersabar.
"Tapi kan dia duluan yang mulai!" Protes Kento.
"Hm? Padahal Rangga minta baik-baik. Masa kamu bales pukul." Jelas Sheila.
"Oke, oke. Maaf." Dengan cepat Kento meminta maaf.
"She, lu yakin mau sama yang kayak begini?" Bisik Rangga padanya.
"Kayaknya cuman gw yang bisa." Bisik Sheila padanya.
"Ngapain bisik-bisik? Ga usah deket-deket. Bikin kesel aja. Sheila punya gw." Sambil ngedumel, Kento memisahkan Sheila dan Rangga yang terlalu dekat dan memeluk pinggang Sheila dengan posesifnya.
Rangga hanya mengiyakan lalu segera pergi dari ruangan, pipinya masih merah akibat pukulan dari Kento tadi.
"Aku ga suka. Kamu ga boleh deket-deket dia lagi. Kesal Kento.
Sheila seperti biasa hanya tersenyum tanda tidak ingin membalas.
•••
"Kita mending pacaran aja"
"Ga."Lagi-lagi pengakuan cinta dan penolakan yang tegas. Dimanapun dan kapanpun kedua hal ini sudah menjadi rutinitas bagi Kento dan Sheila.
"Kalau sekarang?"
"Ga."Seperti hari-hari sebelumnya, dengan konsisten Kento akan mengintili Sheila kemanapun dia berada. Hingga tidak terasa sudah tiga bulan sejak kedekatan mereka.
Tidak ada status, namun mereka setiap hari pergi bersama; notes tambahan 'Kento mengajak Sheila berkali-kali'. Semua penghuni kampus sudah akrab dengan pemandangan ini sekarang, mereka terlihat seperti induk dengan itik.
•••
Sheila terbangun dari tidurnya, namun ia kaget saat melihat ada orang disebelahnya berbaring di atas kasur yang sama. Sontak Sheila membulatkan matanya dan mengumpulkan nyawa yang tiba-tiba terpencar.
"Kento?" Kaget Sheila.
"Hm? Ya?" Jawab Kento sedikit mengantuk.
"(Menghela nafas) Kok bisa masuk kamar aku?" Heran Sheila namun tidak memerlihatkan kepanikannya.
"Lewat pintu." Kento memeluk Sheila.
Sontak Sheila terduduk. "Tapi kan semua ke kunci."
"Aku punya kuncinya." Jawab Kento dengan senyum gembiranya dan ikut terduduk disamping Sheila.
"Ini namanya stalking, pulang gih." Usir Sheila.
"Ga mau, aku abis dipukul papa. Nih liat, berdarah semua. Kamu ga kasihan?" Jelas Kento sambil memperlihatkan lukanya.
Sheila baru menyadari keadaan Kento sanking paniknya dia dalam hati. Lalu ia berdiri dan mencari P3K.
"Kita obatin di ruang tamu aja." Kata Sheila sambil membawa P3K yang Sheila temukan.
"Ga mau. Biar sekalian bobo disini aja." Cegat Kento agar Sheila tidak keluar.
"Sama aja, bisa tidur di ruang tamu juga." Jelas Sheila.
"GA MAU!" Teriak Kento lalu Sheila segera mendekap mulut Kento.
"Oke oke, siap bos." Sheila mengecilkan suaranya agar tidak mengganggu orangtuanya yang juga sedang tidur di ruangan sebelah.
Setelah selesai mengobati luka, Sheila memilih untuk mengambil futon atau sejenis kasur lipat untuk dirinya tidur disana.
"Mau tidur sambil pelukan." Larang Kento saat melihat futon itu digelar.
"Ga halal, ga boleh tidur sekasur." Jelas Sheila.
"Aku teriak nih." Kento bersungguh-sungguh.
Sheila tentu menghela nafas berat lalu kembali merapihkan futon itu ke asalnya dan tidur di kasur kebangaannya. Kento lalu menyusul sambil memeluk Sheila dari samping.
"Kita nikah aja yuk."
"Ga masuk akal" Jawab Sheila."Kok ngomong nya gitu?" Kesal Kento
"Kita masih kuliah, nikah masih lama." Kata Sheila.
Segera Sheila menutup mata dan telinga agar bisa langsung tidur. Setelah sedikit mengoceh Kento juga memilih tidur dengab tangannya yang melingkari pinggang Sheila dari samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salmon Sushi
RomanceThis story is talking about a woman who understand what is love; and a man who think desire is love.