Hari ini jam pelajaran wajib telah selesai. Setelah jam istirahat nanti seluruh siswa kelas XII diberikan jadwal bebas, namun mereka diwajibkan untuk tetap melakukan sesi konsultasi akademik diruangan Bimbingan Konseling.
Program ini dikhususkan bagi siswa kelas XII untuk memberikan bimbingan akademik terkait karir yang akan mereka pilih dimasa depan. Selain memberikan saran serta informasi terkait perguruan tinggi serta sekolah kedinasan, sekolah juga menyediakan informasi terkait lapangan pekerjaan bagi mereka yang memilih untuk berkarir setelah lulus nanti.
"Ce, buruan!" berbeda dengan Air dan Dean, Nata dan Inara justru menatap malas temannya itu. Sementara gadis yang dimaksud tengah sibuk merapikan kembali alat tulisnya yang masih berserakan diatas meja. Tanpa menoleh, gadis itu lantas menyahuti sahabatnya itu, "Iya, bentar!"
Saat ia hendak meraih ranselnya yang tersampir di sandaran kursi, panggilan Faiz mencegat kegiatan gadis itu.
"Sayang~ Bagi duit, dong!" cewek itu menatap tangan yang mengambang dihadapannya itu, lantas tatapannya ia alihkan pada Alfa.
Cowok tampan berkulit tan itu lantas tersenyum manis padanya. Sementara tangan kanannya mengambang diudara, tangan kiri cowok itu memegang sebuah galon berukuran 19 liter.
Cece lantas meraih kembali buku perbendaharan kelas yang baru saja ia selesaikan itu. Lantas menuliskan sesuatu pada lembaran khusus yang dibatasi dengan tulisan 'Catatan Pengeluaran XII MIPA 2'.
Lantas ia menyerahkan sebuah pulpen pada Faiz, "Tanda tangan dulu."
Faiz tersenyum sembari meraih pulpen yang diberikan Cece padanya, lantas membubuhkan tanda tangannya pada lembaran yang dimaksud cewek itu.
"Jangankan ini, Ce. Tanda tangan buat surat nikah juga ku bakalan kasih buat kamu."
Tanpa menanggapi lelucon cowok itu, Cece sang bendahara XII MIPA 2 yang baru, segera menyerahkan selembar uang berwarna kuning. Lantas kembali merapikan seluruh alat tulisnya ke dalam tas. Tak lupa dompet khusus yang berisi uang kas milik kelasnya.
"Ce, gue tunggu dihalte ya!"
Cewek itu bergegas memasang gembok berukuran kecil diranselnya, lantas segera menyusul keempat sahabatnya yang sudah pergi terlebih dahulu. Tak lupa ia menyimpan kunci gembok tadi didalam saku seragamnya.
Saat berada dikoridor kelas XII, Cece dapat menemukan keempat sahabatnya itu sudah berada didepan ruangan wakil kesiswaan, alias halte yang dimaksud. Memang konsep halte yang dimaksud oleh para siswa disekolah ini adalah koridor khusus yang memisahkan antara ruangan wakil kesiswaan dengan gedung B-gedung yang dikhususkan sebagai ruangan labor komputer serta kelas XII MIPA 4-XII IPS 3.
"Mau ku anter sampe halte, gak?"
Cece mengalihkan tatapannya ke samping kanan, menatap Faiz yang berusaha mengimbangi langkahnya.
"Gak usah, itu mereka udah nunggu disana" Cece lantas menunjuk arah para sahabatnya itu. Lalu ia kembali menatap Faiz saat mereka berdiri koridor utama pintu masuk sekolah. Lantas ia menghentikan langkahnya. "Udah minta surat izin guru piket?"
"Tuh, sama Derrel" Cece lantas mengikuti arah pandang Faiz. Ternyata Derrel tengah menuju ke arah mereka setelah menyelesaikan pengurusan surat izin yang dimaksud.
"Kenapa gak nelfon abang galonnya aja? Gak capek ngangkat galon? Panas loh."
"Gak, dong. Jadi cowok itu harus laki. Masa lempeng karna ngangkat galon sama kepanasan doang. Malu dong ama masa kecil kita yang ngejar capung dilapangan tengah hari."
Tatapan datar cewek itu justru dihadiahi oleh senyuman khas Faiz. Senyuman lembut yang hanya ia berikan pada cewek itu.
"Mau beli es krim gak? Sekalian nih aku jajan diluar", cowok itu lantas memainkan kedua alisnya serta mengangkat galon kosong-yang sedari tadi ia bawa-sejajar dengan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way
Teen FictionCINTA. Kenapa harus saling memiliki, sementara mencintai dalam diam lebih bermakna?