Up? look down!

137 15 4
                                    

A/n : cerita ini udah ada di draft dari lama sebelum lovely next door tayang. Ada beberapa adegan yang menurutku rada mirip, ini pure kebetulan dan aku nggak bermaksud niru/menjiplak. Gomen~~

This story is inspired by Joowan himself and his 'for hyung, I'm a man' agenda.

TW : implied homophobia, implied religious guilt.

Mature content! Rps (real person fiction)!

***

Lee Taevin benar-benar sudah gila.

Siku Joowan yang bersandar di balkon kamarnya hampir terpeleset melihat orang yang keluar dari mobil mengantarkan Taevin ke rumahnya. Alis Joowan menukik tinggi.

Joowan mengucek matanya hanya untuk memastikan bahwa dia sedang tidak salah lihat. Pria itu mungkin sepuluh tahun lebih tua dari Taevin, karena gelap Joowan tidak yakin, tetapi dari cara pria itu membawa diri Joowan yakin umur mereka terpaut jauh. Dari atas Joowan tidak terlalu bisa melihat wajahnya, meski begitu ketampanan tidak seharusnya membutakan jarak umur mereka, kan?

Joowan mencemooh melihat Taevin menggaruk belakang telinganya, tanda bahwa dia sedang salah tingkah saat pria itu menepuk dan mengelus lengannya. Tidak ingin melihat lebih jauh Joowan masuk ke kamarnya, menunggu pria itu untuk pergi sebelum mengintrogasi Taevin.

Begitu mendengar bunyi mobil menjauh Joowan setengah berlari keluar rumah. Bahkan tidak repot-repot berganti sandal rumah. Ibunya akan mengamuk, tetapi itu masalah yang akan dia pikirkan nanti.

Kakinya memasuki rumah Taevin dengan berisik, menyapa ayah Taevin yang sedang menonton TV sekilas kemudian naik ke kamar Taevin.

“Hei, Lee Taevin?”

Joowan mendengar bunyi air dari arah kamar mandi. Joowan bersandar di dekat pintu, tidak mau menunggu Taevin selesai mandi untuk mengintrogasi.

“Hei, tadi tuh siapa?”

“Calon pacar,” suara Taevin menjawab dari dalam kamar mandi, terdengar seperti berkumur-kumur.

Mata Joowan meredup tak sanggup menerangi hatinya yang nyeri mendengar jawaban Taevin.

Joowan memandang ujung kamar Taevin yang dulunya tempat dia bersembunyi dari bocah-bocah nakal yang mengganggunya. Kamar Taevin adalah selter untuknya. Kini ujung ruangan itu tampak asing, badannya sudah tak muat menyempil disana.

“Ahjussi? Beda berapa tahun woi?”

“Dua belas.”

Bahkan lebih tua dari dugaan Joowan.

“Kamu yakin dia belum nikah?”

Suara air berhenti dari dalam kamar mandi.

“Kamu pikir aku bakalan mau jadi simpenan?”

“Bukan kamunya, tapi bisa aja dia bohong.”

Pintu kamar mandi terbuka, bau sabun mandi Taevin menghampiri hidung Joowan. Taevin keluar dengan handuk di lehernya, dia bertolak pinggang menghadap Joowan yang bersandar di dinding.

“Aku ketemu dia di gay bar.”

“Terus? Nggak ngebuktiin apapun.”

Up? Look down!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang