Bab 4

958 31 6
                                    

Saat aku sedang jalan jalan di taman, aku dihampiri oleh temen masa kecilku di kampung dia bernama Vida.

*Ilustrasi Vida*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Ilustrasi Vida*

Aku terkejut ketika Vida, teman masa kecilku di kampung, tiba-tiba menghampiriku. Dia tampak bingung, dan aku pun panik dalam hati, menyadari bahwa dia tidak mengenal sosok Rini yang sedang kupakai.

"Kamu siapa? Kok aku baru pertama kali lihat di sini?" tanya Vida dengan nada penasaran.

Aku berusaha tetap tenang dan tersenyum. "Oh, aku temannya Raden," jawabku sambil mencoba mengingat cerita yang bisa ku pakai untuk menjelaskan keberadaanku.

"Teman Raden? Dari mana? Aku belum pernah dengar Raden punya teman cewek kayak kamu," katanya, masih terlihat curiga.

"Ya, aku teman dari kota. Baru datang berkunjung buat Idul Fitri. Tadi Raden lagi sibuk, jadi aku keluar jalan-jalan sendiri," aku menjelaskan cepat, berharap Vida akan menerima jawabanku.

"Oh, gitu ya. Aku kira siapa tadi," Vida tersenyum akhirnya, walau masih terlihat agak bingung. "Kalo gitu, kamu mau aku temenin jalan-jalan? Di sini banyak tempat bagus kok."

Aku merasa agak lega, tapi juga cemas kalau kebohonganku akan terbongkar jika aku terlalu lama bersamanya. Tapi di sisi lain, Vida adalah teman masa kecilku, dan aku tak ingin menolak terlalu mencolok.

"Boleh deh, kita jalan-jalan sebentar," jawabku sambil berusaha menjaga percakapan tetap ringan.

Saat kami sedang jalan Vida menanyakan ku.

"Kamu kenapa ikut Raden pulang kampung?" Tanya Vida.

"Aku di ajak orang tua Raden, katany sekalian jalan jalan. Karena aku gak punya kampung" Ucapku.

"Terus kamu Tdur dimana?" Tanya Vida lagi.

"Oh, aku tidur di rumah keluarga Raden" Jawabku.

"Tidur rumah ku aja yu" Ucap Vida.

"Engga dulu deh ngerepotin" Ucapku.

"Yah, yaudah deh" Ucapku.

Kami terus mengobrol sampai sudah mau siang hari, dia mengajakku ke rumahnya. Namun aku menyuruh dia tunggu disini, karena aku mau membeli minum. Dia mengiyakannya, aku langsung membeli minum dan juga untuk Vida.

Setelah aku membeli minuman dan menambahkan setetes cairan skinsuit ke dalamnya, aku kembali ke tempat Vida menunggu. Dia tersenyum dan menerima minuman yang kuberikan tanpa curiga, lalu kami berdua melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

Sepanjang perjalanan, kami berbincang tentang masa kecil kami, mengingat hal-hal lucu yang pernah kami lakukan dulu. Saat kami sampai di rumah Vida, dia mengajak masuk dan menunjukkan kamarnya.

"Nih, ini kamarku. Sudah lama nggak ada tamu, jadi mungkin agak berantakan," ucapnya dengan cengiran kecil.

Aku hanya tersenyum dan memuji rumahnya. Setelah beberapa saat berbicara di kamar, Vida mulai meminum es teh yang kuberikan. Beberapa tegukan kemudian, aku memperhatikan wajahnya mulai tampak lelah.

"Kok aku jadi agak pusing, ya?" Vida berkata sambil meletakkan gelasnya dan memijat pelipisnya.

Aku mencoba bersikap santai, meskipun detak jantungku mulai meningkat. "Mungkin kamu terlalu capek. Duduk dulu, istirahat."

Tak lama kemudian, Vida mulai merasa sangat pusing dan pingsan di kasurnya. Sama seperti sebelumnya, cairan skinsuit mulai bekerja. Tubuh Vida perlahan berubah menjadi pakaian yang bisa dilepas, persis seperti yang terjadi pada Rini.

