Bab 7
"Kau sudah melihat foto-foto kami yang aku tunjukkan bukan? Kau mungkin sedikit tahu bagaimana reputasi Dimaz dalam dunia entertainment?"
"Tidak banyak. Aku tidak begitu mengikuti dunia hiburan. Setahuku, Dimaz dikenal sebagai pribadi baik yang cukup alim. Jujur aku sedikit kaget dengan foto-foto kalian itu. First, I thought they were all fake," jawabku jujur.
Jeffry hanya tertawa kecil, "Pertama kupikir hubungan kami akan seperti yang lainnya. Hanya keingin tahuan dan pemenuhan hasrat saja. Hanya sosok lain yang ingin aku taklukkan. Tidak bermakna. Biasanya setelah semalaman bercinta, aku tak mau tahu lagi apa yang terjadi keesokan harinya. Tapi Dimaz membuatku heran. Biasanya, setelah semalaman aku bantai, korban-korbanku paginya akan tertidur lelap. Terlalu lelah untuk berakyifitas. Tapi pagi itu, saat aku bangun, Dimaz sudah hilang dari sebelahku. Kupikir dia sudah pulang. Syukurlah, jadi aku tak perlu mengantarnya kan."
"Kamu bawa mereka ke rumahmu?"
"Aku tak mau mengambil resiko dengan melakukan kegiatan pribadiku di hotel atau tempat lainnya. Pers ada dimana-mana. CCtv juga bertebaran. Rumahku adalah tempat yang paling aman bagiku," ujar Jeffry.
"Next!" sergahku, buru-buru memutus komentarnya.
"Ketika turun ke bawah, aku menemukan Dimaz sedang memasak untukku. Menyiapkan segalanya seakan-akan kami telah hidup bersama bertahun-tahun. Seorang gay yang sentimental dan bodoh, pikirku waktu itu. Dia harus segera tahu tempatnya. Dan dugaanku benar. Setelah itu dia terus berusaha mendekatiku. Tak peduli meski aku tak mengacuhkannya. Membentakanya. Ataupun berkencan dengan orang lain di depan matanya. Dia tetap kembali padaku.
Pernah aku membawa seorang cewek pulang, dan kami bercinta di depan matanya. Pada akhirnya dia tak tahan dan masuk ke kamar. Dan pagi harinya, aku kembali menemukannya memasak sarapan di dapur dengan senyum menyambutku. Seolah-olah tak ada yang terjadi malam sebelumnya.
Ekspresi wajahnya yang selalu tersenyum dan menerima, benar-benar membuatku kesal. Akupun makin gila-gilaan. Lalu suatu hari, aku berpesta dengan beberapa orang teman di club. Aku teler berat. Melangkah saja aku sudah sempoyongan. Sebelum aku benar-benar tak sanggup berdiri, aku pamit. Saat hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba saja Dimaz sudah ada disampingku. Jelas dia sudah membuntutiku dari tadi. Tentu saja aku kesal dan memakinya.
Tapi laki-laki itu dengan santai merebut kunci mobilku dan menjelaskan resiko yang mungkin akan terjadi kalau aku tatp menyetir dalam kondisiku saat itu. Dia benar-benar membuatku kesal. Aku nyaris hilang kontrol waktu itu. Tiba di rumah, aku langsung menyeretnya ke kamar, menghempaskannya ke tempat tidur, melucuti bajunya, dan mulai menciuminya seperti seorang maniak. Aku masih ingat, aku bilang 'Ini yang kamu mau bukan?'
Tapi dia menahan tanganku dan mengatakan, 'Aku tak pernah mengharapkan untuk bercinta denganmu dalam keadaan mabuk. Yang kuinginkan adalah bercinta dengan orang yang aku cintai.'
Kalimatnya menghantamku dengan telak meski kondisiku saat itu sudah mabuk. Waktu itu aku jadi terpaku oleh ekspresi wajahnya. Dengan keseriusannya. Aku diam mematung tanpa kusadari. Dimaz hanya tersenyum, mengecupku sekilas dan membaringkanku. Dia menyelimutiku, mengucapkan selamat malam, kemudian berlalu untuk tidur di kamar tamu. Dan seperti yang aku duga, paginya dia kembali memasak sarapan. Bahkan kali ini dia membawanya ke kamar. Berpikir kalau aku tak akan mampu bangun karena teler semalam. Aku biarkan saja dia menyuapiku. Memandikanku dan juga memakaikan baju. Selama itu aku hanya diam dan memperhatikannya. Hingga tiba-tiba saja, aku begitu ingin menciumnya. Jadi....aku melakukannya."
Hening sejenak.
Aku melihat mata Jeffry yang memandang jauh, seolah-olah dia tak berada di sebuah restoran bersamaku. Dia larut dalam ceritanya. Dan aku bisa menangkap kalau Dimaz yang dia sebut itu memiliki arti khusus baginya. Nama itu menimbulkan semacam kesan dan sorot yang aneh dalam matanya. Aku tak bisa mengatakan apakah Jeffry masih mencintai Dimaz itu atau tidak. Yang jelas, cowok bernama Dimaz itu memiliki makna khusus dalam diri Jeffry. Entah dia mau mengakuinya atau tidak.