prolog

81 8 0
                                    

this story got inspired from 'Pelangi Di Matamu' by Jamrud

Reuni kuliah, acara yang cukup ditunggu bagi banyak orang yang sudah merasakan kerasnya masalah, terutama masalah rumah tangga. Termasuk dengan Cakra, seorang yang pernah merasakan betapa sakitnya fase itu.

Beruntung, dengan bertemu teman lama, otak dan pikirannya bisa sedikit lebih tenang berusaha menikmati obrolan di situasi yang sudah lama tak terjadi itu.

"Gila, udah lupa ya lo sama kita.", Ucap Bima dengan nada ejek.

"Dasar anak ibu kota, belagu.", Tambah Kai.

Ucapan kedua temannya yang terkenal sebagai pelawak angkatan itu disambut santai dengan penuh tawa oleh Cakra. Ia tak merasa tersinggung sama sekali, memang ada benarnya dengan kata 'lupa', lebih tepatnya dirinya yang berusaha lupa akan Bandung dan dia.

"Lo berdua netap di sini?"

Pertanyaan dari Cakra mendapat anggukan dari Bima dan Kai, "iya, memang udah lautan api nggak bisa ditinggal.", Canda Kai.

"Oh iya, yang lain gimana? Udah lama nggak denger kabar mereka.", 'Mereka' yang dimaksud seperti Jeka, Winwin, Darla, Tania dan teman kampusnya yang lain.

"Gua kurang tau kalo sama yang cewek, kalo si Jeka udah keterima PNS, sekarang dinas di Bangka Belitung". Jelas Bima. "Kalo si Jefri masih di sini juga, jarang ketemu dan bener bener tertutup sekarang.", Lanjut Bima.

Cakra sedikit terkejut mendengar nama 'Jefri' yang akhirnya masuk di telinganya lagi. Nama yang dulu pernah menjadi tokoh besar dalam kisah rumit percintaannya juga. Ia tak pernah menyalahkan sosok itu, justru Cakra sangat mengangungkan sifat gentle Jefri.

"Hmm.. Cak, lo nggak ada niatan untuk ziarah ke makam sahabat lo?"

Rasanya satu pukulan besar menar menar menghantam hatinya sekarang. Jika bisa lupa ingatan, maka Cakra sangat mengiginkan hal itu untuk terjadi. Sudah cukup hal tersebut menjadi trauma tersendiri bagi Cakra.

"Cak?", Kai berusaha menyadarkan Cakra dari lamunannya.

"Eh, iya.", Cakra berusaha tetap tenang, "iya, nanti gua ziarah sendiri aja."

"Yan, ini gua, Cakra. Gua balik lagi ke Bandung setelah lima tahun terjebak rumah tangga berantakan di Jakarta. Yan, maaf ya, mungkin lo kaget ngeliat pria bangsat ini dateng lagi ke makam lo. Gua cuma mau ngungkapin perasaan gue yang gue tau udah telat banget. Gua.. gua cinta sama lo, Yan! Gua bodoh, gua bener bener bodoh dan nggak bisa manfaatin waktu dengan baik. Gua nyesel, Yan..", Cakra hanya mampu memeluk salib itu dengan deru air mata yang terus keluar dari matanya. Rasa sesal, sedih, semuanya bercampur aduk. Ingin rasanya Cakra memukuli dirinya sendiri.

"Lo bodoh.", Terdengar suara berat laki laki dari arah belakang Cakra yang sudah jelas tertuju padanya, dengan keadaan wajah yang masih penuh emosi, Cakra menatap wajah pria itu.

"Jef?"

Yang dipanggil hanya terdiam berdiri dengan bunga amaryllis di tangan kanannya.

"Bodohnya lo dateng ke sini disaat kondisi rumah tangga lo sama Naya udah hancur. Lo dateng ke sini kala lo sedih dan merasa nggak punya tempat cerita. Semuanya udah ketara, lo cuma anggap Sean sebagai tempat pembuangan rasa sedih lo."

"Jef, tapi maksud-"

"Minggir, ini udah jadwal dan hak gua untuk ketemu Sean lagi. Iya, hati Sean memang hanya untuk lo, tapi pemilik Sean itu gua. Inget itu, Cak."

Cakra terdiam seketika, dirinya tak bisa meluapkan rasa marahnya begitu saja karena ia tahu omongan Jefri ada benarnya.

"Iya, memang gua bodoh, Jef."

dua satu [ cakra's pov ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang