Pertemuan Pertama (Damiya)

18 1 0
                                    

Apa menurutmu hal yang paling tidak kamu suka?

Terjebak hujan padahal sedang gelisah?

Bertahan dalam lingkungan kerja gila?

Atau ditinggal seseorang yang dicinta tanpa alasan?

Malam itu, di tempat yang seharusnya Damiya sudah bisa bayangkan bagaimana raut marah orang tuanya ketika tau anaknya berada di sana. Bukan perilaku baik memang, namun Damiya hanya mengistirahatkan pikirannya sejenak dari penat.

Damiya, dengan pikirannya yang semrawut itu menyesap orange martini yang terasa sedikit masam, dingin, namun mampu membakar tenggorokan jika ditenggak dalam jumlah yang besar. Ia menghela nafas, netranya merekam interior bar yang didominasi oleh warna cokelat kayu mahoni dengan lantai marmer berwarna hitam dan putih. Semua tampak klasik, Damiya menyukai segala hal yang membawanya pada suasana tempo dulu.

Saat pandangannya mengarah pada sebuah pintu kayu dengan ukiran bunga berwarna hijau tua, Damiya melihat sosok laki-laki berkacamata baru saja masuk dengan raut wajah datar. Laki-laki yang Damiya asumsikan memiliki tinggi 165cm itu mengenakan kaos serba hitam, celana pendek, serta vans old school. Tidak terlalu menarik, tampilannya sangat normal, hanya saja, yang membuat Damiya jadi sedikit memperhatikan adalah raut wajah laki-laki yang langsung berubah menjadi sedikit bahagia ketika ia melihat penyanyi bergaun merah di hadapannya sedang melantunkan musik Jazz.

Laki-laki itu, ia mengeluarkan handphone, hendak mengabadikan momen yang terlihat jelas di matanya. Kepalanya bergerak seirama dengan alunan sexophone, memejamkan mata, menikmati setiap bait, seakan jika ia melewatkan satu note saja penyanyi tersebut akan hilang.

Entah kenapa, Damiya merasa sedikit kagum, dengan bagaimana laki-laki itu bisa menikmati musik. Damiya dan pengunjung pub bahkan tidak tau dan tidak peduli dengan siapa penyanyi bergaun merah itu, apa yang dinyanyikan dan bagaimana liriknya. Damiya benar-benar tidak peduli.

Ia hanya sibuk dengan pikirannya, sedangkan pengunjung lain sibuk dengan lawan bicaranya. Mereka tampak sibuk dengan urusan masing-masing. Namun tidak dengan laki-laki yang berdiri 3 meter dari tempat duduknya.

Damiya tersenyum kecil, ia kemudian memutuskan pandangannya dan memilih untuk membuka layar handphone. Dua pesan masuk dari Saskia-teman sekamar Damiya.

Saskia: bund, lo di mana?

Saskia: P

Saskia: P

Saskia: udah malem loh ini nanti lo diculik

Damiya mengabaikan pesan dari teman sekamarnya. Kenapa? Karena Saskia selalu mengkhawatirkannya. Menurut Damiya (perempuan cuek yang tidak peduli dengan apapun itu) sikap saskia kadang berlebihan. Ia akan menjawab nanti ketika sudah sampai.

"Classic Champagne ya mas, satu."

Terdengar suara laki-laki di telinga kanan Damiya. Tidak berat, namun suara tersebut menyiratkan rasa tenang dan nyaman.

Damiya menoleh sekilas, penasaran dengan siapa pemilik suara lembut yang terasa sopan itu?

Lagi-lagi netranya menangkap sosok laki-laki berkacamata yang saat ini sudah tidak berjarak 3 meter lagi dari tempatnya. Laki-laki itu mengambil tempat tepat di sebelah Damiya sehingga perempuan itu bisa menghirup aroma Dior Sauvage yang terasa maskulin namun tetap lembut.

Laki-laki itu menoleh sekilas, merasa ada yang memperhatikannya. Kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada sosok penyanyi jazz yang masih melantunkan bait demi bait lagu. Kali ini Damiya tau, penyanyi tersebut membawakan lagu berjudul Promise dari Laufey. Lagu yang cukup terkenal, sebabnya Damiya tau.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Laki-laki Tak Punya PerasaanWhere stories live. Discover now