Noah setengah mati membenci Jemy.
Ketika Noah mendengar Axel dan Jemy kembali berhubungan setelah putus, Noah menjadi tidak tahan. Segala cara dia lakukan untuk memukul mundur Jemy dari Axel.
Namun setelah beberapa waktu kemudian, apa yang terjadi k...
Axel bangun pagi. Begitu bangun dia pertama kali yang diraihnya adalah ponselnya.
Dahinya mengerut agak dalam ketika tidak mendapati pesan masuk dari seseorang yang diharapnya.
Kemana Jemy?
Mengapa anak laki-laki itu tidak mengirim pesan selamat pagi seperti biasanya?
Dengan hati yang sedikit tenggelam dengan perasaan kesal, Axel mencari kontak Jemy dan menelponnya.
Axel menunggu cukup lama dengan perasaan resah. Tepat pada dering ke empat, akhirnya Jemy menerima sambungan telponnya.
"Ah, halo? Axel?"
Axel menarik sudut bibirnya dengan menawan. "Hm, aku pikir kamu belum bangun pagi karena ini hari libur."
"Ah, tidak. Aku sudah bangun sejak tadi, hanya saja aku sedikit sibuk saat ini."
"Kamu sedang melakukan apa?"
"Ini, aku--"
Saat itu Jemy belum menyelesaikan kalimatnya namun jauh di belakang ada sebuah suara lain yang menyela.
"Hey Mimi tomatnya sudah siap kita harus pergi ke toko selanjutnya, cepat!"
Alis Axel yang sempat meregang kembali mengerut ketika mendengar suara tersebut. Suara yang sialnya sangat dikenalnya.
Bukankah barusan adalah suara Noah?
Lalu bagaimana tadi Noah memanggil Jemy?
Mimi?!
Axel meremas selimutnya dengan kuat.
"Bajingan ini, bisakah sabar sedikit aku sedang menerima telepon!" suara Jemy agak menjauh. Dari nada suaranya sudah terdengar jelas bahwa anak laki-laki itu sedang kesal.
"Apakah itu begitu penting dari aku yang sedang kepanasan ini?"
"Persetan! Diamlah!"
"Maaf Axel di sini ada sedikit gangguan, um, bisakah aku menutup telpon dulu? Aku janji setelah aku pulang dan selesai di sini aku akan menelponmu kembali."
Setelah itu sambungan telepon segera tertutup sepihak. Jemy lah yang mengakhiri telponnya tanpa mengucapkan kata-kata cinta seperti biasanya.
Axel menurunkan ponselnya. Dengan sorot mata kosong dia menatap layar ponselnya yang masih menyala.
Sial, moodnya sedang tidak baik-baik saja saat ini.
-
"Siapa yang menelponmu?"
Jemy kesal, dia melayangkan kakinya untuk menendang tulang kering Noah.
"Awh! Kenapa menendangku?"
Noah melotot geram. Tapi bukannya takut, Jemy malah balas melotot tak kalah galak.
"Itu karena kamu pantas ditendang! Kamu benar-benar membuatku kesal, mengapa kamu tidak pulang saja?!"
"Kamu mengusirku? Beraninya!"
Jemy mendengus kesal. "Kamu benar-benar tidak tahu malu, sudah menumpang tidur dan sarapan di rumah ku tapi tidak berterimakasih."
"Oh apakah kamu sungguh pria yang pamrih? Bagaimana cara aku berterimakasih? Mencium atau memeluk?"
Jemy menampilkan ekspresi jijik. "Menyingkirlah, kamu cabul dan menjijikkan!"
Jemy merebut plastik berisi tomat segar yang baru dibelinya dari tangan Noah lalu berjalan pergi melewati pihak lain yang masih setia tertawa nista.
Asik juga menggoda Jemy habis-habisan seperti ini.
"Mimi kecil marah, apa yang harus aku lakukan agar tidak membuat Mimi kecil kita tidak marah lagi, hm?"
Jemy merasa dirinya hampir meledak karena malu dan kesal. Dia berharap Noah akan berhenti menggodanya namun pria menyebalkan itu tampak tidak peka dan malah semakin menjadi menyebalkan.
Berbeda dengan Noah yang tiba-tiba tersenyum di belakang Jemy, memperhatikan warna merah merona menghiasi tengkuk putih dan telinga mungilnya. Noah merasa bahwa Jemy menjadi agak terlihat imut ketika sedang malu seperti itu.
Pantas saja Axel menyukainya.
Mengingat Axel, Noah sebenarnya agak merasa bersalah karena harus menerobos dan menginap di rumah kekasihnya demi menyelamatkan diri dari kejaran preman.
"Hey apakah kamu memberitahu Axel bahwa aku menginap di rumahmu?"
Jemy yang sedang berjalan sambil menggerutu tiba-tiba menoleh ke arah Noah.
"Tidak, mengapa?"
Noah menggeleng. "Lebih baik jangan beritahu," katanya yang langsung dibalas tatapan bingung oleh Jemy.
Axel adalah orang yang memiliki sifat posesif yang begitu besar. Dia tidak menyukai orang lain mendekati hal-hal berharga miliknya.
Noah tidak ingin ada kesalahpahaman di antaranya dengan Axel.
"Haltenya ada di depan, kamu bisa menunggu bis di sana untuk pulang."
Noah menatap Jemy. "Kamu tidak ingin aku mengantarmu kembali pulang ke rumah?"
"Lebih cepat kamu pergi lebih baik."
"Kamu sangat kejam!"
Jemy hanya memasang ekspresi mencibir yang begitu jelas namun tidak mengatakan apapun lagi.
Keduanya kemudian segera berjalan ke arah halte bis dengan langkah tenang.
Jemy tidak langsung pergi, dia menetap sampai bis datang dan Noah mulai naik ke dalam bis.
"Hati-hati di jalan," ucap Jemy pelan namun masih di dengar oleh Noah yang pada akhirnya sedikit menoleh ke belakang seraya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sedikit.
"Salam untuk paman, aku pulang dulu."
"Ya, pulang sana bajingan!"
Noah terkekeh. Dia masuk ke dalam bis dan memilih berdiri di bagian belakang.
Bis akhirnya melaju. Noah yang berdiri masih bisa menatap Jemy yang masih setia berdiri di tempatnya menatap kepergian bisnya.
Anak itu, entah kenapa Noah tiba-tiba merasa bahwa Jemy sebenarnya tidak seburuk yang dia duga.
-
Plak!
Suara keras tamparan membuat telinga Noah sedikit berdengung. Rasa asam besi di sudut bibirnya tiba-tiba terasa di lidah dan membuatnya sedikit tertegun.
"Bagus sekali, anak liar ini bahkan masih mengingat rumah setelah tidak pulang semalam?"
Pupil Noah menyusut. Dia baru saja sampai di rumah, tapi apa ini yang menyambutnya?
"Dasar anak sialan tidak berguna!"
Plak!
Dan pagi itu Noah harus menghabiskan waktu paginya dengan beberapa pukulan dan caci-maki orang tuanya, terutama ibunya.
--- Tbc
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.