PART - 1:
Malam yang tenang---
Malam di Desa Elnor selalu tenang. Desa kecil itu terletak di antara bukit hijau dan sungai yang mengalir jernih, jauh dari hiruk-pikuk kota-kota besar dan kekuasaan kerajaan.
Malam itu, angin berhembus lembut di antara pohon-pohon ek tua, membawa aroma tanah yang basah oleh hujan siang tadi. Api unggun kecil menyala di halaman rumah Hazell, memberikan cahaya temaram di kegelapan.
Hazell duduk di atas balok kayu, memandangi api yang menari di depannya. Wajahnya yang penuh bekas luka dari hari-hari bekerja di ladang tampak serius malam itu. Di sampingnya, Noir duduk bersila, kedua tangannya menggenggam tongkat kayu yang sering digunakannya untuk melatih sihir. Wajah Noir yang masih muda tampak lebih tenang, meski malam itu juga membawa keheningan yang tidak biasa.
"Apakah kau pikir ramalan itu benar?" Noir bertanya, suaranya nyaris berbisik. Mata hitamnya menatap api yang berkedip-kedip, tapi pikiran pemuda itu jelas sedang melayang jauh.
Hazell mengangkat alisnya, menoleh ke arah adiknya. "Ramalan apa?"
"Tentang datangnya kegelapan," Noir menjawab sambil menatap kakaknya.
"Orang-orang di pasar terus membicarakannya. Mereka bilang ada desa-desa di sebelah timur yang diserang... oleh bayangan."
Hazell menghela napas pelan. "Itu hanya rumor, Noir. Desa kita jauh dari pusat kerajaan. Siapa yang akan peduli pada tempat sekecil Elnor ini?"
Namun, di balik kata-katanya yang menenangkan, ada kekhawatiran yang tak diucapkan. Dia sudah mendengar rumor itu juga-tentang bayangan yang bergerak dari timur, menghancurkan setiap desa yang dilaluinya. Orang-orang bilang itu ulah pasukan kegelapan, dipimpin oleh seorang penyihir yang kekuatannya tidak terbayangkan. Tetapi rumor tetaplah rumor. Hazell menolak membiarkan ketakutan itu masuk terlalu dalam ke pikirannya.
"Kau selalu saja berpikir seperti itu, Hazell," Noir bergumam sambil melirik tongkat kayu di tangannya.
"Tapi kau tahu, aku ingin pergi suatu hari nanti. Aku ingin belajar sihir di kota besar, seperti penyihir-penyihir yang kita dengar ceritanya."
Hazell tersenyum kecil. Noir memang selalu berbeda. Di antara mereka berdua, Noir adalah yang paling bermimpi tinggi. Jika Hazell hanya ingin hidup sederhana di desanya, bercocok tanam dan melindungi keluarganya, Noir selalu membicarakan petualangan dan kekuatan. Terlebih, Noir memiliki bakat yang luar biasa dalam sihir, meskipun usianya masih muda.
"Kota besar itu tidak seperti yang kau bayangkan," Hazell mengingatkan adiknya dengan suara lembut.
"Mereka tidak seindah cerita. Banyak intrik dan tipu muslihat. Kau bisa saja dibakar habis sebelum menyadari apa yang terjadi."
"Tetap saja..." Noir menggigit bibirnya, suaranya nyaris tak terdengar di tengah angin yang semakin kencang.
"Aku ingin mencoba. Aku tidak mau tinggal di sini selamanya, Hazell. Aku ingin menjadi lebih dari sekadar bocah desa."
Sebelum Hazell sempat membalas, sesuatu di udara berubah. Angin yang tadinya hangat berubah dingin, seolah-olah udara di sekitar mereka dibungkus oleh kabut hitam yang tidak terlihat.
Hazell berdiri cepat, matanya menyipit saat menatap ke arah utara. Ada sesuatu di kejauhan, sesuatu yang membuat tengkuknya meremang. Seperti sebuah firasat buruk yang tak dapat dijelaskan.
"Noir," kata Hazell dengan nada tegang. "Kau merasakan itu?"
Noir mengangguk, wajahnya memucat. "Ya, aku merasa ada sesuatu yang... gelap."
Mereka berdiri dalam diam, menatap cakrawala yang mulai memerah. Bukan merah dari matahari terbenam, melainkan api.
Di kejauhan, langit mulai menyala dengan warna oranye gelap, seperti kobaran api yang berkobar dari dalam bayangan. Hazell merasakan jantungnya berdebar keras di dadanya, dan tanpa berpikir dua kali, dia menarik tangan Noir.
"Kita harus pergi ke rumah," katanya tegas, namun suaranya bergetar. "Sekarang."
Noir mengangguk cepat, tak perlu dipaksa dua kali. Mereka berlari melintasi padang rumput menuju rumah mereka yang sederhana, di mana orang tua mereka masih berada.
Jarak yang hanya beberapa ratus meter terasa lebih jauh dari biasanya, seolah-olah angin dingin memperlambat setiap langkah mereka.
Ketika mereka sampai di depan pintu rumah, Hazell bisa mendengar suara angin yang lebih keras, membawa bisikan yang tak terucapkan, bisikan kegelapan yang perlahan-lahan mendekati desa mereka.
Dan malam yang tenang itu, tanpa peringatan, mulai berubah menjadi mimpi buruk.
---
Akhir Part 1
yah, itu bagian pertama dari Bab 1, yang tujuanya buat ngenalin kehidupan damai Hazell dan Noir sebelum bangsa hitam menyerang.
Nextnya otw :)
![](https://img.wattpad.com/cover/377224422-288-k418536.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Flames of Revenge
FantasyHazell, seorang bocah desa biasa, menjalani kehidupan damai di Desa Elnor bersama keluarganya, termasuk adiknya, Noir. Namun, malam yang tenang berubah menjadi mimpi buruk ketika pasukan kegelapan menyerang desa mereka, menghancurkan segalanya denga...