"Maafkan mereka? Entahlah, mulut ini terlalu mudah untuk mengucapkan kata maaf, tetapi hati dan pikiran berkata sebaliknya,"
"Apa salah jika aku tidak bisa mempercayai seseorang yang berjanji tidak akan meninggalkan kita? Pada ujungnya, mereka pasti akan pergi baik pada saat kita senang maupun sedih,"
🎀🍼🎀
"Lo tuh kenapa sih? Selalu aja membahayakan nyawa orang lain,"
"Lo pembawa sial ya ternyata? Orang yang udah nyelametin lo itu udah ga ada?! Dan lo masih bisa masang muka datar kayak gitu?"
Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut mereka disebuah pemakaman, merekanadalah teman-teman dari korban yang sudah tewas. Semua orang mengenakan baju hitam, suara tangis terdengar keras dipemakaman itu. Hanya ada satu orang yang tidak menangis bahkan tidak mengenakan pakaian hitam melainkan pakaian berwarna putih hingga terkesan mencolok, ialah Zeva.
"Saya tidak tahu apa masalah kamu, tapi kamu tidak perlu sampai menyeret anak saya ke dalam masalah kamu?!" Bentaknya sembari berjalan mendekati Zeva. Ia mendorong kuat Zeva hingga terjatuh.
"Saya minta maaf, tapi sebelumnya saya tidak pernah mau menyeret siapapun ke dalam masalah saya," Zeva menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia tidak berani untuk memberontak bahkan menatap mereka dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Kalau kamu tidak ingin menyeret siapapun kedalam masalah kamu, kenapa kamu menelpon anak saya?!!" Ibu dari korban itu murka, hatinya begitu sakit saat ini. Kehilangan anak lelakinya yang begitu ia sayang, itu cukup menyakitkan.
"Aku ga nyangka ternyata kamu kayak gini, awalnya aku kira kamu orang baik-baik, tapi kamu menyeret adik aku ke dalam masalah kamu sampai kini sudah tidak bernyawa," ucap kakak sang korban.
"Kamu bisa-bisanya datang kemari tanpa rasa bersalah sama sekali, bahkan kamu tidak menangis sedikitpun," Ibu dari korban itu kembali menghampiri pemakaman anaknya dan memeluknya sembari menangis.
"Sepertinya ini karena orang tua kamu juga gagal dalam mendidik kamu, benarkan? Bapak dan Ibu? Apa kalian sudah benar mendidik anak kalian?" Kini ayah sang korbanlah yang berbicara.
"Kami minta maaf atas kejadian yang sudah terjadi, kami juga gagal dalam mendidik anak kami," ucap Ibu Zeva.
"Maaf kalian tidak bisa merubah segalanya, kalian pergi dari sini dan jangan pernah kalian berhubungan dengan keluarga kamu lagi," kalimat terakhir yang terucap dari mulut ayah sang korban.
Zeva dengan terpaksa meninggalkan tempat itu karena tangannya sudah ditarik paksa oleh ayahnya. Selama perjalanan pulang orang tua Zeva tak berhenti mengomel, itu karena Zeva sudah membahayakan nyawa seseorang. Satu korban yang telah tewas dan satu korban yang koma yaitu adiknya sendiri.
"Kamu itu selalu saja menyusahkan kami?!! Sekarang kami harus membersihkan nama baik perusahaan kami karena kamu?!!" Ayah Zeva membentak dirinya sembari mendorongnya hingga terjatuh ke sofa panjang.
"Sudah berapa banyak masalah yang kamu buat Zeva? Saat SMA kamu membuat kasus bullying, kemudian sekarang? Kamu hilang yang membuat semua orang mencari kamu, bahkan dia rela mati hanya karena kamu?!" Ayahnya murka, perkataan ayahnya itu membuat dirinya menjadi merasa sangat bersalah. Ia mengepalkan tangannya kuat hingga kuku panjangnya itu melukai telapak tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEVAREZ
Teen FictionZevairra Rayanza Reyfandz, gadis yang selalu menjalankan hari-hari dengan normal. Kini ia harus menghadapi makhluk halus yang selalu menampakkan diri di depannya. Dari dulu Zeva tidak pernah bisa melihat makhluk halus seperti itu. Namun, saat mengin...