I.
▪︎▪︎▪︎
Hari ini dia sibuk sekali. Sejak jam 8 pagi dia sudah berada di kampus untuk mengajar mata kuliah Virologi pada mahasiswa kedokteran semester 4, lalu dilanjutkan praktek di rumah sakit akademi milik universitas yang tepat berada di seberang kampus hingga sore hari.
Dia pikir jam 4 sore ini dia bisa langsung pulang ke rumah begitu pasien terakhirnya selesai ditangani. Nyatanya perawat yang mendampinginya buru-buru kembali masuk ke ruangannya dengan wajah panik dan mengatakan kalau dia harus mengikuti kegiatan di ruang auditorium rumah sakit.
"Kenapa harus aku?" Protesnya kesal sambil melepas sneli miliknya dan menyampirkannya asal ke kepala kursi.
"Maaf, Dokter Haruno. Saya juga kurang tahu. Pemberitahuan mendadak. Direktur mengumpulkan seluruh dokter yang telah selesai bertugas hari ini untuk menemui rekan bisnis rumah sakit." Jelas perawat itu panjang lebar. Wanita berusia di akhir 30 tahun itu terlihat tak nyaman menatap ke wajah Sakura yang kesal.
"Haaahh...." Sakura mendesah. Dia menarik snelinya lagi lalu berjalan cepat keluar ruangan. "Kau pulang saja kalau sudah tidak ada jadwal." Perintahnya pada sang perawat yang mengekor di belakangnya.
Tanpa menunggu jawaban dari si perawat, Sakura berjalan cepat menuju lift. Ruang auditorium ada di lantai 7. Memang tidak terlalu jauh, namun sekarang hanya tinggal lima menit menuju pukul setengah lima.
Sekali lagi dia kehilangan waktu istirahatnya yang sangat langka dan berharga.
***
Ketika tiba di auditorium, dirinya bertemu para dokter lain yang juga berwajah kelelahan plus kesal. Dia menyapa beberapa dokter yang dia kenal dekat dan menganggukkan kepala pada wajah-wajah asing yang berpapasan dengannya.
Begitu di dalam, Sakura memutuskan untuk duduk di bangku belakang. Dia sedang tidak ingin mendengar ceramah basa-basi seputar kesuksesan rumah sakit dan kontribusi besar dari universitas melalui fakultas. Saat ini dia hanya sedang ingin tidur. Setidaknya dengan duduk di bangku belakang yang cukup jauh dari panggung maka dirinya bisa mencuri-curi waktu untuk terlelap.
Benar saja, dia berhasil tidur sebentar selama direktur rumah sakit memberi kata sambutan yang penuh dengan jilatan. Dokter yang duduk di sebelahnya menyikut pelan tangannya begitu direktur kembali duduk dan kini seorang pria muda berdiri mengambil posisinya di mimbar.
Dari tempatnya duduk, wajah pria itu tidak terlalu jelas terlihat. Namun sepertinya dia tampan dan rasanya sangat mirip seseorang.
"Siapa?" Tanyanya pada koleganya.
"Uchiha Sasuke dari perusahaan obat Uchiha Pharmacy." Jawab dokter wanita itu dengan mata berbinar. "Kau tahu dia kan? Cucu Uchiha Madara. Pemilik Uchiha Pharmacy yang terkenal itu. Dia muda, tampan, dan kuharap masih single."
Sakura meneguk ludah dan merutuki diri sendiri. Seharusnya dari awal dia tidak tidur. Seharusnya dia lebih peka dengan melihat layar besar di auditorium yang terang-terangan menampilkan nama Uchiha Sasuke dan Uchiha Pharmacy di sana. Astaga! Bahkan ada wajah Sasuke yang jelas terlihat di layar. Menampilkan sosoknya yang memang rupawan.
"Kau kenapa Dokter Haruno?" Koleganya bertanya saat Sakura tak kunjung bicara dan malah mengerjap-ngerjapkan mata.
"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."
"Ah... kau pasti terpesona pada Tuan Uchiha kan?" Dokter wanita itu tertawa sampai pipinya bersemu merah.
Sakura hanya mampu tertawa tak nyaman. Harus dia akui bahwa dia memang terpesona. Tapi itu sudah lama terjadi.