Bucin Uang dan Si Medit

7 1 0
                                    

🌼🌼🌼

“Meda!”

Wanita berumur 27 tahun itu menoleh saat seseorang terdengar memanggil. Bibirnya otomatis maju lima senti saat tahu siapa itu.

“Mau apa kamu? Minjem duit? Ingat! Medalina Nagita Rahmat itu mata duitan. Enggak suka minjemin duit.”

Lelaki tinggi yang baru sampai di depan Meda memberengut. Belum apa-apa wanita mungil ini sudah bisa membaca pikirannya. Harusnya kalau indigo, bilang-bilang kek!

“Kamu dukun, ya?”

Meda berdecak seraya menyeruput jus duren di tangannya. “Muka kamu dari jauh juga udah kelihatan. Enggak perlu jadi dukun buat tahu.”

Alis tebal si lelaki bertaut. Kalau enggak kelihatan, bukannya malah seram. “Kelihatan? Maksudnya?”

“Iya. Ada tulisan ‘butuh duit’ di muka kamu. Makanya aku tahu niat bulus kamu,” ujar Meda tak acuh. Dia sudah sangat hafal perangai lelaki bernama Naga ini.

“Yah ... Meda. Kali ini aja. Aku janji begitu gajian langsung aku balikin.”

Meda bergeming. Mata bulat wanita itu menatap lekat ponselnya seolah tengah melihat sesuatu yang lebih berharga daripada eksistensi Naga.

“Meda kok diam aja?” tanya Naga dengan nada merajuk. Lelaki tinggi ini akan sok keren di depan orang lain. Hanya pada Meda saja dia seperti kerupuk kena kuah seblak, alias melempem.

“Mau dibalikin gajian kapan? Gajian tahun depan? I know you, Naga Caraka!”

Naga menghela napas dalam. Kini dia memilih duduk di kursi yang ada di sebelah Meda. Untung kantin kantor hari ini sepi melompong. Jadi tidak akan ada yang melihatnya menye-menye di depan wanita galak mata duitan ini.

“Yuni butuh uang buat ujian praktik, Da. Ini pertengahan bulan. Aku enggak punya uang sebanyak itu.”

Yuni adalah adik dari Naga. Meda sudah duga jika ini ada kaitannya dengan keluarga. Beberapa bulan lalu, Naga juga meminjam uang darinya untuk melunasi uang buku sang adik yang tengah menimba ilmu di sekolah keperawatan. Baru bulan lalu si tiang listrik ini bisa mengembalikan uang Meda.

“Bapak kamu ke mana, Ga? Enggak kasih uang lagi?”

Senyum getir kini tampak di bibir tebal Naga. Boro-boro memberi uang, ingat Naga dan Yuni masih hidup saja syukur. “Ck! Kita kenal dari orok, Da. Ya kamu tahu sendiri lah.”

“Butuh berapa emangnya?” Kini pandangan Meda sedikit melunak. Dia cepat luluh jika nama Yuni dibawa-bawa. Biar begini, dia masih ingat jika adik Naga dulu selalu mau menemaninya memancing kecebong di sawah. Meski Yuni sering digigit lintah, gadis kecil itu tak gentar menemani Meda yang enam tahun lebih tua darinya untuk bermain.

“Tiga juta aja. Kalau boleh aku cicil balikinnya.”
Meda mengontak-atik ponselnya sebentar lalu memperlihatkan layar ponsel itu ke arah Naga.

“Udah aku transfer, nih! Kalau bukan demi Yuni, aku ogah mijemin duit sama kamu. Makanya kalau punya duit jangan beli sepatu branded terus!”

Naga tersenyum lima jari dan mencubiti kedua pipi Meda gemas. Dia tahu meski mata duitan dan galak, hati wanita seumurnya ini sangat lembut. “Baik banget, sih ... Andai kamu mau, aku lamar kamu jadi istri aku.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Andrameda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang