HappyReading ☕
Berkali-kali Haikal mengusap wajahnya, berharap apa yang Ia lewati hari ini hanyalah mimpi.
Dua tahun bersama, Haikal tidak pernah melihat teman-temannya memasang wajah lebih sedih dari hari ini.
Haikal memang benci kesedihan yang kerap kali datang dalam hidupnya. Sifatnya yang haha-hihi di kelas hanyalah topeng dan pelampiasan rasa sakitnya dirumah.
Miguel, Adien, Radit, dan setengah lusin anak jasa Boga adalah alasannya untuk tersenyum, tertawa dan kembali bahagia. Namun sepertinya hari ini menjadi pengecualian.
Netranya menatap Aiden yang baru saja datang dari ruang donor darah. Lelaki itu memberikan sekantong darah nya untuk Miguel. Karena hanya dia yang memiliki golongan darah yang sama.
Railey memberikan sekotak susu dan roti untuk Aiden, "thanks. Kalau darah gue B, gue yang bakal donorin buat Miguel."
Aiden menerima itu, "dia sahabat gue."
Erina datang dengan nafas tersenggal-senggal menyeret perhatian mereka yang tengah duduk di depan ruang operasi.
Railey segera berdiri merengkuh Erina yang bermata sembab.
"Miguel kenapa, Rail?" Ucapnya setengah terisak.
"Dia baik-baik aja, kok," Railey berusaha menenagkan, "cuma dijahit di beberapa bagian tangan nya yang robek."
"Miguel nggak pernah kayak gini." Kata Erina, "kamu tau dia kenapa?"
Railey menggeleng.
"Papa pasti tau," Erina mengeluarkan ponsel.
"Kak, lo baru dari bandara. Nggak capek?" Tanya Haikal, "istirahat aja dulu. Biar kita yang nunggu disini."
Erina menggeleng, "Aiden, kamu udah hubungi papa ku?"
Aiden menggeleng.
Erina mulai menelpon ayahnya dan menyuruh pria itu untuk datang ke rumah sakit.
"Papa sibuk, Er," ujar Alwar di sebrang.
"Pa.. anak papa dirumah sakit loh ini," Erina terlihat geram.
"Iya. Nanti kalau sempat papa kesana."
Wajah Erina berubah padam sambil mematikan telpon sepihak. "Ayah model apa kek begini. Bahkan anjing memperlakukan anaknya lebih baik daripada ayahku ke anak-anaknya."
Itulah alasan kenapa Aiden tidak mau buang-buang tenaga untuk memberitahu Alwar, karena dia tau kalau Alwar tidak berguna.
Menit berjalan membuat suasana semakin kalut saat malam mulai gelap, dokter keluar dari ruang operasi membawa harapan bagi mereka.
"Bagaimana keadaan adik saya dok?" Erina lebih dulu bertanya.
Railey ikut berdiri dengan raut khawatir.
"Beberapa luka hampir terinfeksi membuat kami lebih lama untuk menjahitnya tapi syukurlah semua teratasi dengan baik," ujar dokter, "namun keadaan pasien masih belum bisa dikatakan baik, ada memar bagian dalam di kepala dan dadanya. Dia masih membutuhkan banyak istirahat dan perawatan."
Sambil mengangguk, air mata Erina kembali menetes, Ia tidak akan pergi jika tau Miguel akan seperti ini.
Railey mengepalkan tangan. Tidak! Ia tidak bisa diam saja seperti ini. Gadis itu menyeret tangan Zidan dan menjauh dari teman-temannya.
"Lo apain Miguel?!" Railey sudah habis kesabaran.
"Rail, gue tau gue salah, t—"
"LO APAIN MIGUEL?! JAWAB!" Railey membentak lalu menyesali perbuatannya karena telah mengundang perhatian beberapa pasien disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasa Boga✔️
Teen Fiction"SMK itu terdiri dari tiga hal; ujian, praktek dan cinta."