Bab 1

2 1 0
                                    

Zunata Chaerunnisa, gadis manis berambut panjang sebahu, berlesung pipi, dan memiliki mata seindah galaxy. Tengah menatap langit dengan tatapan sendu. Pasalnya, seseorang yang sedang ia tunggu sedari tadi tidak kunjung datang. Zunata menjadi gelisah, lantaran awan itu semakin gelap dan dia adalah satu-satunya murid yang belum pulang.

"Kak Reisya ke mana sih," gerutu Zunata seraya memijat pelan jari-jari yang sudah basah karena keringatnya.

"Dia lupa apa gimana sih, kebiasaan deh, selalu telat jemput." Zunata membuka tas ranselnya, lalu mengambil ponselnya.

Dengan cepat Zunata mencari nomor Reisya. Ia ingin segera memaki kakaknya yang tidak tahu diri itu. Tetapi belum sempat ia menekan tombol hijau di layar ponselnya. Seseorang yang sangat ia kenal, muncul di hadapannya dengan motor kesayangannya, Vario putih.

"Sandega!" seru Zunata bingung dengan kedatangan sahabatnya ini.

"Buru naik," ujar Sandega.

"Kakak gue mana?" tanya Zunata yang masih bingung.

"Kakak lo gak bisa jemput. Udah, buruan naik." Zunata hanya mengangguk, lalu naik ke motor Sandega.

"Bukannya ada latihan futsal?" tanya Zunata.

"Udah. Gue pulang duluan tadi, soalnya Kak Reisya telpon gue suruh jemput elu," jelas Sandega.

"Emang Kak Reisya ke mana?" tanya Zunata yang masih bingung.

"Ngga tau. Gue cuma disuruh jemput lu doang." Zunata mengangguk paham.

Setelahnya hanya suara motor yang terdengar. Keduanya sama-sama menikmati indahnya langit sore yang semakin gelap. Rasanya sangat nyaman, melihat keindahan alam bersama orang tersayang. Walau hanya Zunata yang merasakan kebahagiaan ini, Zunata tetap bahagia.

Sandega itu ... perawakannya hitam manis, bergigi gingsul, tingginya 174cm, beratnya 60kg. Pas banget kalau dipeluk. Ah ya, sebenarnya tidak hitam banget sih, sawo matang gitu kulitnya. Dia suka sekali futsal, bahkan siang bolong dia main futsal sama teman-temannya. Sandega juga cuek dan dingin orangnya. Makanya dia dikenal dengan ketos berhati dingin. Tidak heran juga kalau temannya cuma itu-itu aja. Tapi dia sangat care dengan teman dekatnya.

"Langsung pulang aja ya, mau maghrib soalnya," ucap Sandega.

"Ya emang mau ke mana lagi kalau ngga pulang? Lo mau ngajak gue kencan?" tanya Zunata penuh harap.

"Ogah banget kencan sama lo." Sandega tertawa lirih.

"Gue juga ogah kali." Padahal dalam hatinya, kecewa parah.

"Iya iya, kan maunya sama Zylan." Tawa Sandega semakin kencang. Zunata hanya mendengkus sebal.

Zylan itu sahabat Sandega juga Zunata. Mereka bertiga berada di satu kelas. Rumornya memang Zylan menyukai Zunata. Tetapi Zunata masa bodoh dengan rumor yang beredar. Karena hanya Sandega lah pemilik hatinya.

Padahal dibanding dengan Sandega, Zylan jauh lebih tampan. Dia jago bermain basket, tingginya 183cm, beratnya 65kg, wajahnya putih bersih, senyum manisnya menawan hati, idaman para gadis.

Tapi yang namanya cinta, seganteng, secantik, sekaya dan sesempurna apa orangnya. Jika hati tidak merasa nyaman dan bahagia, buat apa? semuanya lewat. Karena cinta bukan hanya sekedar fisik, melainkan kenyamanan hati, menurut Zunata.

"Turun, dah sampai nih!" ketus Sandega. Zunata lalu turun tak menghiraukan ucapan ketus Sandega.

"Buru pulang gih!" pekik Zunata.

"Dih, balas dendam. Jangan jadi orang pendedam. Gak baik tau," ucap Sandega seraya meraih helm dari Zunata.

"Ngga tuh." Zunata memasang tampang datar, membuat Sandega tertawa terbahak.

Hoping You'll See MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang