Taufan, ia hanya remaja SMA dengan mata yang tak dapat menangkap sebuah warna. Namun, hal itu tak membuat tekadnya tergerus. Tak akan pernah.
Ia akan terus berjalan, ia akan terus berlari, meski harus tertatih-tatih, ataupun harus terseok-seok. Walau sejuta miliar manusia meremehkan apa yang ia impikan.
Ia telah tenggelam dalam lautan, ia sudah terlanjur mencintai hal yang disebut seni. Tangannya sudah tak bisa dihentikan lagi, tak bisa berhenti menoreh rasa pada lembaran-lembaran kanvas. Dan perasaan itu, tak pernah bisa didefinisikan dengan sejuta kata sekalipun.
Hanya satu yang ia enggani, kala meluapkan rasa dari jiwanya, disaat matanya berkaca akan goresan tinta. Hal itu, tak lebih dari memberi seuntai warna, setitik pelangi, ataupun sebuih biru. Ia benci.
Ia mencoba, dan itu selalu memberi luka. Cacian itu, membuatnya berhenti. Bisikan mereka, membuatnya takut menerobos permukaan, dan terbang diantara pelangi.
Ia tak pernah menyadari. Baginya ia tak perlu terbang. Ini cukup, dengan dua insan yang merangkulnya, dua sosok yang bersama menemaninya. Sudah lebih dari cukup.
Namun, apa itu benar?
--
Aku tak pernah mengerti. Aku tak paham. Ku pikir, dunia ini memang tercipta kelabu sejak dulu.
Namun, mendengar orang-orang mencetus warna dari bibir mereka membuatku berpikir; Apakah dunia lebih indah dari ini? Apakah dunia punya lebih dari abu?
Saat orang-orang menganggapku berbeda dari yang lain, aku merasa sesak. Apa salahnya? Aku tak pernah meminta dilahirkan dengan cacat.
˙ıʇɐɯ ʞıɐq ɥıqǝן ɐʎuɐsɐᴚ ˙ıɔuǝq nʞ∀
?
---
:3
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Mimpi [OG]
Fanfiction"Apa gue nggak layak merjuangin mimpi gue?" ------ Orang-orang selalu bilang, mimpi Taufan itu sampah, tapi Taufan percaya, dia bisa, selama mereka ada. Walaupun melihat, selalu membuatnya jengah. Meski tiap membuka kelopak mata, kelabu yang menyamb...