Aku terdiam sejenak, menatap skinsuit Vida yang tergeletak di depanku. Secepat mungkin, aku merapikan pakaian itu dan menyimpannya di dalam tasku. Sekarang, aku harus memastikan tidak ada yang curiga, terutama Vida saat dia bangun nanti.

Ketika Vida mulai sadar, aku berpura-pura khawatir. "Kamu baik-baik saja? Tadi kamu pingsan sebentar."

Vida menggeleng-gelengkan kepala, bingung. "Aku nggak tahu kenapa tadi tiba-tiba pingsan. Mungkin kecapekan."

Aku tersenyum. "Mungkin. Istirahat aja, ya. Aku ambilkan air lagi kalau kamu mau."

Sambil menenangkan Vida, aku berpikir dalam hati bahwa kini aku punya satu skinsuit lagi, dan kesempatan untuk mencoba lagi.

Setelah memastikan Vida baik-baik saja, aku memutuskan untuk segera pamit pulang. "Kamu istirahat dulu aja, ya. Nanti kalau udah lebih enak, kita bisa ketemu lagi," ucapku sambil tersenyum.

Vida mengangguk, masih terlihat lelah. "Iya, makasih ya udah nemenin hari ini."

Aku tersenyum kembali, kemudian pergi meninggalkan rumahnya. Di perjalanan, pikiranku terus berputar tentang apa yang baru saja kulakukan. Setelah beberapa menit berjalan, aku menemukan tempat yang sepi dan aman di dekat taman. Di situ, aku berhenti sejenak, mengawasi sekitar memastikan tidak ada yang melihat.

Dengan hati-hati, aku melepas skinsuit Rini dan menyimpannya kembali ke dalam tasku. Setelah selesai, aku kembali ke tubuh asliku dan merasa lega karena tidak ada yang mencurigai atau memperhatikan perubahan tersebut.

Saat tiba di rumah, ide baru muncul di kepalaku. Aku penasaran, apakah skinsuit ini memungkinkan untuk melakukan sesuatu yang lebih ekstrim? Bagaimana jika aku mencoba menukar bagian dari skinsuit Rini dengan bagian dari Vida? Seperti kepala Rini dengan badan Vida. Pikiranku berputar dengan rasa penasaran yang mendalam, meskipun di satu sisi aku juga merasa sedikit cemas.

Dengan cepat, aku masuk ke kamarku, menutup pintu, dan mengeluarkan kedua skinsuit itu dari tempat penyimpanan. Aku memandang mereka, Rini dan Vida, dua teman yang kini dalam bentuk skinsuit. Rasanya aneh membayangkan, tapi juga begitu menggoda untuk mencoba eksperimen ini.

Sebelum mencobanya aku mengambil pisau untuk memotong skinsuit itu lalu jarum dan benang untuk menyambungkan. Aku memulai dengan hati-hati, merencanakan untuk menukar bagian tubuh antara mereka. Aku memotong kepala dari skinsuit Rini dan kepala dari skinsuit Vida. Meski awalnya aku ragu, aku terus melanjutkan, menjahit kepala Rini di badan Vida, dan sebaliknya. Perlahan, aku melihat hasil dari eksperimen aneh ini. Kini, di hadapanku berdiri sesuatu yang benar-benar tidak biasa tubuh Vida dengan kepala Rini, dan tubuh Rini dengan kepala Vida. Bahkan bekas jahitannya menghilang dan warna kulit dari badannya ikut warna kulit dari kepalanya seolah emang tidak seperti dari beda skinsuit.

Aku merasa aneh melihatnya, tapi juga ada rasa kepuasan dalam diri. "Apa mungkin ini bisa berfungsi?" gumamku. Pikiranku mulai berputar tentang apa yang akan terjadi jika aku mengenakan salah satu dari mereka. Bagaimana rasanya memakai tubuh yang sudah dipotong dan dijahit ulang seperti ini?

Tangan gemetar, aku mengulurkan tangan untuk menyentuh salah satu skinsuit itu, bertanya-tanya apakah akan terasa berbeda dari sebelumnya.

Bersambung.

Disclaimer hanya cerita fiksi, dan gambar hanya ilustrasi.

Second skinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang