Bolos (Lagi)

2 0 0
                                    

Sembari bersenandung Tika mempersiapkan segala sesuatunya dengan cermat, ia nggak mau sampai rencana yang sudah dia susun dari semalam berantakan, walaupun pola yang ia jalankan masih sama seperti beberapa hari yang lalu, berseragam lengkap, mengenakan sepatu  dengan tas ransel di pundak, berisi baju ganti tak lupa sedikit sarapan tempe goreng yang ia siapkan juga untuk kedua saudara kembarnya dan juga bapak.

“Tika berangkat dulu Mbak ...” teriak Tika setengah berlari menghindari ocehan Wulan dan Widya. Bapak yang seringnya masih tidur di saat matahari sudah mulai meninggi tentu Tika nggak pernah pamit, toh bapak nggak pernah benar-benar peduli padanya.

Dengan wajah berseri Tika berjalan hingga di ujung gang depan dan mobil Toyota Agya berwarna merah berhenti tepat di hadapannya. “Halo adik manis, senang berjumpa lagi,” sapa Kak Enin yang pagi itu memakai celana jeans dan mengenakan sweater warna merah marun. Tika tersenyum mendapat sambutan hangat dari seorang  teman, tapi rasa saudara baginya.

“Sebelum kita mulai ngamen, saatnya kita isi perut dulu supaya kuat menghadapi kenyataan hidup, setuju ...” seru Bayu, yang tentu saja mendapat dukungan penuh dari semuanya. “Benar kan dugaanku, untung aku cuma ambil nasi sedikit tadi,” batin Tika yang lantas senyum-senyum sendiri membayangkan menu sarapan paginya sebentar lagi.

Dengan formasi komplit mereka berlima memasuki warung pecel atau lebih tepatnya penjaja pecel yang menggelar dagangannya pada sebuah meja panjang di teras rumah, sederhana tapi silih berganti para pelanggan datang dan pergi. Tika tentu saja tahu betul tempat ini karena memang nggak jauh dari rumah, walaupun begitu ia nggak khawatir ketahuan membolos,karena memang masih pagi dan masih mengenakan seragam sekolah, lagian selama ini ia jarang membeli sarapan, pun jua saat Mamak masih ada, menu sarapan buatan Mamak tetap yang terbaik.

Seusai sarapan sembari menyalakan mesin mobil Bayu mengeluarkan tas keresek warna hitam dan menyerahkannya pada Tika “Nih, ada oleh-oleh buat adik kecil, yang lain di larang ngiri ya,” serunya sambil mengerling ke arah Robi dan Dena.
“Iya deh nggak ngiri kita nganan aja, iya nggak Rob,” jawab Dena yang langsung di sambut dengan gelak tawa seisi mobil. Tika yang sudah nggak sabar langsung membuka keresek dan mengeluarkan isinya. “Wah, bagus banget, terima kasih banyak Kak Bayu tapi Tika jadi nggak enak nih, soalnya cuma Tika yang dapat.”

“Kalau soal itu tenang aja kedua kakak-kakak ini udah punya banyak di rumah. Lagian kita juga masih punya itu tuh,” seru Enin sambil menunjukkan satu tas keresek besar berwarna merah yang terlihat menyembul dari bagasi belakang mobil. Kendaraan yang dikemudikan Bayu kali ini berjalan menuju alun-alun, tujuan utama mereka.

“Ayo sekarang kita serbu oleh-olehnya.” Enin memimpin berjalan mendahului teman-temannya dengan keresek di tangan kanannya. “Duh, rempong banget ya ibu satu ini, sini kita bantuin,” ucap Dena seraya meraih sisi sebelah kiri tas keresek yang di bawa Enin, sementara Robi membawa tas keresek berisi lima botol air mineral ukuran sedang. Kelimanya kemudian berhenti di sebuah bangku kosong, yang terletak tak jauh dari ikon alun-alun, berupa menara patung Garuda, setinggi kira-kira 30 cm.

“Waktunya unboxing kawan.” Enin mulai membuka keresek dan mengeluarkan isian di dalamnya sedangkan Tika, Dena dan Robi menatap penasaran. “Tara ... Ini dia lumpia, bandeng presto, o iya khusus bandeng masing-masing dapat, seorang satu ya,” seru Enin seraya menyerahkan tiga kotak kepada teman-temannya. Belum habis rasa membuncah di dalam dada, Tika masih dimanjakan dengan oleh-oleh lainnya. Tahu petis, Tahu bakso hingga wingko.

Suasana alun-alun yang sepi tentu membuat mereka berlima leluasa menikmati jajanan yang ada. “Baru juga selesai sarapan langsung tancap gas makan lagi, gimana nggak buncit nih perut,” seru Robi seraya mencomot lumpia. “Udah, diet nomor ke seratus sekarang mending nikmati aja. Ayo Tik, makan yang banyak,” sambung Enin yang juga asyik mengunyah tahu bakso, tentu saja Tika nggak mau ketinggalan ia mengambil lumpia salah satu jajanan favoritnya.

Kenyang menyantap jajanan, Tika yang kali ini ditemani oleh Dena menukar baju seragamnya dengan kaos pemberian Enin, ia nggak sabar memakai kaos lengan pendek berwarna biru dongker yang bertuliskan ‘Lawang Sewu, Semarang’ beserta gambar bangunannya yang terkenal itu. Selesai berganti pakaian keduanya kembali bergabung dengan teman-teman mereka.

“Sekarang lebih baik kita mulai saja latihannya,” ujar Bayu yang langsung meraih gitarnya di susul oleh yang lain dengan alat musik masing-masing. Begitu musik mengalun Tika mulai memperdengarkan suaranya, dari genre musik pop, dangdut sampai jazz.

Coba, cobalah tinggalkan sejenak anganmu
Esok ‘kan masih ada, hu-hu-uh
Esok ‘kan masih ada.

Tepuk tangan dan saling tos satu sama lain, mengakhiri sesi latihan mereka. “Sudah mantap nih, ayolah kita kemon.” Bayu berucap dengan semangat demikian juga dengan Tika ia selalu excited walaupun terlihat monoton berkeliling atau berdiam di satu tempat untuk kemudian menunjukkan kemampuannya bernyanyi serta berharap sedikit upah.

Hari ini mereka berencana berdiri di perempatan teater Tulungagung (tt), di dekat lampu merah, mencoba peruntungan untuk berkeliling meminta seikhlasnya dari para pengendara yang kebetulan hendak melintas. Lalu lintas siang hari lumayan ramai dengan pulangnya sebagian anak sekolah. “Gimana Rob,” seru Bayu begitu lampu kembali hijau, seraya melirik bekas bungkus permen tempat menaruh uang pendapatan mereka. “Nggak banyak kayaknya,” jawab Robi datar.
“Udah, nggak apa-apa, kita cari lagi di tempat lain,” kata Enin menyemangati keduanya. Mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan ngamen di warung-warung atau tempat di mana saja yang terlihat kerumunan orang dan memungkinkan untuk mereka membawakan satu atau dua buah lagu.

Tika menyandarkan tubuhnya pada dinding pertokoan yang tutup sambil memandang ke arah jalanan dan tiba-tiba dikejutkan oleh getaran ponsel dari saku celananya, dengan enggan di raihnya benda mungil itu lalu membuka sebuah pesan masuk dari Cici.

Tik, kamu sebenarnya kemana sih? Kok bolos lagi, ini sudah kali kedua loh kamu masuk tanpa ijin, besok pasti kamu bakalan di panggil Pak Manurung, guru BK yang kata kakak-kakak kelas terkenal kiler itu.

Beberapa kali Tika menarik nafas panjang, lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, karena ia nggak mau memikirkan hari esok, yang ia ingin adalah saat ini menikmati hari bersama orang-orang yang sudah begitu baik padanya.



















Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pembuktian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang