26 | Berubah :

2.7K 210 28
                                    

•    ɓ    é    ŕ    u    ɓ    ă    ĥ    •

[08/09/2024]

...

Berita pagi ini sangat memuaskan bagi Giandra. Deretan nama terus bergantian disebutkan dan telah ratusan kali memenuhi tulisan di media sosial.

Ia membuka tirai jendela dan memperlihatkan para petugas sibuk mengamankan bekas reruntuhan bangunan. Tidak ada korban jiwa. Setidaknya Giandra masih memiliki sedikit nurani dan mengamankan staf mereka.

Jalanan begitu padat. Ditambah cuaca panas yang menyengat.  Beberapa polisi kerepotan mengontrol lalu lintas. Terlihat pula para wartawan bergerombol di depan kantor utama yang letaknya hanya berjarak beberapa meter.

Setidaknya pagi ini ia berada dalam kondisi puas dan bahagia. Harusnya, Giandra meliburkan diri. Tapi karena kejadian tak terduga, ia harus merelakan malamnya di hotel Atlantis. Mengunci pintu dan berdiam seolah ia tak berada di mana pun. Semua orang tengah mencarinya sekarang.

Usai membaca pesan berisi pertemuan pagi ini dibatalkan, Giandra mematikan ponselnya. Ia lantas kembali menutup tirai dan mendudukkan diri di pinggir kasur. Aruna masih terlelap. Giandra tak tega mengganggu setelah hampir semalaman Aruna terjaga.

Ini agak menjengkelkan. Aruna seharusnya menikmati pagi bersamanya. Tapi tak apa. Giandra punya banyak waktu sekarang. Ia bisa menghabiskan waktunya untuk mengajari Aruna banyak hal.

Baik Kanaka atau siapapun Diwangkara, tak ada yang bisa mencegah atau memberinya peringatan. Giandra sudah melakukan kesepakatan, ia yakin semua orang puas dengan hasilnya.

Ia menunduk, mengusap puncak kepala Aruna perlahan. Degupan jantungnya terasa makin cepat dan sesak. Sudut bibir Giandra tertarik, mengulas senyum penuh arti.

Rupanya seperti ini rasanya ketika Aruna kini benar-benar dalam kuasanya.



Ketika membuka mata, Aruna merasa pening, kepalanya terasa berat. Ia berupaya bangun dengan pelan, lalu memijat keningnya selama beberapa saat.

"Siang, Tuan Putri."

Aruna menoleh dan mendapati Giandra tengah duduk di sofa dengan setelan jas lengkap. "Kamu mau kemana?" Suaranya terdengar serak. Ia mengerjap beberapa kali. Tidak biasanya Giandra memakai setelan formal.

Ia membekap mulut, rasa mual di perutnya lebih dulu menyerang, memaksa Aruna segera beranjak dan berlari ke kamar mandi.

Sayangnya, Aruna tidak menyangka kalau tubuhnya akan terasa berat. Beruntung sebelum kepalanya membentur meja, Giandra lebih dulu menangkap tubuhnya.

Masih dengan kepala pening dan berupaya membekap mulut, Aruna berkata pada Giandra dengan susah payah, "Kamar mandi, aku mau ke kamar mandi."

Giandra segera mengangkat Aruna dan membantu gadis itu di kamar mandi. Ia memijat tengkuk Aruna dan menyisihkan rambut-rambutnya. "Semalam kamu mabuk berat."

"Mabuk?" Aruna membilas tangannya setelah mencuci mulut. "Itu nggak mungkin. Aku nggak minum wine atau alkohol apapun." Semalam Aruna hanya menghabiskan minuman yang diberikan Giandra.

"Actually, ada yang kasih kamu obat mabuk waktu aku nggak ada." Toleransi Aruna terhadap alkohol cukup baik. Gadis ini tak akan mabuk hanya dengan satu botol wine atau anggur dengan kandungan alkohol tinggi. Keduanya beberapa kali minum bersama dan hanya sekali Aruna kehilangan kendali. "Dan kamu lihat sendiri, obatnya terlalu manjur sampai kamu mabuk berat."

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang