Jingga

34 2 0
                                    

Ia mengembuskan napasnya lagi lewat mulut. Asap berhamburan keluar, menghadirkan pemandangan kabur berwarna putih di udara. Partikelnya yang renggang kian menjauh, lantas menghilang bersama angin yang datang. Sementara itu, di tangannya terselip sebuah batang silinder dengan ujung yang menyala, menimbulkan segaris asap yang melayang.

Sore yang tenang di halaman belakang sekolah yang tersembunyi, namun lain dengan suasana hati gadis satu ini.

Sesekali ia mengacak rambut jingganya yang terurai. Tidak-, terlalu sering hingga semrawut di satu sisi. Ia menghirup batang silinder putih itu lagi, lalu mengembuskannya. Terus begitu hingga tersisa tiga ruas kelingking.

"Upi," panggil seseorang yang datang dari balik dinding. Yang dipanggil menoleh, kembali menghirup.

"Hm?" balasnya pada gadis bertubuh mungil dengan binar mata yang tampak kecewa. Upi tahu, kawannya pasti kecewa melihatnya begini.

"Ngerokok lagi?" Gadis berkerudung putih itu berjongkok di sebelahnya, bersandar pada dinding.

"Menurutmu?" Upi bertanya balik setelah mengembuskan asap terakhirnya.

Sudah habis. Ditekannya puntung itu di atas tanah, lalu menguburnya agar tidak ketahuan.

"Mau cerita?" tawar si gadis berkerudung putih. Upi hanya terdiam, memandang kosong udara di atasnya.

"Emang kamu nggak bosen, Mu, kalau aku bakal ceritain yang sama lagi?"

Gadis bernama Amu itu menggeleng. Ia hanya tak ingin kawannya kenapa-napa, terlebih lagi sampai menggores pergelangan lengannya sendiri seperti yang sudah sudah. Amu melirik kedua pergelangan Upi yang terbalut handband, terlihat sedikit noda coklat yang seperti merembes dari dalam, tampak masih baru. Jujur, Amu sangat khawatir.

Upi menyeringai, menggeleng. "Nanti-nanti aja deh, aku cerita. Ayo pulang." Ia berdiri, menawarkan genggamannya pada Amu untuk berdiri. Senyum Upi terbentang kembali, seperti sinar senja yang hangat, namun terasa kosong.

Amu mengikuti ajakannya, lantas berjalan di belakang Upi yang juga tengah berjalan ... sempoyongan.

Mereka berjalan di koridor dengan cahaya jingga keemasan yang jatuh dari langit, membuat bayangan di sisi lain. Upi meluncurkan kalimat-kalimat receh, sambil terus mengambil langkah di depan. Amu masih memandang punggung Upi, sembari berharap tubuh yang tinggi itu tidak akan runtuh selama perjalanan pulang.

Namun harapan Amu tak terkabul.


Tepat di depan ruang UKS, Upi tak sadarkan diri. 

Kelabu [WEE!!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang