Serakah.

1 1 1
                                    

Suara deru mobil terdengar memasuki halaman rumah bergaya Belanda yang terdapat rumput ilalang disana. Aku menjejak tanah, beranjak dari mobil klasik yang dikendarai Ayah setelah berjam-jam berada di perjalanan. Menuju ku ke dalam rumah dengan menenteng tas kesayangan ku ini, tas yang berisi perlengkapan pribadiku, disusul Ayah dn Bunda yang membawa beberapa kardus. Memulai kehidupan baru setelah peristiwa memilukan itu terjadi, kecelakaan yang menewaskan Kakakku. Resmi sudah diriku menjadi anak semata wayang.

Aku menyusuri lorong di rumah warisan Simbah ke anak perempuannya, Bunda. Sampai suatu ketika Aku mematung saat melewati sebuah kamar, di sana tempat dimana seluruh kenangan manis masa kanak-kanak terjadi. Tak pikir panjang aku mengambil langkah untuk memasuki kamar tersebut, memandang barang-barang yang sudah berdebu, buku dongeng favoritku yang selalu dibacakan Bunda sebelum tidur tampak tak pernah disapa selama beberapa tahun. Lenggang, sebelum Bunda menepuk bahuku, memberi tahu jika disinilah aku akan beristirahat, kamarku.

Setelah menghilangkan penat dan membersihkan debu-debu serta kotoran yang memakan waktu seminggu, esok adalah hari pertama untuk bertemu teman baru, lingkungan baru. Gugup, cemas dan takut. Entahlah, ternyata mereka cukup ramah. Perkenalan dan pembelajaran berjalan lancar, tak se menakutkan itu ternyata. Aku mulai akrab dengan teman sebangku ku, Maria namanya. Dia cantik, memiliki kulit eksotis dan rambut yang bergelombang.

Seminggu berlalu, Aku sering membahas hal-hal yang Aku minati pada Maria, maka dari itu Aku sudah dikenalkan dengan sekelompok teman-teman Maria. Mereka berasal dari klub Fotografi dan Videografi tahun lalu. Bertepatan dengan tahun ajaran baru, Aku diajak untuk menekuni bidang tersebut dengan mengikuti klub Fotografi dan Videografi.

Semester 1 berlalu, kini Aku sudah mendapati lingkup yang luas untuk berinteraksi. Untuk menutup semester ini, kemi mendapat tugas untuk mengamat alam bebas, memotret dan merekam keunikan disana. Kami telah mencari destinasi yang kami pilih dan sudah dirundingkan. Perbukitan yang terletak di suatu desa yang jarang disebut.

Setelah menyesuaikan jadwal keberangkatan, kami juga berbagi tugas. Kami akan berangkat berenam, Aku, Maria, Jo, Nadi, Esa dan Dipa. Nadi dan Dipa bertugas bergantian menyopir mobil dengan trek yang tak mengenakkan. Sesampainya disana, Maria dan Jo akan bertugas untuk menangkap pemandangan atau merekam beberapa objek dengan kamera milik mereka. Nadi, Esa dan Dipa nantinya akan mengedit hasil tangkapan Maria dan Jo menjadi lebih elok. Aku akan menulis laporan hasil tangkapan kami.

Saat terik-teriknya sinar matahari menerpa, mereka cukup bersemangat saat berkumpul di rumahku. Aku menghidangkan es jeruk serta semacam biskuit. Kita berangkat dari kediamanku sekitar pukul 13.30. Melewati trek yang tak memadai, untung saja Dipa ulet mengendarai mobil Bapaknya.

Setengah perjalanan terlewati, mobil mulai memasuki jalan setapak yang masih bisa mobil lewati. Kurang lebih 30 menit kami merasa hanya berputar-putar, ditandai dengan gundukan batu yang sama selama 3 kali. Kami merasa ada yang aneh, mungkin saja Dipa yang lelah. Akhirnya Nadi menggantikan posisi Dipa.

Sekali lagi kita bertemu dengan gundukan batu yang sama. Kami akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada seseorang yang lewat. Menunggu 5 menit akhirnya ada seorang yang berlalu lalang, wanita tua yang memanggul sesuatu di kepalanya dengan aroma pekat. Jo bergegas turun untuk bertanya. Ibu tersebut menjelaskan rute dan menyarankan untuk meninggalkan mobilnya disini saja.

Kami sudah berjalan sekitar 15 menit. Maria dan Jo mulai melaksanakan tugasnya, Aku juga terkadang mencatat apa yang perlu dicatat. Sampai suatu saat, disana ada pria paruh baya berjalan melewati kami. Esa berniat menyapa dengan ramah kepada pria tersebut, tetapi diacuhkan dan ia mengatakan sesuatu yang janggal.

"Jangan mengambil yang bukan hakmu, Anak muda!"

Pria tersebut berhenti sejenak sebelum pergi meninggalkan kami. Kita kebingungan, tetapi Nadi menenangkan kita dan melanjutkan perjalanan.

Lenggang, tanpa perdebatan, tanpa percakapan, hanya langkah kaki dan suara alam yang terdengar sebab kami sibuk berkecamuk di pikiran masing-masing. Setitik cahaya yang melebar, menandakan kami akan tiba di tujuan.

Sinar mentari menerpa wajah kami. Kita bernapas lega disini. Pemandangan desa terlihat menakjubkan disana, kemi berlarian menuju puncak. Maria dan Jo telah melahap pemandangan tersebut dengan kameranya.

Matahari bekum sempat tergelincir, mempersilahkan kami untuk memandangnya ditemani tiupan lembut dari angin. Kami sejenak meringankan beban pikiran, meluapkan segalanya. Kami sangat menikmati pemandangan yang disuguhkan sang Maha Agung ini.

Kami mematung dengan waktu yang terbilang lama, hingga matahari lambat lau mulai tenggelam di lautan semburat oranye dari garis cakrawala. Hingga ku tak sadar akan pergerakan teman-teman ku. Mereka seperti memunguti sesuatu yang berkilau saat diterpa sinar matahari.

Aku beranjak dari tempat ternyaman ku, bergabung dengan mereka untuk berebut kepingan emas. Kami tak mempedulikan sesama, ini sangat menggiurkan. Saling dorong, berdebat sepanjang saat hingga Maria tergelincir dan terjatuh lalu berguling ke bawah hingga kepalanya menghantam bebatuan tajam.

Kami seolah tak mempedulikan kondisi Maria, kami entah mengapa mengambil kepingan emas yang berceceran hasil pungutan Maria. Entahlah, Aku dengar Esa dan Jo saling beradu pukul, Aku masih memunguti kepingan di hadapan mayat Maria di samping batu yang berceceran darah.

Hingga matahari sempurna tenggelam, merasakan sesuatu yang basah, bau dan lengket di tangan. Bau amis menyengat hidung, hingga ku sadar bukan lagi kepingan emas yang ku genggam, melainkan...

BUK!!!

Sesuatu menghantam ku, badan terasa lunglai, terjerembab di tanah bercampur amis darah.

Gelap. Sesak. Sunyi. Dingin.

Kami yang hilang, dan takkan bisa kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang