Telah tersebar rumor aneh beberapa hari belakangan.
Jemy tidak mengerti mengapa rumor itu bisa tersebar, namun dia jelas memiliki ketidaknyamanan ketika mendengar beberapa murid bergosip mendiskusikan rumor tersebut.
"Menurut pendapatmu, jika Axel benar-benar menjalani hubungan dengan murid baru itu, bagaimana?"
Jemy berkedip pelan menatap Theo yang balas menatapnya dengan tatapan lurus dan datar.
Satu-satunya teman yang mengetahui hubungannya dengan Axel hanyalah Theo. Tentu saja, itu semua karena Theo adalah satu-satunya teman dekat yang dimiliki Jemy di sekolah ini.
"Aku... Aku tidak masalah jika itu benar-benar yang diinginkan Axel."
Pandangan Jemy terlihat menerawang jauh.
Theo diam mendengarkan dan memperhatikan.
"Sejak awal hubungan kita lah yang sebenarnya tabu, hubungan antara dua laki-laki belum legal, jika..., dia benar-benar ingin bersama dengan gadis itu aku tidak bisa berbuat apa-apa."
Jemy menjelaskan semuanya dengan ekspresi agak rumit.
"Meski begitu bukan berarti aku tidak akan sakit hati dan sedih, tapi aku akan menahannya."
"Omong kosong!"
Theo mencibir. "Seberapa kuat kamu menahan rasa sakit hati? Jika menurut saranku kamu benar-benar harus meninggalkannya mulai sekarang!"
Jemy tersenyum sambil sedikit menggeleng. "Tidak bisa, kali ini aku sudah berjanji aku tidak akan meninggalkannya sebelum dia mengatakan dengan sungguh-sungguh bahwa dia tidak menginginkanku lagi."
Theo mendengkus, "aku masih kurang senang."
Jemy meringis. "Apakah ini berhubungan dengan aku yang menjadi homo?"
Theo menatap Jemy dengan tatapan serius. "Sedikit seperti itu tapi tidak sepenuhnya karena itu."
"Tidak sepenuhnya karena itu?"
Lalu karena apa?
Theo menghela nafas. "Dengar, aku tidak terlalu bermasalah dengan orientasimu, perasaan cinta kasih itu sulit untuk dikendalikan, kita tidak bisa mengatur kepada siapa kita jatuh cinta dengan mudah."
Theo berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan perlahan. "Hanya saja aku selalu merasa tidak suka dengan Axel terutama teman-temannya."
"Apakah mereka pernah melakukan sesuatu terhadapmu?" tanya Jemy dengan serius.
"Tidak kepadaku, hanya saja beberapa orang yang tidak mampu mereka selalu berbuat semena-mena. Terutama, Alvin!"
Melihat bara dendam yang menyala di mata Theo, Jemy hanya bisa menghela nafas dengan gusar.
Kemungkinan besar Theo memiliki konflik tersendiri dengan Alvin.
Jemy tidak akan menggali informasi pribadi temannya sendiri.
"Aku pernah melihat Alvin hampir memperkosa anak laki-laki."
"Prfft!!"
Saat itu Jemy sedang minum. Tapi ketika dia mendengar perkataan Theo, lelaki itu jadi reflek menyemburkan apa yang telah sampai di mulutnya tanpa sempat tertelan secara refleks.
"Jorok sekali, ieuuh!"
Theo menatap jijik kepada Jemy secara terang-terangan.
"Apa kamu serius?! Alvin memperkosa orang? Terlebih lagi itu anak laki-laki?!"
Theo mendengus sembari membenarkan letak kacamatanya dengan serius. "Apakah wajahku tampak seperti orang yang suka bicara hal yang tidak benar?"
Jemy menggeleng cepat. "Tidak, aku tahu kamu tidak seperti itu," ucapnya segera.
Mengingat bagaimana Alvin yang selalu terlihat songong dan gemar meremehkan orang tiba-tiba Jemy menjadi memiliki kepercayaan cukup tinggi terhadap perkataan Theo.
"Ah, apakah Axel tau perbuatan temannya?"
Theo mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Aku yakin meskipun dia tahu Axel tidak akan berbuat banyak untuk mengatasi atau repot-repot menasehati temannya sendiri."
"..."
Jemy sebenarnya ingin membela Axel. Tapi entah kenapa mulutnya terkatup rapat dan tidak tahu apa yang harus dia katakan untuk membela sang kekasih.
Theo tiba-tiba bangkit dari sofa. "Hari ini mau menginap?"
Saat ini Jemy sedang berada di rumah Theo untuk meminjam salah satu buku pelajaran untuk ulangan harian minggu depan.
Theo bersedia meminjaminya namun tidak bisa mengantarkan langsung ke rumah Jemy.
Jemy berniat singgah sebentar, namun karena Theo membujuknya untuk terus mengobrol Jemy agak lupa waktu dan singgah terlalu lama.
"Tidak, aku akan pulang langsung."
"Tapi ini sudah larut."
Jemy datang ke rumah Theo setelah selesai bekerja paruh waktu dan ini jelas sudah sangat malam untuk berjalan pulang.
"Apa kamu meremehkanku?"
"Kamu adalah bottom, wajar untuk diremehkan dan dikhawatirkan."
"Bajingan ini!"
Theo terkekeh pelan. "Kamu sebenarnya bisa menginap jika kamu mau," tawarnya sekali lagi.
"Tidak bisa, mungkin lain kali baru bisa," jawab Jemy.
"Hah, terserahmu saja jika begitu, kamu harus hati-hati di jalan."
Jemy ikut berdiri dari sofa, mengambil tas punggungnya yang tergeletak tak jauh dari meja dan menggendongnya.
"Aku pamit, aku pulang."
"Oke."
Setelahnya Jemy benar-benar keluar dari rumah Theo untuk segera pulang.
-
Axel duduk di sofa kosong di kamarnya seraya melihat ponselnya yang sedang menyala.
Alvin yang sedaritadi sibuk bermain game bersama Kara, berbaring di kasur Axel tiba-tiba tersadar dan melihat si pemilik kamar yang terus diam dengan ekspresi agak rumit.
"Mengapa terus diam melihat ponsel seperti itu? Apa yang sebenarnya sedang kamu pantau?"
Axel segera mengalihkan perhatiannya kepada Alvin yang bertanya.
"Hanya memantau hal kecil."
Kara yang menyimak obrolan segera menyela. "Jemy?"
Axel meliriknya sekilas namun tidak memberi jawaban apapun kepada Kara.
Hal itu langsung dikonfirmasi bahwa keterdiaman Axel adalah persetujuan bahwa tebakan Kara benar.
"Ck, mengapa kamu memikirkannya? Apakah dia meminta sesuatu kepadamu?"
Axel tidak menjawab, dia hanya mematikan ponselnya dan meletakkannya di meja depannya.
"Jika dia benar meminta sesuatu kepadamu bukankah dia benar-benar tidak tahu diri?"
Kara mengerucutkan bibirnya ke depan. "Benar-benar tidak tahu malu, bagaimana bisa ada orang seperti dia di dunia ini?"
"Ck dia hanya menambah beban dunia saja." Alvin mengeluarkan diri dari game dan segera mematikan ponselnya. "Aih, sebenarnya daripada kita banyak mengkhawatirkan Jemy si boti tidak berguna itu bukankah lebih baik kita mengkhawatirkan Noah?"
Kara memasang ekspresi seolah baru tersadar bahwa Noah tidak bersama mereka sejak tadi.
"Kemana Noah? Aku bahkan tidak tahu bahwa dia tidak ada."
Alvin mengetuk dahi Kara dengan main-main. "Apa yang kamu tahu? Kamu hanya terfokus pada game saja sejak tadi."
Kara cemberut dan mencibir, "Apakah kamu tidak? Kamu bahkan tidak berkaca ketika mengatai orang."
Alvin terkekeh pelan untuk merespon Kara lalu melirik Axel yang termenung menatap jendela kamarnya.
"Ada apa, Xel?"
Axel menoleh kembali menatap Alvin. "Noah sedang membereskan sesuatu untukku mungkin dia tidak akan kembali ke rumah malam ini," katanya dengan senyuman misterius yang tidak dimengerti oleh Alvin maupun Kara.
---
Tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/368001612-288-k411716.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Because, I Love You!
RomanceNoah setengah mati membenci Jemy. Ketika Noah mendengar Axel dan Jemy kembali berhubungan setelah putus, Noah menjadi tidak tahan. Segala cara dia lakukan untuk memukul mundur Jemy dari Axel. Namun setelah beberapa waktu kemudian, apa yang terjadi k...