Selama hubungan yang bisa dikatakan tak jelas ini, beberapa hari terakhir, mereka berdua sering sekali mengobrol dengan membahas hal yang serius dan acap kali berdebat panjang hanya untuk mendengar apa yang ingin di dengar. Bosan. Salah satunya bosan; selalu mengucapkan hal sama, mengingatkan itu berulang-ulang sampai rasanya memuakkan. Satunya lagi terus berusaha lebih keras, mendekat, mengetuk pintu baja itu untuk mengambil hatinya, tapi alih-alih jatuh ke pelukan ia terus saja mendorongnya menjauh dan jauh dari hadapannya.Sudah terlambat sebab hatinya telah berubah menjadi sekeras batu.
Mau diberi sikap semanis apapun, selalu ada disisinya saat dibutuhkan dan memberikan kehangatan yang serasa sangat dicintai.
Dia datang tak terduga, tepat di waktu yang salah.
Kalau boleh berharap, seharusnya ia datang lebih cepat. Mungkin saja cerita yang dimiliki berbeda dari semua ini. Frank juga kesulitan, dia sering menangisi sosok pemuda yang tengah berkendara dengan motornya ini mencoba merasakan cinta itu. Namun tetap saja. Rasanya telah hilang, kosong, di dalam hati tidak merasakan apapun selain kesakitan yang begitu nyeri. Dia sakit. Sungguh.
Selama perjalanan ke bukit tidak terlalu tinggi di daerah sana, mereka terdiam, menutup mulut rapat-rapat. Hanya menikmati pemandangan indah di sekitar, mengagumi, jalan motornya lambat seperti sengaja agar momen ini tidak berakhir dengan cepat. "Indah ya," kata Frank berusaha mencairkan suasana walaupun rasanya sia-sia.
"Iya. Ku harap ini bukan untuk ucapan 'selamat tinggal' karena suasananya cocok buat melamar pacar." Drake selalu mengungkapkan isi kepala tanpa ragu-ragu, tentu diselipkan senyum nakal disana.
Frank memukul pelan pundak itu, tertawa kecil dan menggelengkan kepala atas perkataannya yang selalu diluar dugaan.
Namun rasanya ada hal lain yang akan terjadi setelah sampai dipuncak, Frank berharap motor Drake rusak atau mati mesin apapun itu yang membuat mereka berdua tak berada di atas sana. Dia merasa ada sesuatu yang Drake lakukan nanti, mengejutkannya seperti biasa. Drake selalu tak terduga, terkadang dia bisa menjadi dewasa dan bisa juga menjadi seorang yang egois tapi tetap mempertahankan logika agar tidak menyakiti salah satunya yaitu; Frank sendiri.
Mereka sampai ke puncak.
Pemandangan indah lainnya tertangkap sorot mata keduanya yang terlihat bingung dan kekosongan, mereka turun dari motor masih menggunakan seragam sekolah sengaja tak pulang hanya untuk menikmati jingga di depan yang tak berujung. Frank menarik napas, membuang napas sesaat merasakan sesak di rongga dadanya dia menjadi tidak nyaman dan menunggu apa yang akan Drake lakukan di bukit ini. Dia harap, mereka tidak berpikir konyol untuk melompat agar bisa bersatu di alam lain.
"Apa yang kamu pikirkan?" Gelengan geli atas pikiran Frank sendiri, terhenti, menoleh kepada Drake yang sepenuhnya memandangi banyak arti.
Tatapan itu. Tidak memiliki semangat hidup, binar cahaya penuh bintangnya telah meredup dan kosong sekali seperti jiwanya telah melayang entah ke mana. 𝘐𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘪𝘣𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯𝘬𝘶. Dia tidak bisa melihat Drake hancur perlahan di depannya, tapi dia juga tidak bisa berbuat banyak. Mendongak tersenyum kecil, "Gak ada."
........
"Aku masih belum sembuh, Drake, aku masih rusak." Frank berkata gini sedikit memohon, menatap tajam penuh keputusasaan yang mendalam kepada Drake. Dia tak minta untuk mengerti, dia hanya meminta Drake tak perlu memaksa untuk hal yang tidak bisa sesuai kehendaknya.
Saat itu Drake meneteskan air mata, sekilas karena dengan cepat menghapusnya dan mengalihkan ke arah lain membuang napas panjang yang terdengar berat. Dia tak tahu apa yang salah. Selama ini dia telah mencoba banyak hal, dengan tulus sepenuhnya menggunakan hati tidak sekalipun membuat seorang Frank kecewa. Drake dengan tekad yang besar, memberikan banyak cinta, banyak kasih sayang dan kehangatan yang dibutuhkan Frank dalam hidupnya walau mereka berdua tidak pernah mendoktrin bahwa ada hubungan lebih tapi Drake memang membayangkan bahwa mereka adalah pasangan serasi yang bahagia.
Selama ini hidupnya hanya seputaran menjadi keren, terlihat tampan dan badas. Namun Frank tidak melihat sisinya yang itu, dia melihat sisinya yang lain.
Sisi cacatnya yang telah lama disembunyikan.
Frank seorang berbeda. Memang tidak berjalan mulus di awal, tapi perlahan perasaannya berubah dan Drake terlambat untuk memeluk hati sedingin es itu di genggamannya.
Drake hampir gila dibuatnya, rasanya dia ingin berteriak sekencang mungkin untuk melampiaskan kekesalan entah kepada siapa. Sudah berapa kali didorong, Drake tetap saja melangkah maju membuat dirinya lebih sakit mengetahui fakta yang terus saja tak membuat jera tapi dia tidak berhenti disitu setelah lama hening untuk menenangkan diri masing-masing. Dia sadar, berjalan mendekati Frank yang senantiasa memberikan tatapan lembut penuh kehangatan.
Dia putus asa kembali memohon, "aku mau nunggu kamu sampai tiba waktunya."
"Keras kepala."
"Aku jatuh cinta dengan ketidaksempurnaan darimu, kata mu cinta rumit, ayo aku bisa memperbaiki walau hanya sendirian." Drake memegang kedua bahu Frank, mengunci mata yang tengah tergenang air bersiap turun membasahi pipinya.
Drake memang keras kepala. Dia tak pernah segila ini pada siapapun, mungkin dulu dia hanya fokus membahagiakan keluarga sampai harus terjebak di kisah cinta yang berat tengah dialaminya.
Frank menggeleng lemah. "Ku mohon Drake, aku belum bisa. Hatiku sakit, aku masih trauma. Aku takut kamu terluka, karena aku akan selalu curiga tentang banyak hal."
𝘒𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶. Tangan Drake meluruh lemas kedua sisi tubuhnya, dia memandang wajah di depannya seksama dengan tatapan begitu terluka dan menyakitkan hati setelah itu Frank menutup kelopaknya melelehkan air mata yang tergenang karena tak sanggup melihat sorot mata milik Drake. Rasanya dia ikut hancur, sorot mata itu telah memberikan emosi yang selalu tulus tapi Frank tidak sanggup melihatnya sebab telah membuat seseorang itu memiliki sakit yang luar biasa.
Ikut memiliki trauma di sepanjang hidupnya.
Pertemuan singkat yang keduanya jalani malah terjebak di labirin cinta, yang bertolak belakang bagi keduanya.
Frank tak ingin jatuh cinta setelah apa yang telah dialaminya, Drake yang baru merasakan cinta malah terjatuh di waktu yang tidak tepat bagi Drake karena sangat malang nasibnya mendapatkan cerita rumit seperti ini. Drake terkejut atas sensasi yang baru dialaminya, itu membuatnya berdebar rasa asing yang tidak di rasakan membuat jantungnya seperti akan melompat setiap melihat kehadiran sosok tercinta.
Namun dia juga merasakan sakit tak berdarah setiap kali ungkapannya tak pernah berbalas.
Apakah semua ini akan berakhir seperti ini? Drake tidak mau memaksa kalau memang itu kemauan Frank, tapi dia tak mau secepat itu menyerah perjalanannya masih panjang kesempatan-kesempatan lain akan menyambut dengan tidak terduganya.
Seperti perkataan yang terdengar bagaikan janji ini, membuat Frank mengangkat wajah menunjukkan tidak percayanya. "Kalau begitu aku akan mencintaimu, sebisa dan semampuku."
........
Lanjut apa tidak? Kalo lanjut bilang piee "anak baik, anak cantik, anak lucu yuk lanjut yuk." heheheee
Cerita bersambung bertema anak sekolah, berhubungan dengan mental yang sakit karena kasus pemerkosaan yang dideritanya Frank, terlibat cinta sahabat di lain sisi dan konflik keluarga yang terjadi cukup menegangkan. Pie kurang yakin apa nanti akan sama seperti yang pie bayangkan, tapi disini intriknya lumayan lah ya, klo updatenya lama dimaklumi soalnya mood piee lah yang susah bgt diajak kerja sama.
Oh pemerannya bisa tambah seiring waktu, okheeeee ><
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrong Person At The Wrong Time (DrakeFrank)
FanfictionKatanya jatuh cinta, tapi hanya salah satunya saja yang merasakan 'cinta'.