enam belas

383 27 0
                                    

Sepanjang malam, Karina memikirkan tentang Kepala Pelayan Wyna dan Duchess Bethel. Ada keperluan apa yang mengharuskan mereka untuk bertemu dan mengapa pula mereka bertemu secara diam-diam seperti itu.

Karina mulai mengingat kembali masa-masa saat kehidupan pertamanya. Ia mengingat saat dirinya diasingkan karena tidak kunjung memberikan keturunan baru Marioland, kemudian Raja Dione menikahkan Zeno dengan Xaviera, putri keluarga Bethel.

"Masih belum pasti barang apa yang duchess berikan kepada Wyna, tetapi jika tebakan Giselle benar ... apakah selama ini minuman kami dicampurkan sesuatu?"

Wanita itu masih terdiam selama beberapa menit sampai dengan tiba-tiba saja ia merasakan jika tangan Zeno melingkari pahanya. Zeno sendiri juga terkejut dalam tidurnya karena merasakan perbedaan posisi tidur Karina.

Zeno membuka mata dan lantas bertanya begitu melihat Karina yang semula tertidur, kini tengah terduduk di sampingnya.

"Kenapa kau terbangun? Zayne dan Zean membangunkanmu?" Zeno bertanya.

"Iya, tadi mereka sempat terbangun sebentar," bohong Karina. Ia terpaksa untuk mengatakan kebohongan itu pada Zeno.

Setelahnya, Zeno benar-benar terbangun. Pria itu mengubah posisinya yang semula berbaring, kini ikut duduk di samping Karina. Zeno membawa tubuh dan kepala Karina untuk bersandar di dadanya sementara dirinya sendiri bersandar di kepala ranjang.

"Lalu kenapa tidak langsung kembali tidur?" Zeno kembali bertanya.

Karina menggeleng, "Aku belum bisa kembali tidur. Aku ingin terjaga sebentar lagi, takut kedua putra kecil kita terbangun lagi."

"Kalau begitu aku akan menemanimu," ujar Zeno. "Jadi jika mereka kembali bangun dan menangis, aku bisa membantumu menenangkan salah satunya."

"Baiklah. Terima kasih, ya, Ayah," Karina tersenyum.

Zeno pun turut membalas dengan senyuman, "Tidak perlu berterima kasih padaku. Sudah kewajiban buatku merawat dan membesarkan anak-anak kita bersama denganmu, bukan? Aku hanya melakukan kewajibanku itu dengan senang hati."

Dengan begitu, Karina kembali membiarkan benaknya untuk memikirkan dua wanita mencurigakan yang diketahui Giselle bertemu diam-diam di luar istana.

Rasanya Karina tidak akan bisa tidur dengan tenang jika benaknya belum berhasil menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Sayangnya, terlalu banyak pertanyaan yang ingin Karina ketahui jawabannya.

Baru saja berniat memejamkan mata untuk terbang ke alam mimpi, suara tangisan salah satu putranya terdengar. Disambung dengan suara tangisan saudaranya.

"Mereka terbangun lagi," Zeno berujar seraya tersenyum tipis.

Karina ikut tersenyum dan keduanya bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju tempat tidur kedua bayinya. Zeno menggendong Zayne dan Karina menggendong Zean.

Si sulung Zayne langsung saja menyusupkan wajahnya di dada sang ayah, mencari sesuatu yang ia butuhkan untuk memuaskan rasa hausnya. Sementara si bungsu Zean perlahan-lahan menghentikan tangisannya begitu digendong oleh Karina.

"Zean berhenti menangis?" Zeno menatap penasaran ke arah Karina yang tengah menggendong Zean.

Karina mengangguk, "Iya. Zean sudah berhenti menangis meski wajahnya masih terlihat sedih. Zayne bagaimana?"

"Sepertinya Zayne ingin susu," ujar Zeno. "Sejak tadi dia terus membuka mulut kecilnya, mencari-cari sesuatu di dadaku. Hei, Pangeran Kecil. Yang kau cari tidak ada pada Ayah."

"Ah ... jadi Zayne yang menangis lebih dulu, ya ...," Karina terkekeh.

Lantas Zeno dan Karina bertukar. Kini Zayne sudah berada di gendongan ibunya. Karina mengambil posisi untuk duduk di kasur dan bersandar pada kepala ranjang untuk dapat menyusui Zayne dengan nyaman. Sementara Zeno membawa Zean ke balkon kamar untuk mengajak anak itu bermain sebentar sebelum kembali dibuat terlelap.

Princess in Disguise: How to Continue a BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang