Kata Kata Cinta 2

6 0 0
                                    

Esok harinya, seperti biasa Aliya bangun pagi. Ia bangun sekitar jam empat subuh lalu melaksanakan shalat subuh. Setelah selesai, Aliya memilih untuk membuat sarapan pagi untuknua, dan keluarganya. Pagi ini ia harus bekerja kembali. Jatah liburnya sudah habis kemarin.

Setelah selesai membuat sarapan, Aliya menyiapkannya di meja makan. Ia pun mulai duduk dan bersiap untuk sarapan. Aliya sengaja tidak memanggil kedua orang tuanya. Sebab ia yaiin mereka melakukan aktivitas di dalam sana. Aliya tidak ingin mengganggu kedua orang tuanya. Biarlah mereka turun dengan sendirinya setelah selesai.

Seperti biasa, saat sarapan pun, Aliya tidak pernah lepas dari ponselnya. Selalu saja ia bawa kemana mana. Aliya memilih untuk membuka platform di mana ia menulis novel. Ada banyak sekali notif yang masuk dari pembacanya. Komen positif dan negatif pun juga ada.

Namun, matanya lebih tertarik pada fitur pesan di dalam platform itu. Aliya merasa sangat aneh. Biasanya fitur pesan itu muncul jika pihak platform menghubunginya. Tanda tanya besar di kepalanya itu langsung ia jawab dengan membuka fitur pesannya.

Editor Romansa
Fiksi umum
Satria Arlando

   Kepada Yth.
Penulis Novel Romansa 
Di Tempat

Dengan hormat,

Kami dari _Redaksi Penerbit Cinta_, ingin mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang telah Anda berikan kepada kami untuk meninjau naskah novel romansa yang Anda kirimkan. Setelah melalui proses evaluasi awal, kami sangat mengapresiasi kualitas cerita dan gaya bahasa yang Anda hadirkan.

Selanjutnya, kami berharap dapat berdiskusi lebih lanjut mengenai potensi penerbitan naskah ini. Kami akan segera mengatur jadwal pertemuan virtual untuk membahas detail lebih lanjut terkait perbaikan, revisi, dan proses penerbitan.

Demikian surat ini kami sampaikan. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Hormat kami, 
Editor *Redaksi Penerbit Cinta* 
_(Satria Arlando)_

Aliya langsung melongo dibuatnya. Tak, percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Ia bahkan mencubit pipinya untuk memastikan bahwa ia tidak bermimpi. Seorang editor dari penerbitan menghubunginya untuk membahas naskahnya. Oh my god! Aliya ingin terbang rasanya. Padahal waktu itu ia hanya iseng saja mengirim naskah lamanya pada penerbitan. Karya yang ia beri judul "Bos kejam itu suamiku" ternyata menarik perhatian.

"Aaaaa seneng banget. Ya ampun, aku, speechless banget." Aliya terlonjak kegirangan.

"Aku harus balas apa nih," lanjutnya sambil mulai berpikir.

Baru saja Aliya akan mengetikman sebuah kata di keyboard ponselnha, lagi lagi pesan terbaru muncul. Kali ini tidak sama seperti sebelumnya. Jika sebelumnya adalah pesan formal. Maka kali ini adalah nonton formal.

Satria Arlando
Karyamu cukup bagus. Akan tetapi banyak yang harus direvisi. Kalau kamu mau novelnya diterbitkan. Datanglah ke kantor dan hubungi aku sebagai editor yang bertanggung jawab pada naskah itu.

Ingat!

BANYAK REVISI

Aliya mencebikkan bibirnya ketika membaca pesan itu. Belum apa apa saja editornya sudah galak. Apalagi harus berhadapan langsung.

"Dia pikir aku gak bisa baca apa ya, sampai harus capslock segala." gumam Aliya.

Aliya pun segera membalasnya. Ia tidak punya banyak waktu. Setelah ini ia harus pergi bekerja. Jarum jam sudah menunjuk ke arah jam tujuh pagi. Dengan perasaan yang menggebu gebu Aliya membalasnya.

Aliya
Terima kasih atas kesempatannya. Saya siap untuk merevisi naskah di bawah, bimbingan anda. Jika bapak berkenan, saya izin untuk meminta nomor yang bisa dihubungi.

Satria Arlando
Saya bukan bapakmu. Panggil kak saja. 083213XXXXXX
Segera datang hari jumat jam dua siang.
Bertemu di cafe saja.
Setelah kita diskusikan baru lanjut di kantor penerbitan.

Aliya
Baik kak, terima kasih🙏

Aliya meletakkan ponselnya di, meja makan, dengan perasaan yang berbunga bunga. Siapa yang menyangka bahwa hari ini ia mendapat kabar baik. Padahal baru saja semalam ia berangan angan tentang karyanya yang menjadi sebuah buku. Aliya memilih untuk menyelesaikan sarapannya dengan cepat dan segera bersiap untuk pergi bekerja.

******

Setibanya di kafe  tempatnya bekerja, Aliya langsung pergi ke kamar mandi untuk mengganti bajunya dengan seragam kerja. Di sini ia bekerja hanya sebagai pelayan yang mengantarkan pesanan saja. Meskipun pekerjaan sederhana, tapi bagi Aliya itu sangat menyenangkan. Orang tuanya pun awalnya tak menyetujui ia bekerja. Mereka lebih suka Aliya melanjutkan studi. Namun karena bujukan dan kekeras kepalaannya, akhirnya orang tuanya pun mengizinkannya untuk bekerja.

Setelah selesai mengganti pakaian. Aliua keluar dengan tampilan seragam kerjanya.

"Hai Al," sapa seseorang tiba tiba.

Aliya menolehkan kepalanya mendengar suara sapaan itu. Bibirnya langsung tersenyum tipis ketika melihat siapa yang menyapa.

"Hai juga, Lan." jawab Aliya.

"Sepertinya hari ini kamu lagi happy banget ya. Dari tadi aku lihat kamu senyum terus. Padahal baru datang loh." ucap Alan, teman sekaligus pemilik kafe itu.

"Iya nih. Kan masih pagi. Harus semangat dong, Lan." Aliya terlihat salah tingkah karena ditatap sedemikian rupa oleh Alan.

"Boleh tau gak alasannya apa?" tanya Alan dengan penasaran.

Aliya mengangguk lalu menyuruh Alan untuk menundukkan kepala. Alan pun menundukkan kepala. Lalu Aliya  mulai membisikannya dengan lembut.

"Rahasia dong," bisiknya di telinga Alan.

Alan kembali menegakkan kepalanya dengan ekspresi yang terlihat masam.

"Nyebelin banget sih kamu. Ku kira bakal dikasih tau eh ternyata dikasih tahu." ucap Alan dengan bersungut sungut.

Aliya tertawa kecil. Tawa yang begitu manis dengan lesung pipi yang terlihat jelas di wajahnya. Hal itu tidak lepas dari pandangan Alan yang tidak mengalihkan sedikit pun tatapannya. Bagi Alan, Aliya adalah teman tercantik yang pernah ia miliki. Teman? Entahlah. Sepertinya kata itu sudah hilang dari beberapa bulan yang lalu. Kata teman yang ia sematkan berganti dengan rasa suka.

"Berhenti ketawa, Aliya!" perintah Alan tiba tiba.

Aliya langsung diam seketika. Matanya menatap ke arah Alan.

"Kenapa?" tanyanya.

Alan menghela nafas.

"Kamu membuat aku repot." jawab Alan lagi.

Aliya tidak, mengerti dengan perkataan Alan. Bagaimana bisa, ia, tertawa, saja di bilang merepotkan. Memangnya Alan siapa yang berhak mengatur tertawanya?

Alan yang melihat ekspresi kebingungan Aliya, mendadak tidak, enak. Lalu ia mengangkat tangannya dan mengelus rambut Aliya dengan lembut.

"Maaf! Maksud aku bukan begitu. Aku, tidak bermaksud membentakmh tadi. Segeralah bekerja, suatu saat aku akan, memberitahukanmu alasannya."

Alan pun pergi meninggalkan Aliya yang masih berdiri mematung. Entah mengapa Aliya merasa ada yang aneh dengan sikap Alan. Tapi, ia tidak boleh memikirkannya saat ini. Pekerjaannya masih banyak dan ia harus semangat bekerja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DalenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang