Nathan memejamkan matanya, memijat pelan pangkal hidungnya, kepalanya terasa pening. Baru saja ia menerima puluhan panggilan telepon dari Rosa, mengabarkan bahwa Samudera tiba-tiba pergi dan menghilang entah kemana saat tadi malam. Nathan membanting benda pipih yang terus berbunyi di sampingnya, kepalanya belum bisa berfikir jernih, namun Rosa terus menghubunginya, membujuknya untuk segera mencari keberadaan Samudera di sekitar tempat dimana Samudera hilang sebelumnya.
"Ada apa ini, Yah?" Satria berucap dengan pandangan yang tak lepas dari ponsel yang telah tergeletak mengenaskan di dekat kakinya. Niat awalnya Satria hanya akan berpamitan kepada Nathan untuk pergi ke kantor, namun saat melihat sang Ayah yang terus memijat kepalanya, Satria urungkan. Masa bodoh dengan pekerjaan nya, yang terpenting baginya saat ini adalah kondisi sang Ayah.
Nathan sama sekali tidak menghiraukan kehadiran Satria yang sudah terduduk disampingnya, pikirannya sedang kacau tidak terarah. Tak lama, sebuah sentuhan halus begitu saja mendarat di punggung tangannya, yang membuat nya seketika tersadar bahwa itu adalah Satria, putra sulungnya yang satu itu sedang berusaha untuk menenangkan nya.
"Belum berangkat?"
"Sebentar lagi, sesudah Gara memastikan kalau Ayah baik-baik aja." Satria menegakkan posisi duduknya, agar lebih leluasa menghadap Nathan. "Ayah kenapa? Gara yakin Ayah lagi banyak pikiran. Apapun itu, Ayah bisa minta tolong sama Gara, selagi Gara bisa."
"Anak itu, hilang." Tiga kata yang seketika membuat tubuh Satria mematung. Nathan mengucapnya dengan tidak tenang, kedua kaki Nathan bergerak seirama dengan berulang kali. Dengan itu Satria dapat jelas mengerti bahwa jauh di dalam hati sang Ayah, ia khawatir.
"Gimana bisa? Bukannya kemarin Ayah bilang Samudera ikut pergi sama 'dia?"
"Ayah juga gak ngerti, anak itu sudah dikasih baik malah melunjak. Selalu menyusahkan, ada dan tidak nya."
Baru saja Satria akan membuka mulutnya, Nathan langsung menyela, "Lupakan itu sekarang, nanti sore bantu Ayah cari anak sial itu. Rosa terus mengganggu Ayah, merepotkan." Nathan beranjak dari duduknya dengan decakan kecil yang masih terngiang di kedua telinga Satria.
"Benar-benar merepotkan." Satria menyusul Nathan setelahnya, tujuannya sama, pergi menuju kantor.
Di sebuah gedung tinggi, suara ketukan sepatu yang bersautan seakan menambah sesak pagi ini. Para pekerja terlihat berlalu lalang, membawa banyak lembar kertas di kedua tangannya. Ada banyak aktivitas yang terjadi di dalam satu ruangan besar itu, yang tepat berada di lantai lima. Jaya melangkah besar, mempersingkat waktu untuk dapat bertemu dengan beberapa petinggi perusahaan yang telah berkumpul di ruangan khusus.
Bak kebetulan yang sama sekali tidak ingin Jaya hadapi. Jaya disatukan kembali dengan partner kerjasama nya yang telah lalu. Satria menyeringai lebar, mengangkat satu alis tebalnya untuk menyapa singkat Jaya yang masih tidak terima di tempatnya.
"Wow, tidak menyangka kita dapat disatukan kembali dalam projek besar ini, Dhananjaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudera
Teen FictionIni hanya sedikit kisah tentang seorang pemuda tangguh yang selalu tersenyum kala dunia nya sedang rubuh. Samudera Laksamana. Sosok yang hanya butuh mereka yang kerap disebut sebagai "rumah" namun, nyatanya mendapat atensi sekecil apapun di rasa sus...